Senin, 29 Maret 2021

EMPAT ADAB ORANG BERTAKZIYAH MENURUT IMAM AL-GHAZALI

EMPAT ADAB ORANG BERTAKZIYAH MENURUT IMAM AL-GHAZALI


Empat Adab Orang Bertakziyah Menurut Imam Al-Ghazali

Takziyah atau melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarga atau kerabat dekatnya. Orang laki-laki yang bertakziyah disebut mu’azziyin, sedangkan yang perempuan disebut mu’azziyat. Para ulama umumnya memiliki pendapat yang sama bahwa hukum bertakziyah adalah sunnah. Oleh karena itu setiap orang Islam sangat dianjurkan bertakziyah untuk menguatkan jiwa atau suasana batin orang yang sedang tertimpa musibah agar memiliki kesabasaran dan ketabahan menerima musibah tersebut.

Terkaiat dengan takziyah, Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 437), menyebutkan ada empat adab orang bertakziyah sebagai berikut: 

آداب المعزّي: خفض الجناح، وإظهار الحزن، وقلة الحديث، وترك التبسم فإنه يورث الحقد

Artinya: “Adab orang bertakziyah, yakni menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu, menampakkan rasa duka, tidak banyak berbicara, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka.”


Dari kutipan di atas dapat diuraikan keempat adab orang bertakziyah sebagai berikut:

PERTAMA, menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu. Bertakziyah sudah pasti berbeda dengan menghadiri pesta perkawinan. Oleh karena itu cara kita berpakaian dalam bertakziyah tidak sebaiknya disamakan dengan cara kita menghadiri pesta perkawinan yang cenderung glamor. Demikian pula cara kita bersolek atau berdandan juga tidak sebaiknya terlalu menor atau memakai parfum yang terlalu kuat baunya. Suasana takziyah adalah suasana berkabung dan bukan suasana bersuka cita. Hendaknya cara kita berpakaian dan berdandan sewajarnya saja dengan tetap menjunjung tinggi asas kepatutan dan kesopanan.

KEDUA, menampakkan rasa duka. Setiap kematian seseorang pasti menimbulkan perasaan duka yang mendalam terutama bagi keluarga atau kerabat dekat yang ditinggalkannya. Oleh karena itu orang yang bertakziyah dianjurkan untuk ikut merasakan rasa duka itu dengan menampakkan wajah duka sambil mengucapkan secara tulus rasa bela sungkawa. Sangat baik apabila ungkapan bela sungkawa itu diikuti dengan doa semoga tabah dan sabar menerima musibah yang memang sudah merupakan suratan takdir dari Allah SWT. 

KETIGA, tidak banyak berbicara. Dalam suasana duka, orang yang sedang tertimpa musibah kematian, biasanya cenderung diam dan tidak ingin diajak berbicara lama-lama. Oleh karena itu orang yang bertakziyah jika ingin mengajak berbicara kepada pihak yang sedang berduka cukup seperlunya saja. Demikian pula di antara orang-orang-orang yang bertakziyah (muazziyin dan muazziyat) sebaiknya kalau berbicara satu sama lain cukup seperlunya dan pelan agar tidak menimbulkan suasana berisik. APA LAGI TERTAWA TERBAHAK-BAHAK, SUNGGUH HAL INI TIDAK BAIK DAN TIDAK ETIS DARI SUDUT MANAPUN. 

KEEMPAT, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka. Poin keempat ini memiliki kaitan erat dengan poin-poin sebelumnya, yakni tidak mendukung ketiganya. Oleh karena itu meskipun dalam keadaan normal senyum termasuk sedekah, tetapi dalam konteks takziyah para muazziyin dan muazziyat sebaiknya bisa menahan diri untuk tidak mengumbar senyum. Tentu saja senyum dalam batas-batas yang wajar masih bisa ditolerir. Intinya adalah senyum memiliki makna kegembiaraan yang dalam konteks takziyah tidak baik khususnya jika ditujukan kepada pihak yang sedang berduka sebab hal ini sama saja tidak menghormati perasaannya. 

Keempat adab tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi umat Islam dalam bertakziyah kepada orang lain, baik orang tersebut masih kerabat dekat, tetangga, atau sekedar teman. Hal yang harus selalu diingat adalah bahwa takziyah identik dengan ikut berduka. Oleh karena itu jika bermaksud membawa anak-anak yang masih kecil dan suka rewel atau sulit diatur seperti suka teriak-teriak, dan sebagainya, hendaknya dipertimbangkan terlebih dahulu masak-masak sebab hal itu bisa menimbulkan suasana lain yang tidak mendukung suasana duka tersebut. Dalam tradisi masyakarat Jawa anak-anak tidak sebaiknya diajak serta bertakziyah kecuali memang sangat terpaksa. 


DILARANGAN TERTAWA TERBAHAK-BAHAK

Menjelang perpisahannya dengan Nabi Musa As, Nabi Khidir As, memberi nasihat, 

“Hai Musa, janganlah terlalu banyak BICARA, dan jangan PERGI tanpa perlu, dan jangan banyak TERTAWA, juga jangan MENTERTAWAKAN orang yang berbuat salah, dan TANGISILAH dosa-dosa yang telah kamu perbuat, hai Putra Ali ‘Imran.” (Tanbighul Ghafilin: 192-193).

Tertawa, tentu saja, bukanlah sesuatu yang dilarang. Siapa saja boleh tertawa selagi ingin. Dengan tertawa menunjukkan, bahwa seseorang sedang dalam keadaan senang. Bahkan tertawa bisa menjadi ilham bagi seorang penulis untuk membuat sebuah buku.

Akan tetapi, tertawa dalam pengertian mengeluarkan suara meledak-ledak oleh sebab rasa suka, geli apalagi mengandung unsur menghina seseorang, ini akan lain ceritanya. Tertawa dengan cara seperti itu yang disuruh dihindari oleh Nabi Khidir as.

Subhanallah, tidak didapati dalam ajaran di luar Islam yang mengatur tata hidup sedemikian rupa, hingga masalah kecil seperti tertawa.

Allah swt berfirman, “Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. At-Taubah:82). Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa, ….” (HR.Abu Dzar ra).

Rasulullah SAW tidak pernah tertawa, kecuali hanya tersenyum, tidak menoleh kecuali dengan wajah penuh (maksudnya: tidak melirik). (Ja’far Auf, Mas’ud dari Auf Abdillah). Berdasarkan hadits di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa tersenyum itu hukumnya sunnah, sedang tertawa terbahak-bahak dihukumi makruh.

Maka bagi mereka yang tetap ingin sehat akalnya, seyogyanya menjauhi tertawa dengan cara demikian (terbahak-bahak atau meledak-ledak), kata Al-Faqih Abu Laits Samarqandi. Dengan kata lain, orang yang tidak bisa mengendalikan diri dan gemar tertawa-tawa, akan membuat fungsi akalnya terganggu, lengah dan lupa diri, yang berarti membuka pintu bagi syetan untuk masuknya godaan.

Dalam surat An-Najm (53): 59-61 Allah memperingatkan, “Apakah dengan ajaran ini, kalian ta’ajub (heran)? Kamu tertawa dan tidak menangis. Sedangkan kalian terlengah.” Ibnu Abbas ra berkata, “Barangsiapa tertawa di saat berbuat maksiat, maka akan bercucuran tangis di neraka.”

TERTAWA YANG BERLEBIHAN, TERMASUK DI ANTARA 3 PERKARA YANG MENYEBABKAN HATI SEORANG MENJADI BEBAL DAN MEMBATU. Sedang dua penyebab yang lainnya yaitu: belum lapar sudah makan lagi dan gemar omong kosong (bicara ke sana kemari yang tak berguna).

Terkadang kita mendapati seseorang yang kesibukannya membuat orang tertawa-tawa, sehingga bukan semata menjadi hiburan hati, tapi sudah mengarah pada membuat orang menjadi lengah dan lupa. Kepada yang berbuat seperti ini Rasulullah SAW memberi peringatan, “Celakalah orang yang berdusta supaya ditertawakan orang lain. Celakalah dia, celakalah dia!” (HR. Tirmidzi)

Orang yang terbiasa tertawa-tawa mendapati suasana yang sepi menjadi sunyi, bila tidak kunjung diobati. Sedangkan menurut Yahya Mu’adz Razy sebagaimana dikutip al-Faqih ada EMPAT HAL YANG DAPAT MENJADI OBAT BAGI MEREKA YANG TERKENA “PENYAKIT” SEPERTI INI, yaitu:

1. Ingat akan dosa-dosa yang telah diperbuat selama ini.

2. Sibuk dengan bekerja (memenuhi nafkah) untuk diri dan keluarga.

3. Ingat bahwa jatah umur yang ada tinggal sedikit, dan akan datang kehidupan baru diakhirat.

4. Memperhatikan setiap musibah yang menimpa, baik diri keluarga maupun orang lain.


SEMENTARA ITU, SALMAN AL-FARISI RADHIYALLAHU ‘ANHU PERNAH BERKATA: “ADA TIGA HAL YANG MEMBUATKU TERTAWA:

1. Aku tertawa melihat orang yang berangan-angan panjang dengan dunia padahal maut tengah mengejarnya.

2. Orang yang lengah sedang maut tak pernah lengah darinya.

3. Serta orang yang tertawa dengan mulut yang terbuka penuh sementara ia tidak tahu apakah perbuatannya itu mengandung amarah Rabbnya atau Ridha-Nya.


BANYAK TERTAWA MEMATIKAN HATI

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ﻟَﺎ ﺗُﻜْﺜِﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻀَّﺤِﻚَ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛَﺜْﺮَﺓَ ﺍﻟﻀَّﺤِﻚِ ﺗُﻤِﻴﺖُ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐَ

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah no. 4183, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7435)

Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa dia berkata:

ﻣَﺎ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣُﺴْﺘَﺠْﻤِﻌًﺎ ﺿَﺎﺣِﻜًﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺭَﻯ ﻣِﻨْﻪُ ﻟَﻬَﻮَﺍﺗِﻪِ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺘَﺒَﺴَّﻢُ

“Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.”

(HR. Al-Bukhari no. 6092 dan Muslim no. 1497)

Penjelasan ringkas:

Sebaik-baik perkara adalah yang sederhana dan pertengahan. Tatkala Islam mensyariatkan untuk BANYAK TERSENYUM, maka Islam juga MELARANG UNTUK BANYAK TERTAWA, karena segala sesuatu yang kebanyakan dan melampaui batas akan membuat hati menjadi mati. Sebagaimana banyak makan dan banyak tidur bisa mematikan hati dan melemahkan tubuh, maka demikian pula banyak tertawa bisa mematikan hati dan melemahkan tubuh. Dan jika hati sudah mati maka hatinya tidak akan bisa terpengaruh dengan peringatan Al-Qur`an dan tidak akan mau menerima nasehat, wal ‘iyadzu billah. KARENANYA TIDAKLAH KITA TEMUI ORANG YANG PALING BANYAK TERTAWA KECUALI DIA ADALAH ORANG YANG PALING JAUH DARI AL-QUR`AN.


HUKUM BANYAK TERTAWA

Adapun hukum banyak tertawa, maka lahiriah hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan HARAMNYA, karena hukum asal setiap larangan adalah haram. Apalagi disebutkan sebab larangan tersebut adalah karena bisa mematikan hati, dan sudah dimaklumi melakukan suatu amalan yang bisa mematikan hati adalah hal yang diharamkan.


Adapun TERTAWA SESEKALI atau KETIKA KEADAAN MENGHARUSKAN DIA UNTUK TERTAWA, maka ini adalah hal yang diperbolehkan. Hanya saja, bukan termasuk tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam jika seorang itu tertawa sampai terbahak-bahak. Karenanya tertawa terbahak-bahak adalah hal yang DIBENCI /MAKRUH walaupun tidak sampai dalam hukum haram, wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar