DALIL KE-8 : SURAH AL-AL-INSAN, AYAT 23-31
Sesungguhnya Kami telah menarunkan Al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang, dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada sebagian yang panjang di malam hari. Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barang siapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya), niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada Rasul-Nya melalui Al-Qur'an yang telah Dia turunkan kepadanya:
{فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ}
Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu. (Al-Insan: 24)
Sebagaimana Aku telah muliakan kamu melalui Al-Qur'an yang Kuturunkan kepadamu, maka bersabarlah dalam menghadapi ketetapan dan takdir-Nya, dan ketahuilah bahwa Dia akan mengaturmu dengan pengaturan yang terbaik.
{وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا}
dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan: 24)
Yakni janganlah kamu menaati orang-orang kafir dan orang-orang munafik, karena mereka pasti menghalang-halangi penyampaian apa yang diturunkan kepadamu. Tetapi sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan bertawakallah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah akan memelihara dirimu dari gangguan manusia. Aatsimaa artinya orang yang durhaka dalam perbuatannya, yakni pendosa; dan Al-kafuuraa artinya orang yang kafir (ingkar kepada kebenaran).
{وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا}
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. (Al-Insan: 25)
Yaitu di permulaan siang hari dan di penghujungnya.
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلا طَوِيلا}
Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. (Al-Insan: 26)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نافِلَةً لَكَ عَسى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقاماً مَحْمُوداً
Dan pada sebagian malam hari salat tahajudlah sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)
Dan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) pada seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdaa itu, Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. (Al-Muzzammil: 1-4)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, mengingkari orang-orang kafir dan orang-orang lainnya yang serupa dengan mereka dalam menyukai keduniaan dan mengejarnya serta meninggalkan bekal di hari akhirat di belakang mereka tanpa mempedulikannya:
{إِنَّ هَؤُلاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلا}
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). (Al-Insan: 27)
Maksudnya, hari kiamat.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{نَحْنُ خَلَقْنَاهُمْ وَشَدَدْنَا أَسْرَهُمْ}
Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka. (Al-Insan; 28)
Ibnu Abbas dan Mujahid serta yang lainnya mengatakan bahwa Kami telah menguatkan tubuh mereka.
{وَإِذَا شِئْنَا بَدَّلْنَا أَمْثَالَهُمْ تَبْدِيلا}
apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. (Al-Insan: 28)
Yakni apabila Kami menghendaki, Kami bangkitkan mereka di hari kiamat dan Kami ganti mereka dengan mengembalikan mereka dalam ciptaan yang baru. Ini merupakan dalil yang menunjukkan adanya hari berbangkit. melalui penyebutan penciptaan yang pertama.
Ibnu Zaid dan Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. (Al-Insan: 28)
Yaitu apabila Kami menghendaki, bisa saja Kami mengganti mereka dengan kaum yang lain selain mereka, yang hal ini berarti semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ وَكانَ اللَّهُ عَلى ذلِكَ قَدِيراً
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Mahakuasa berbuat demikian. (An-Nisa: 133)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَما ذلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah. (Ibrahim: 19-20)
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ}
Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan. (Al-Insan: 29)
Artinya, surat ini adalah peringatan.
{فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلا}
maka barang siapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya), niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Al-Insan: 29)
Yaitu jalanTuhannya. Barang siapa yang menghendaki demikian, niscaya dia mengambil petunjuk dari Al-Qur'an. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
وَماذا عَلَيْهِمْ لَوْ آمَنُوا بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللَّهُ وَكانَ اللَّهُ بِهِمْ عَلِيماً
Apakah kemudaratannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisa: 39), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ}
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. (Al-Insan: 30)
Yakni tiada seorang pun yang mampu memberi petunjuk kepada dirinya, dan tiada (pula mampu) memasukkan iman ke dalam hatinya, dan tiada (pula mampu mendatangkan) manfaat bagi dirinya.
{إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا}
kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Insan: 30)
Allah Maha Mengetahui tentang siapa yang berhak mendapat hidayah, lalu dia memudahkan baginya menempuh jalan hidayah dan melancarkan baginya semua sarana yang menuju ke arahnya. Dia Maha Mengetahui pula tentang siapa yang berhak mendapat kesesatan, maka Dia memalingkannya dari jalan petunjuk. Semua hikmah yang puncak dan alasan yang mematahkan hujjah hanyalah milik Allah belaka, dalam semua perbuatan-Nya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Insan: 30)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ وَالظَّالِمِينَ أَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih. (Al-Insan: 31)
Yaitu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Maka barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.
*****
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan, melainkan sedikit.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa ketika ia sedang berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di sebuah lahan pertanian di Madinah —yang saat itu Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam berjalan dengan memakai pelepah kurma sebagai tongkatnya — maka bersualah beliau dengan sejumlah orang dari kalangan orang-orang Yahudi. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Tanyailah dia oleh kalian tentang roh." Sedangkan sebagian lainnya mengatakan, "Janganlah kalian bertanya kepadanya."
Akhirnya mereka bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tentang roh. Untuk itu mereka berkata, "Hai Muhammad, apakah roh itu?" saat itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam masih tetap bertopang pada pelepah kurmanya seraya berdiri. Ibnu Mas'ud merasa yakin bahwa saat itu Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam sedang menerima wahyu. Setelah itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam membacakan firman yang baru diturunkan itu, yakni: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85) Maka berkatalah sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain, "Telah kami katakan kepada kalian, janganlah kalian bertanya kepadanya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Menurut lafaz Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini, dari Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, disebutkan bahwa ketika kami sedang berjalan bersama dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam di sebuah lahan pertanian — saat itu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berjalan dengan memegang pelepah kurma sebagai tongkatnya maka bersualah beliau dengan orang-orang Yahudi. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Tanyailah dia tentang roh." Salah seorang dari mereka berkata, "Apa perlunya kalian dengan dia?" Sebagian yang lainnya mengatakan, "Jangan sampai dia menghadapi kalian dengan sesuatu yang kalian tidak menyukainya." Mereka berkata, "Tanyailah dia tentang roh." Akhirnya mereka menanyai Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tentang roh. Tetapi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam diam, tidak menjawab sepatah kata pun terhadap mereka. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Saya menyadari bahwa beliau Shalallahu'alaihi Wasallam sedang menerima wahyu, maka saya diam di tempat." Setelah wahyu selesai, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam membacakannya, yaitu firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku.” (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat.
Konteks ayat ini jelas menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan di Madinah, diturunkan ketika orang-orang Yahudi menanyakan kepadanya tentang roh, sekalipun surat ini adalah surat Makiyyah.
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa barangkali ayat ini diturunkan di Madinah untuk yang kedua kalinya, sebelumnya memang ayat ini pernah diturunkan di Mekah. Atau barangkali makna yang dimaksud dari hadis di atas bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab pertanyaan mereka dengan membacakan ayat ini yang telah diturunkan sebelumnya, yaitu firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat.
Dan yang menunjukkan bahwa ayat tersebut diturunkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam di Mekah, ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam salah satu hadis yang diketengahkannya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria, dari Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah mengatakan kepada orang-orang Yahudi, "Berikanlah kepada kami sesuatu pertanyaan yang akan kami ajukan kepada lelaki ini." Orang-orang Yahudi menjawab, "Tanyailah dia tentang roh." Lalu orang-orang Quraisy bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tentang masalah roh. Maka turunlah firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan, melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85)
Orang-orang Yahudi berkata, "Kami telah diberi pengetahuan yang banyak, kami telah diberi kitab Taurat; dan barang siapa yang diberi kitab Taurat, sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak." Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu. (Al-Kahfi: 109), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la, dari Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ahli Kitab pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tentang roh, maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat. Mereka mengatakan, "Kamu menduga bahwa tidaklah kami diberi pengetahuan kecuali sedikit, padahal kami telah diberi kitab Taurat, dan kitab Taurat itu adalah hikmah." Mereka bermaksud seperti apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. (Al-Baqarah: 269) Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta) ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi). (Luqman: 27), hingga akhir ayat. Selanjutnya Ikrimah mengatakan bahwa pengetahuan yang telah diberikan kepada kalian yang membuat kalian diselamatkan oleh Allah dari neraka berkat pengetahuan itu. Maka hal itu adalah pemberian yang banyak lagi baik, tetapi hal itu menurut pengetahuan Allah dianggap sedikit.
Muhammad Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari salah seorang temannya, dari Ata ibnu Yasar yang mengatakan bahwa ayat berikut ini diturunkan di Mekah, yaitu firman-Nya: dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al- Isra: 85) Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, orang-orang alim Yahudi datang kepadanya dan bertanya, "Hai Muhammad, telah sampai kepada kami berita yang mengatakan bahwa engkau telah mengatakan: 'dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.' (Al-Isra: 85) Apakah yang engkau maksudkan adalah kami, ataukah kaummu sendiri?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Saya bermaksud kepada semuanya." Mereka berkata, "Sesungguhnya engkau telah membaca tentang kami, bahwa kami telah diberi kitab Taurat yang di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu." Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Hal itu menurut pengetahuan Allah dianggap sedikit, dan sesungguhnya Allah telah mendatangkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian mengamalkannya, tentulah kalian beroleh manfaat (yang banyak). Dan Allah menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Luqman: 27)
Para ulama berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini, seperti keterangan berikut:
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan roh ialah arwah Bani Adam.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat. Demikian itu terjadi ketika orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tentang roh. Mereka mengatakan, "Ceritakanlah kepada kami tentang roh. Bagaimanakah roh yang ada di dalam jasad disiksa, padahal sesungguhnya roh itu berasal dari Allah?" Saat itu belum pernah ada suatu wahyu pun yang diturunkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam mengenainya, maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak menjawab sepatah kata pun. Kemudian datanglah Malaikat Jibril dan menyampaikan wahyu kepadanya, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra: 85) Kemudian Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menyampaikan wahyu itu kepada mereka (orang-orang Yahudi), dan mereka mengatakan, "Siapakah yang menyampaikan hal itu kepadamu?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Jibril telah datang kepadaku menyampaikannya dari sisi Tuhanku." Mereka menjawab Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, "Demi Allah, tiada yang mengatakannya kepadamu melainkan musuh kami." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya. (Al-Baqarah: 97)
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah Malaikat Jibril. Demikianlah menurut Qatadah, dan Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Abbas menyembunyikan makna yang dimaksud dari ayat ini.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah malaikat yang sangat besar, yang besarnya sama dengan semua makhluk Allah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85) bahwa yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini ialah malaikat.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُرْس الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ رِزْقٍ أَبُو هُرَيْرَةَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنَا عَطَاءٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا، لَوْ قِيلَ لَهُ: الْتَقِمِ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَالْأَرَضِينَ بِلَقْمَةٍ وَاحِدَةٍ، لَفَعَلَ، تَسْبِيحُهُ: سُبْحَانَكَ حَيْثُ كُنْتَ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ars Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Rauq ibnu Hubairah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepada kami Ata, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia penah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seorang malaikat, kalau sekiranya diperintahkan kepadanya, "Telanlah langit tujuh lapis dan bumi (tujuh lapis) dengan sekali telan, " tentulah ia dapat melakukannya (karena tubuhnya yang sangat besar). Bacaan tasbihnya ialah, "Mahasuci Engkau yang layak dengan kesucian-Mu.”
Hadis ini berpredikat garib, bahkan dapat dikatakan berpredikat munkar.
Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepadaku Abdullah, telah menceritakan kepadaku Abu Marwan Yazid ibnu Samurah, dari orang yang menceritakan kepadanya, dari Ali ibnu Abu Talib Radhiyallahu Anhu sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. (Al-Isra: 85) Ali Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa roh adalah malaikat yang mempunyai tujuh puluh ribu muka, tiap-tiap muka mempunyai tujuh puluh ribu lisan, dan tiap-tiap lisan dapat mengucapkan seribu bahasa, Ia bertasbih kepada Allah dengan memakai semua bahasa itu. Allah menciptakan seorang malaikat dari tiap tasbih yang diucapkannya, lalu malaikat itu terbang bersama malaikat lainnya hingga hari kiamat. Asar ini garib lagi aneh.
As-Suhaili mengatakan, telah diriwayatkan dari Ali bahwa ia pernah mengatakan, "Roh adalah malaikat yang mempunyai seratus ribu kepala, tiap kepala mempunyai seratus ribu wajah, tiap wajah mempunyai seratus ribu mulut, dan setiap mulut mempunyai seratus ribu lisan; semuanya bertasbih menyucikan Allah dengan berbagai macam bahasa.
As- Suhaili mengatakan bahwa menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan roh ialah segolongan malaikat yang rupanya seperti manusia. Menurut pendapat lainnya lagi, roh adalah segolongan malaikat yang dapat melihat malaikat lainnya, tetapi para malaikat tidak dapat melihat mereka. Mereka sama halnya dengan malaikat bagi manusia (yakni tidak terlihat).
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي}
Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku." (Al-Isra: 85)
Artinya, hanya Allah sajalah yang mengetahuinya; dan hal itu termasuk sesuatu yang sengaja hanya diketahui oleh-Nya, tidak untuk kalian. Untuk itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا}
dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra: 85)
Yakni apa yang diperlihatkan-Nya kepada kalian dari pengetahuan-Nya tiada lain hanyalah sedikit saja, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang menguasai sesuatu dari pengetahuan-Nya melainkan menurut apa yang dikehendaki-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Dia. Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya pengetahuan kalian amatlah sedikit bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah. Dan apa yang kalian tanyakan tentang roh, hal ini merupakan suatu perkara yang hanya diketahui oleh-Nya. Dia tidak memperlihatkannya kepada kalian, sebagaimana Dia tidak memperlihatkan kepada kalian dari sebagian pengetahuannya melainkan hanya sedikit saja.
Dalam kisah Musa dan Khidir akan disebutkan bahwa Khidir memandang ke arah seekor burung pipit yang hinggap di pinggir perahu yang dinaiki keduanya, lalu burung pipit itu minum seteguk air dari sungai (laut) itu dengan paruhnya. Maka Khidir berkata, "Hai Musa, tiadalah pengetahuanku dan pengetahuanmu serta pengetahuan semua makhluk bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah, melainkan sama halnya dengan apa yang diambil oleh burung pipit ini dari laut itu dengan laut itu sendiri." Atau hal lainnya yang semakna. Karena itulah disebutkan pada akhir ayat ini oleh firman-Nya:
{وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا}
dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra: 85)
As-Suhaili mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa Allah tidak menjawab pertanyaan mereka karena mereka mengajukan pertanyaannya dengan nada ingkar. Menurut pendapat yang lainnya lagi Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawabnya.
As-Suhaili mengemukakan alasannya, bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku." (Al-Isra: 85) Yakni termasuk sebagian dari syariat-Nya. Dengan kata lain, masuklah kalian ke dalam agama-Nya, karena sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa tiada jalan untuk mengetahui masalah ini melalui keahlian ataupun filsafat. Sesungguhnya pengetahuan mengenainya hanya dapat diperoleh melalui syariat-Nya. Akan tetapi, alasan yang dikemukakan oleh As-Suhaili dan pandangannya ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Kemudian As- suhaili mengatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi pula sehubungan dengan definisi roh. Ada yang mengatakan bahwa roh itu adalah jiwa, ada pula yang mengatakan selain itu. Hanya As-Suhaili pada akhirnya menyimpulkan bahwa roh itu adalah suatu zat yang lembut seperti udara, ia beredar di seluruh tubuh bagaikan aliran air di dalam akar-akar pohon.
As-Suhaili menyimpulkan pula bahwa roh yang ditiupkan oleh malaikat ke dalam janin adalah jiwa, tetapi dengan syarat bahwa penggabungan roh tersebut dengan tubuh menimbulkan reaksi munculnya sifat-sifat yang terpuji atau sifat-sifat yang tercela. Oleh karena itu, jiwa itu ada yang diberi nama jiwa yang tenang (baik) atau jiwa yang labil yang selalu memerintahkan kepada keburukan.
As-Suhaili melanjutkan analisisnya, bahwa hal itu terjadi seperti halnya air yang menjadi kehidupan bagi pohon; kemudian setelah air itu menyatu dengan pohon, maka menghasilkan nama (istilah) tersendiri. Dengan kata lain, apabila air berada di dalam buah anggur, lalu diperas, maka air yang dihasilkan darinya dinamakan minuman perasan anggur atau dapat pula dijadikan sebagai khamr. Dalam keadaan seperti itu ia tidak dapat dikatakan sebagai air, melainkan dalam ungkapan kiasan.
Jiwa tidak dapat pula dikatakan sebagai roh, melainkan melalui ungkapan kiasan; sebagaimana tidak dapat pula dikatakan bahwa roh adalah jiwa, melainkan berdasarkan pertimbangan kausalitasnya.
Kesimpulan dari apa yang telah kami kemukakan ialah bahwa sesungguhnya roh itu adalah asal-usul jiwa. Jiwa adalah terbentuk akibat menyatunya roh dengan tubuh. Dengan demikian, istilah roh hanyalah dipandang dari salah satu aspeknya saja, bukan dari semua aspeknya.
Hal ini merupakan pendapat yang cukup baik.
Menurut kami, banyak kalangan ulama yang membahas masalah roh, yakni tentang hakikat roh dan ciri-ciri khasnya. Mereka menulis kitab-kitab yang menerangkan tentang masalah ini; diantaranya tulisan yang terbaik mengenai masalah ini dibuat oleh Al-Hafiz ibnu Mandah di dalam kitabnya yang berjudul Sami'nahu fir Ruhi.
*****
0 komentar:
Posting Komentar