Senin, 29 Maret 2021

BERFIKIR SEBELUM BERKATA DAN BERTINDAK

BERFIKIR SEBELUM BERKATA DAN BERTINDAK


Bagi seorang mukmin, berfikir sebelum berkata dan bertindak adalah hal yang mesti dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian. Apa yang keluar dari lisan adalah cermin utuh keadaan hatinya. Dari sana bisa terbingkai pula kualitas akhlak yang dipunyai.

Lisan dan seluruh anggota badan adalah karunia Allah yang patut disyukuri. Tentu saja dengan cara menggunakannya untuk hal yang bermanfaat. Bukan sebaliknya membuat Allah murka atau menjadi pemecah ukhuwah sesama Muslim.

Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan, jika engkau hendak berkata maka berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan maka ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan atau bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan perkataan tersebut).

Islam adalah agama pertengahan (wasath), yang mengatur segala permasalahan mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Termasuk dalam urusan kecil, seperti bercanda dan tertawa.

Dalam Islam canda dan tawa ini dibolehkan sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam juga pernah melakukannya. Disebutkan, Nabi biasa bercanda dengan istri dan sahabat-sahabatnya.

Diriwayatkan dari Al-Hasan Radhiyallahu ‘anhu (Ra), dia berkata, seorang nenek tua mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Saw). Nenek itu berkata, wahai Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Nabi menjawab: Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua. Nenek tua itu pun pergi sambil menangis.

Nabi berkata: “Kabarkanlah kepadanya bahwa wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Rasulullah lalu membaca ayat:  “Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung. Lalu Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Yang penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waqi’ah: 35-37).

Sebagai penyempurna akhlak manusia, Rasulullah memberikan teladan adab-adab ketika bercanda. Ada rambu-rambu yang harus dipatuhi agar candaan kita menuai pahala dan keberkahan. Berikut ini beberapa adab tersebut.


PERTAMA, JAUHI DUSTA

Berkata jujur harus selalu ditanamkan saat berbicara, baik canda ataupun bukan. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Celakalah seorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Ahmad).


KEDUA, JAUHI KATA-KATA BATHIL

Tak sedikit perselisihan muncul berawal dari candaan. Olehnya bicaralah dengan kata-kata yang baik, termasuk dalam bercanda. Ghibah atau membicarakan orang lain termasuk perkataan bathil yang harus dijauhi.

Allah berfirman:

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوّاً مُّبِيناً

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” [QS. Al-Isra’:53].


KETIGA, TIDAK BANYAK TERTAWA

Sesuatu yang berlebihan melampui kadarnya akan membawa dampak yang buruk. Pun demikian dengan tertawa. Tertawa yang berlebihan adalah akhlak yang tercela. Banyak orang tertawa berlebih-lebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Rasulullah mengingatkan hal tersebut: “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. At-Tirmidzi)

Keempat, jangan menghina dan mempermainkan agama

Allah berfirman:

لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Mengapa kepada Allah,dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?.” (QS. At-Taubah: 65)

Kelima, dilarang menakut-nakuti Muslim

Menakut-nakuti seseorang dalam bercanda tidak dibolehkan karena hal tersebut membawa mudharat. Suatu hari seseorang menyembunyikan cambuk milik sahabat yang sedang tertidur.  Waktu terbangun, orang itu ketakutan karena merasa kehilangan cambuk.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Saw) bersabda: “Tidak halal bagi seorang Muslim membuat takut Muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud).

Demikianlah adab yang diajarkan oleh Rasulullah dalam bercanda. Dan inilah kesempurnaan ajaran agama Islam. Menjadikan setiap manusia selalu merasa sejuk dan aman jika hidup berdampingan dengan umat Islam. Sebab agama telah mengajarkan setiap sendi peradaban manusia dengan tuntunan adab-adab yang luhur lagi mulia.

*/Arsyis Musyahadah, mahasiswa Pascasarjana UIKA Bogor


JANGAN UMBAR BICARA


Mengumbar Pembicaraan adalah suatu hal yang negatif. Dimana orang yang banyak berbicara dia akan banyak kemungkinan melakukan kesalahan. Ada pembicaraan yang buruk yaitu kesalahan cara berbicara.

• Membicarakan kebaikan sekalipun harus dengan cara cara yang baik pula. Pembicaraan baik yang dilakukan dengan cara yang tidak tepat dapat mempermalukan orang, menyinggung perasaan orang lain, menimbulkan salah faham dan permusuhan.

• Kebanyakan berbicara akan sulit diingat seluruhnya, sehingga sia-sia. Hal yang sia-sia tidaklah dianggap selain buruk.

• Kebanyakan berbicara yang tidak diperlukan orang lain adalah juga sia-sia. Karena setiap orang berbeda-beda keperluannya akan nasehat dan pendapat dalam pembicaraan.

Maka itulah dikatakan bahwa diam itu emas.

Fenomena berkeinginan berbicara tidak ubahnya dengan hawa nafsu juga adanya. Ketika saat bersangatan berbicara, sebenarnya juga didorong oleh hawa nafsu.

Lalu di mana perbedaannya berbicara tidak dengan hawa nafsu ?

Segala sesuatu yang tanpa pertimbangan akal yaitu mempertimbangkan dengan seksama dan bijaksana terhadap apa yang akan dibicarakan dan kepada siapa akan berbicara merupakan suatu bentuk hawa nafsu.

Bersikap ataupun berbicara yang benar dan baik, tentunya dalam kebijaksanaan yaitu  pertimbangan akal di mana seseorang baru akan bertindak ataupun berbicara setelah mempertimbangkan akibat-akibatnya. Bersikap dan berbicara dengan cara yang bijaksana dengan tujuan yang benar-benar baik dan ditopang oleh cara-cara dan teknis yang baik pula. Agar senantiasa baik akibat atau hasilnya atau pengaruhnya.

Kebanyakan dari hal-hal yang spontanitas dalam tindakan dan pembicaraan kebanyakannya berasal dari kebodohan yang ditunggangi oleh hawa nafsu yang jahat. Jangankan spontanitas dalam perbuatan atau pembicaraan yang buruk bahkan pembicaraan yang baik sekalipun yang tanpa mempertimbangkan hal-hal tertentu terutama perasaan dan keadaan orang yang sedang diajak berbicara, maka hal itu termasuk dalam bentuk-bentuk keburukan bahan bahkan bisa dikatakan perbuatan yang aniaya.

Maka itu tanpa petunjuk dan pertolongan Allah terhadap orang-orang yang banyak berbicara maka mereka tidak akan dapat terlepas dari banyak kesalahan. Apalagi mereka memiliki banyak ilmu yang dapat menjelaskan banyak urusan, hal itu akan menjadikan bahaya melakukan kesalahan, jika orang tersebut tidak mempunyai akhlak yang baik dalam berbicara yaitu pertimbangan akibat pembicaraannya dengan benar-benar matang sebelum berbicara.

Untuk dapat berbicara yang baik, tidaklah cukup hanya dengan memiliki ilmu yang luas ataupun pengetahuan yang banyak. Akan tetapi untuk dapat menjadi orang yang selamat dalam berbicara, sangat diperlukan hati yang bersih, akhlak yang baik dan kecerdasan dalam penyampaian pembicaraan. Karena hal itu adalah sangat sangat mutlak diperlukan adanya.


PERTIMBANGAN YANG DIPERLUKAN DISAAT BERBICARA


• Jangan sampai melukai perasaan orang lain.

• Jangan memaki, menghina, mencela dan melecehkan lawan bicara, jangan memandang  bodoh kepada orang lain.

• Janganlah menyela pembicaraan orang lain, perlu juga memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara.

• Tidak menguasai dan mengumbar pembicaraan sendiri.

• Tidak berbelit-belit dan terlalu "wah" dalam menyampaikan pembicaraan.

• Jangan memberikan pendapat ataupun nasehat kepada orang-orang yang tidak memerlukan pendapat atau nasehat.

• Tidak perlu memberikan peringatan kepada seorangpun di mana ia tidak memerlukannya, apalagi di tempat yang umum dimana tidak ada terkait apapun dengan diri kita.

Yaa Allah....

Aku bermohon kepada-Mu agar Engkau menjaga keburukan lisan dan sikap serta seluruh tingkah-lakuku, agar selamat dari segala kesalahan-kesalahan yang merugikan dan mencelakai diriku. Yaa Allah, berikanlah aku akhlaq yang baik dalam berbicara dan bertindak dan selamatkanlah diriku dari kejahatan hawa nafsuku dan tipuan syethan yang terkutuk... Shallalloohu 'Alaa Muchammad Wa Aalihi Wa Shochbihii Wasallama, Aamiiin Yaa Robbal 'Aalamiin.

0 komentar:

Posting Komentar