AS SAWAAD AL A'ZHOM
(Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah)
Istilah As Sawaad Al A'zhom itu sudah ada sebelum kemunculan Wahhabi atau Salafi.
As Sawaad Al A'zhom itulah yang dimaksudkan dengan "kelompok yang terbesar" yakni kelompok As-sunnah Wal Jamaah (As Sunniyah) pada saat itu (masa salaf).
Ingat ... ADANYA "ISTILAH AS SAWAAD AL A'ZHOM" itu ada karena golongan mereka itu "BENAR-BENAR ADA" dan adanya tersebut untuk MEMBEDAKAN "AHLUS SUNNAH WAL JAMAA'AH" terhadap KELOMPOK YANG MEMECAH DIRI (FIRQOH) dalam 72 golongan pada saat itu.
Jadi, mana mungkin As-Sunniyah sebagai wujud As Sawaad Al A'zhom yaitu Yang Selamat dan berpredikat Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah itu, saat ini tidak lagi ada hanya gara-gara telah muncul satu firqoh yang kita namakan WAHHABI atau mereka sendiri menamainya SALAFI.
Kelompok yang Mengambil cara pandang Muhammad bin ʿAbdu Al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M).
Muhammad bin ʿAbdu Al-Wahhāb dipengaruhi oleh:
· Ibnu Taymiyyah
· Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. · Imam Ahmad Bin Hanbal.
Muhammad bin ʿAbdu Al-Wahhāb mempengaruhi :
· Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz.
· Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin.
· Muhammad Nashiruddin Al-Bani.
Dan dengan SANGAT NGAWUR menilai para pengikut 4 madzhab sebagai golongan yang bukan dari ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah lagi !? Padahal Wahhabi - Salafi, mereka ini baru ada pada kurun 200 Tahunan yang lalu (sebut : baru muncul kemaren sore) ? JADI DIMANA LOGIKANYA !?
*
Tahun 1924 muncul Kelompok yang Berbeda dengan Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah. Mereka melarang DZIKIR BERSAMA.
http://www.youtube.com/shorts/ChrZtwFTWJk
WAHHABI - GHUROBAA'
HADITS 'ISLAM YANG ASING'
Hadits keterasingan Islam yang dimaksud, tertuang dalam Shahih Muslim dari Abi Hurairah yang berbunyi:
إنّ الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ، فطوبى للغرباء
“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing”
Merujuk pada sejarah Islam awal, keadaan asing yang dimaksud cukup beralasan. Nabi diutus dengan ajaran tauhid di tengah masyarakat yang mayoritas menyembah banyak berhala. Islam datang dengan ajaran-ajaran yang sebagian besarnya asing di telinga masyarakat. Keadaan asing yang dimiliki oleh islam awal ini cocok digambarkan dengan hadits di atas.
1. ASING DALAM KEBENARAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG BATHIL : PARA 'ULAMA'
Dengan mencerna riwayat Sahl bin Sa’d al-Sa’idi. Berdasar riwayat tersebut, ada penambahan kalimat tanya yang berbunyi,
“Siapakah mereka yang asing itu?” Rasul menjawab, “orang-orang yang mengadakan perbaikan di tengah manusia yang berbuat kerusakan”.
Tidak untuk mendukung kejahatan atau Melaggar Hak Manusia. Pastinya tidak dibenarkan melakukan PERBAIKAN dengan PENGRUSAKAN seperti aksi jahat atau fitnah.
2. ASING DALAM KEBATILAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG BURUK : KAUM MU'MININ.
Dari riwayat Amr bin ‘Ash. Ketika Rasulullah Saw ditanya perihal orang asing yang beruntung tersebut, Rasulullah Saw menjawab,
“Mereka (orang asing) adalah orang-orang shalih di tengah-tengah mayoritas masyarakat yang buruk. Masyarakat yang membangkang orang-orang shalih, lebih banyak dari yang menaatinya”.
3. KAUM SHUFI
Yang juga menarik adalah jika memaknai “ORANG ASING” sebagaimana riwayat Imam Baihaqi yang mengisahkan dialog antara Umar bin Khattab dan Mu’adz bin Jabal.
Mu’adz menceritakan pada Umar satu hadits dari Rasulullah Saw yang berbunyi:
“Allah mencintai orang-orang yang tersembunyi, takwa, dan suci. Ketika mereka tidak ada, masyarakat tidak merasa kehilangan; ketika mereka ada, masyarakat tidak menyadari. (Namun demikian) Hati mereka (seperti) lampu-lampu hidayah, mereka keluar (menjauh) dari fitnah”.
Gambaran di atas sangat identik dengan LAKU PARA SUFI. Low profile, tidak menonjolkan diri, hidup damai, dan tentram. Jauh dari hingar-bingar kehidupan duniawi.
Sebenarnya, hadits tersebut juga sama sekali tidak berisi perintah untuk mengasingkan diri. Untuk jauh dari kerumunan. Di banyak kesempatan justru sebaliknya, kita diminta untuk ambil peran dalam kehidupan masyarakat. Umat Islam diminta menjadi UMMATAN-WASATHAN.
Secara LITERAL berarti umat yang berada di tengah. Namun, secara KONTEKSTUAL adalah umat yang senantiasa mengambil peran.
KESIMPULANNYA :
• ASING BUKANLAH dipahami sebagai yang teralienasi. Yang asing dan tidak familiar, itulah Islam yang sejati.
• KETERASINGAN tidak serta merta dimaknai sebagai sesuatu yang Islami.
Salah besar jika ada anggapan “semakin asing seseorang, semakin ia dekat dengan Islam”. Bukan begitu!
• Apa pun yang digunakan untuk memaknai “orang asing”, tidak ada satupun yang bisa menjadi alasan pembenaran untuk pelaku kejahatan kemanusiaan.
JANGAN MENEMPATI AREA KETUHANAN
Tidaklah seseorang boleh mengatakan tentang kondisi hati seseorang, apalagi hal tersebut adalah hal yang menyangkut masalah-masalah yang pengetahuan gaib. Dimana hal tersebut sebenarnya hanya diketahui oleh Allah yang Maha Mengetahui dan benar-benar merupakan AREA KETUHANAN SEMATA. Termasuk di dalamnya tentang Rahasia Hati masalah kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, tentang balasan surga dan neraka adalah merupakan satu urusan yang hanya Allah yang berhak.
Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan memperkatakan dan mendahului hal tersebut. Jangan sampai mengatakan atau menvonis tentang kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan seseorang bilamana ia telah bersyahadat, termasuk diterima dan tidak diterimanya amal seseorang dan sebagainya.
Tidak seorangpun manusia yang dapat atau diperbolehkan untuk mengurusi hati manusia lainnya, tidak terkecuali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak pernah mengatakan atau mengungkap dan memperkatakan tentang kemunafikan hati seseorang walaupun beliau memahami atau mengetahui melalui Wahyu.
Dan beliau juga pernah mengatakan bahwa aku tidak diutus untuk mengurus hati orang lain tapi aku diutus untuk mengurusi syariat.
Dan ingatlah betapa beratnya nanti diharu berhisab, ketika dia ditanya dan dituntut untuk membuktikan apa-apa yang ia tuduhkan kepada seseorang, kepada sekelompok orang, dan apalagi terhadap kelompok yang sangat besar di mana ia harus membuktikan satu persatu tentang apa yang dituduhkan kepada seseorang mereka.
Seperti tentang kemusyrikan hati seseorang atau kekafirannya atau kemunafikannya.
Bisa kita ambil hikmah untuk kejadian di mana salah seorang diantara sahabat Rasulullah yang membunuh seorang kafir di di saat peperangan di mana orang kafir tersebut sempat mengucapkan kalimat Asyhadu Alla Ilahailallah wa Asyhadu anna Muhammad Rasulullah maka sahabat tersebut ternyata membunuhnya hal tersebut akhirnya diketahui oleh Rasulullah.
Dan Rasulullah bertanya kepada dia, apakah yang membuat engkau membunuhnya sedangkan ia mengucapkan kalimat syahadat ?
Maka dijawab oleh sahabat itu bahwa ia mengucapkan syahadat karena hanya ingin terbebas dari seranganku".
Kemudian Rasulullah menanyakan kembali kepadanya, "Apakah engkau tahu hatinya?" Kemudian sahabat itu menjawab, "tidak!"
Kemudian Rasulullah menanyakan kembali kepadanya, "Apakah kau tidak membelah dadanya untuk mengetahui isi hatinya ?
Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya, "Lalu dari alasan mana kau membunuhnya ? Sedangkan kau tidak mempercayai lisannya dan tidak pula kau mempercayai hatinya ?
SEPERTI HADITS DIBAWAH INI ....
“Hai 'Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaha Illallah?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya ingin mencari perlindungan diri saja, sedangkan hatinya tidak meyakini hal itu.” Beliau bersabda lagi, “Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaha illallah?” Ucapan itu terus menerus diulang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saya mengharapkan bahwa saya belum masuk Islam sebelum hari itu.” (HR. Bukhari no. 4269 dan Muslim no. 96).
Dari Abu ‘Abdillah Thariq bin Asy-yam, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada yang berhak disembah selain Allah) dan mengingkari setiap yang diibadahi selain Allah, maka harta serta darahnya haram. Sedangkan hisabnya adalah terserah kepada Allah.” (HR. Muslim no. 23)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ ». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلاَحِ. قَالَ « أَفَلاَ شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لاَ ». فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَىَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى أَسْلَمْتُ يَوْمَئِذٍ
“Bukankah ia telah mengucapkan laa ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengucapkan itu semata-mata karena takut dari senjata.” Beliau bersabda, “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?” Beliau mengulang-ngulang ucapan tersebut hingga aku berharap seandainya aku masuk Islam hari itu saja.”
Ketika menyebutkan hadits di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari kalimat “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?”
Adalah kita hanya dibebani dengan menyikapi seseorang dari lahiriyahnya dan sesuatu yang keluar dari lisannya. Sedangkan hati, itu bukan urusan kita. Kita tidak punya kemampuan menilai isi hati. Cukup nilailah seseorang dari lisannya saja (lahiriyah saja). Jangan tuntut lainnya. Lihat Syarh Shahih Muslim, 2: 90-91.
TULISAN INI BUAT ORANG-ORANG SUKA YANG MENGKAFIRKAN DAN MEMUSYRIKAN SAUDARA SEIMAN YANG MELAKUKAN IBADAH, BERISTIGHOTSAH, BERTAWASSUL DAN BERZIARAH KE MAQOM AWLIYAA' . BAGAIMANA MEREKA TAHU "URUSAN HATI" SEDANG MEREKA TIDAK PERNAH BERKUMPUL BERSAMA YANG MEREKA KAFIR DAN MUSYRIKKAN ?
DAN SATU PERTANYAANKU UNTUK MEREKA ...
"SANGGUPKAH KALIAN MENGHADAPI PERTANYAAN DAN TUNTUTAN PEMBUKTIAN ATAS BANYAK ORANG YANG KAU TUDUH DENGAN KEMUSYRIKAN DAN KEKAFIRAN MEREKA DI YAWMIL CHISAAB NANTI ?"
Tahukah kalian apa akibatnya bagi orang-orang yang melampaui Allah dan Rosulullooh Shallalloohu 'Alayhi Wasallam ? Bukankah urusan hati itu DOMAIN ALLAH SEMATA ? Ataukah kalian benar-benar memahami ISI HATI MANUSIA ???
FIQIH DAN SYARI'AT itu Ranah Dhohiriyyah/Lahiriah semata ! Dan adapun Ampunan dan Siksaan, Syurga dan Neraka, Kafir, Musyrik dan Munafiq, Serta Diterima atau Tak Diterimanya Amaliah seseorang itu BUKANLAH KEWENANGAN MANUSIA TAPI CHAQQ ALLAH TA'AALA 'AZZA WA 'ALAA. Maka itu tetaplah sebagai Hamba Allah dan Janganlah memposisikan diri MENJADI TUHAN LAIN SELAIN ALLAH .... Apakah kalian tak menyadarinya ?
LABELING WAHHABI SEBAGAI SALAFI ?
Imam Madzhab Itu As Salaafiyyuun
Imam Hanafi Maliki Syafii Hanbali itulah As Salaafiyyuun
Pengikut beliau juga As Salaafiyyuun.
Dan kita mengatakan As Salaafiyyuun Ash Shoolich (Para Salaf yang Saleh)
Orang atau Kaum yang terdahulu seperti kaum Syiah Rofidhoh, Khowaarij dan Mu'tazilah serta kaum Mujassimah dan Jahmiyyah juga As Salaafiyyuun namun kita menamakan mereka dengan As Salaafiyyuunas Suu' (Para Salaf yang buruk)
Jika mereka mengakui salah satu dari As Salafiyyun yang ada maka pastilah meraka mengaku atau mengiktibar kepada diantara satu dari Kaum Salaf itu.
• Boleh Al Hanaabilah atau Pengikut Imam Hambaliy
• Boleh Al Hanfiyyah atau Pengikut Imam Hanafiy
• Boleh Asy Syaafi'iyyah atau Pengikut Imam Syafi'iy
• Boleh Al Malikiyyah atau Pengikut Imam Malikiy
• Boleh lainnya yaitu Rofidhiy, Jahmiy atau lainnya.
SALAFI yang sebernarnya tidak lain pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhaab ya sudah pasti sebutannya WAHHABIYYAH.
Wahhabi dimana mereka berimam kepada Muhammad ibn Abdul Wahhaab An Najdi yang mengambil pemikiran Ibn Taymiyyah dan Al Jawzi ini pada kemudiannya di pimpin oleh Utsaymin dan Albani serta beberapa lainnya dari pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhaab.
Penisbatan AS-SALAAF adalah sesuatu yang tidak dijelas arah dan maksudnya, sehingga hal itu tertolak dan tidak sahih. Karenanya lebih pantas menyebut dirinya dengan Wahhabiyyah.
Ya, jika penisbatan atau penetapan Assalaf adalah sesuatu yang dikaitkan dengan WAKTU, maka kemunculan mereka tak berkesesuaian dengan waktu, dimana mereka termasuk golongan yang baru muncul di kurang lebih 200 tahun terakhir. Maka pengakuan dengan LABEL SALAFI SECARA MUTHLAQ adalah Tidak tepat alias Salah Nisbat dan Iktibaar. Dan sudah semestinya menggunakan LABEL KHUSUS KEMANA MEREKA BERKIBLAT PEMIKIRAN yaitu MADZHAB BARU "Madzhab Muhammad ibn Abdul Wahhaab" , karena telah jelas-jelas berpandu kepada pola yang diazaskan pada pemikirannya. WAHHABI WAHHABI ! KAMU ITU BERMADZHAB WAHHABIYYAH !
Sedangkan ASSALAF YANG ASLI hanyalah mereka yang hidup di kurun 200 hingga 250 tahun setelah Hijriyyah, yaitu kurunnya para shahabat yaitu Tabi'iin' , Tabi'ut Taabi'iin yang tak lain hanyalah kurunnya para Ulama Terdahulu dan diantaranya Para Imam Madzhab.
LABELING WAHHABI SEBAGAI AHLUL CHADITS ?
Para imam madzhab itu ahlul chadiits. Namun Ahlul Chadiits tidak terkhusus pada imam madzhab saja, seperti Imam Bukhori dan Imam Muslim itu juga ahlul chadiits.
Lalu apakah wahhabi adalah ahlul chadiits ?
Ahlul chadiits itu adalah perkara yang panjang dalam tarikh muchadditsiin dalam sejarah Islam. Ahlul chadist adalah mereka yang bersungguh-sungguh mengumpulkan chadits-chadits Nabi SAW. Dan mereka senantiasa bersibuk-sibuk menghabiskan waktu mereka untuk urusan chadits, baik menghafalkan atau menyusun atau mengkaji atau menguji Chadits seperti Righod/Perawi, 'Ilal, Ithrof, Ta'dil dan sebagainya serta berkumpul bersama para banyak bekerja dalam urusan ini.
Sebagian ahlul bayt itu ahli chadits, para Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali juga ahli chadits. Kebanyakan ahlul chadits dari kalangan Pengikut atau Bermadzhab Syaafi'ii dan sebagian kecil dari beliau yang bermadzhab Hanafi , Maliki dan Hanbali. Dan ketahuilah bahwa Imam Sakhowi, Imam Ibnu Chajar, Baychaqi, Imam Syaafi'i, Imam Muchammad Ibn Nashr Al Marwazi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Ulama Ahlul Chadits dan beliau semua itu BUKANLAH PENGIKUT PENGIKUT ataupun BERFAHAMAN WAHHABI.
Beliau beliau itu yang terbanyak adalah dari KALANGAN ASY-SYAAFI'II. Bahkan Dalam kitab AL INSHOOF FII AL BAYAANI AL IKHTILAAF berkata Al Waliyu Ad-Dahlawi, "Tidaklah boleh ahlul chadiits dikuasai selain dari Kalangan Asy-Syaafi'ii". Ya demikian itu karena sejarah membuktikan bahwa Penguasaan Ilmu Chadits, Kiprah Dan Kekokohan Kebenaran dalam urusan Al Chadits ada di kalangan Asy-Syaafi'ii".
BAHAYA WAHHABI TUKANG MEMUSYRIKKAN & MENGKAFIRKAN UMMAT ISLAM.
Dalam tulisan Dr. Sholih Fauzan dari golongan sebenar-benar Ulama Besar Wahhabi, ia telah mengatakan Dalam Kitabnya, "Jika tidak mengikuti AQIDAH WAHHABI, maka ia telah kafir dan Ahli Bid'ah". Dikatakannya lagi, "Bahwa Orang MUSYRIK SALAF itu ada 3 Golongan yaitu Al Jahmiyyah, Mu'tazilah (Syi'ah) dan Asy-Syaa'iroh (Jumhur Muslimin Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah)"
Ini sana artinya MENGANGGAP SELURUH MANUSIA MUSYRIK !!??.
(Padahal Imam Madzhab dan Pengikut Madzhab seluruhnya kebanyakan adalah ber-Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah yakni Aqidah Asy-Syaa'iroh (Imam Abul Chasan Al Asy'ariy) dan juga Al Maturidiyyah. Dan Mu'tazilah dan Al Jahmiyyah adalah Aqidah selain Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah. Adalah 3 golongan terbesar dari Ummat Islam. Jika wahhabi memusyrikkan mereka, maka itu sama artinya memusyrikkan dan mengkafirkan semua Ummat Islam.)
Bahwa Ibnul Qoyyim yang sama dengan Perkataan Dr. Sholih Fauzan mengatakan, "Siapa saja yang menta'wil shifat shifat Allah adalah kafir lebih berat kekafiran mereka daripada orang orang musyrikin"
Betapa "MENGERIKANNYA CORAK KEYAKINAN" yang didakwahkan oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Pengikut-Pengikutnya ini. Sehingga dari sejak beberapa ratus tahun yang lalu, KH HASYIM ASY'ARIY (Kakek Buyut Gus Dur) telah menyuarakan PENENTANGAN terhadap pembaharu yang bertentangan dengan Fiqih Madzhab dan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah. Dan kitapun wajib memelihara Generasi kita dari FAHAMAN WAHHABI ALIAS SALAFI PALSU INI. Karena bahayanya adalah KEMBALINYA AKIBAT MENYESAT DAN MENGKAFIR MUSYRIKKAN ITU ADALAH SESAT KAFIR DAN SESAT DIRINYA SENDIRI. Na'uudzu Billaah Min Dzaalik.
Bagi yang belum terpengaruh oleh aqidah dan madzhab wahhabi dan telah kokoh dengan Fiqih Madzhab dan Aqidah Terbesar Asy'ariyyah (Asy-Syaa'iroh) yang telah sejak lama ada sebaiknya memperteguhnya lagi ! Adapun yang sudah terlanjur Meyakini Aqidah & Madzhab Wahhabi atau Salafi Palsu, hendaknya "MODERAT" dalam belajar dan MAU MEMPELAJARI & MEMBANDINGKAN DENGAN SEKSAMA MENDALAM LAGI. Agar dengan begitu dapat PETUNJUK YANG PALING BENAR (CHAQQ). BERHATI-HATILAH DENGAN NAJED (2 TANDUK SYETHAN) YANG TAK DAPAT DOA BERKAH DARI NABI SAW.
LELAKI PEMROTES NABI DAN KHAWARIJ
Jumat, 12 Januari 2018
Cikal bakal Khawarij berasal dari seorang laki-laki pemrotes Nabi. Sepulang dari fath Makkah, Nabi dan pasukan mengepung kabilah Hawazin dan terlibat perang di lembah Hunain. Nabi mendapat rampasan perang yang banyak: 4.000 ons perak, 24.000 ekor unta, dan 40.000 ekor kambing. Nabi transit di di lembah Ji’ranah dan membagikan sebagian perak yang disimpan Bilal.
Tiba-tiba datang seorang lelaki dan menegur Nabi: “Hai Muhammad, berlakulah adil!” Nabi murka dan menjawab: “Celaka. Kalau saya saja tidak adil, lantas siapa yang adil! Seandainya saya tidak adil, niscaya kamu buntung dan rugi!” Umar marah dan minta izin membunuh lelaki itu. Nabi menolak dan berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari perkataan orang-orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Orang ini dan pengikutnya kelak membaca al-Qur’an tetapi tidak sampai kerongkongannya. Mereka keluar dari agama, seperti lepasnya anak panah dari buruannya.”
Cerita ini berasal dari hadis sahih riwayat Muslim. Di dalam Kitâb al-Zakât, Imam Muslim meriwayatkan hadis serupa dari berbagai jalur dan perbedaan matan (Shahîh Muslim bi Syarh an-Nawâwî, Vol. 7. Beirut: ad-Dâr al-Tsaqâfiyah al-Arabiyah, 1929, h. 157-160). Siapa lelaki pemrotes itu? Dari riwayat ini belum jelas, tetapi peristiwanya terjadi pada tahun 8 H.
Kronologi serupa diceritakan Ibn Hisyam dalam Sîrah-nya. Redaksi yang digunakan Ibn Hisyam adalah “kelak dari jenis laki-laki ini lahir sekelompok orang yang berlebih-lebihan dalam agama sehingga keluar dari agama (يتعمقون فى الدين حتى يخرجوا منه).” (Ibn Hisyâm, as-Sîrah an-Nabawiyyah, Beirût: Dâr Ibn Hazm, 2001, h. 590-91).
Dalam riwayat lain, Nabi membagikan emas mentah yang dikirim Ali RA dari Yaman. Emas itu dibagikan kepada empat orang, yaitu Uyaynah ibn Badr, Aqra’ ibn Hâbis, Zaid al-Khail, dan Alqamah ibn ‘Ulatsah atau Amir ibn Thufail. Lalu salah seorang sahabat memprotes: “Kami lebih pantas menerimanya ketimbang mereka.”
Ucapan ini sampai kepada Nabi dan beliau berkata: “Apa kalian tidak mempercayaiku padahal aku ini kepercayaan langit, yang mendatangiku dengan kabar (wahyu) tiap pagi dan petang?” Kemudian berdiri seorang laki-laki yang cekung matanya, menonjol pipi dan dahinya, lebat jenggotnya, plontos kepalanya dan cingkrang celananya, dan berkata: “Hai Rasulullah, takutlah kepada Allah.” Nabi menjawab: “Celaka. Bukankah aku ini penduduk bumi yang paling berhak untuk takut kepada Allah?”
Lelaki itu berpaling dan berkata Khalid ibn Walid: ”Wahai Rasulullah, izinkan aku menikam lehernya.” Nabi menjawab: “Jangan, barangkali dia salat.” Khalid menukas: “Banyak sekali orang shalat yang mengucap sesuatu yang berbeda dengan hatinya.” Nabi berkata: “Sungguh aku tidak diperintah untuk menyelidiki hati manusia dan membedah isi perutnya.”
Nabi kemudian menatap lelaki itu yang menyingkir dan berkata: “Sungguh akan keluar dari jenis lelaki ini suatu kaum yang lancar membaca Kitabullâh tetapi tidak sampai kerongkongannya. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya.” Abu Said al-Khudri mendengar samar-samar Rasulullah berkata: “Jika aku jumpai mereka, akan aku perangi mereka seperti kaum Tsamud.”
Riwayat ini muttafaqun ‘alaih, tercantum dalam Shahih Bukhârî Kitâbul Maghâzî dan Shahîh Muslim Kitâbuz Zakât. Siapa lelaki pemrotes itu? Namanya belum tersebut, tetapi ciri-cirinya digambarkan lebih rinci. Peristiwanya terjadi pada tahun 9 Hijriah setelah peristiwa Hunain, menjelang pelaksanaan Haji Wada’. Nama lelaki itu muncul dalam hadis lain yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dengan sedikit perbedaan redaksi:
عن أبي سعيد قال بينا النبي صلى اللّه عليه وسلم يقسم جاء عبد اللَّه بن ذي الخويصرة التميمي فقال « اعدل يا رسول اللّه » فقال « ويلك ومن يعدل إذا لم أعدل » قال عمر بن الخطّاب « دعني أضرب عنقه » قال « دعه فإنّ له أصحابا يحقِر أحدكم صلاته مع صلاته وصيامه مع صيامه يمرقون من الدّين كما يمرق السّهم من الرّميّة ينظر في قذذه فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نصله فلا يوجد فيه شيء ثمّ ينظر في رصافه فلا يوجد فيه شيء ثمّ ينظر في نضيّه فلا يوجد فيه شيء قد سبق الفرث والدم آيتهم رجل إحدى يديه أو قال ثدييه مثل ثدي المرأة أو قال مثل البضعة تدردر يخرجون على حين فرْقة من النّاس » قال أبو سعيد « أشهَد سمعت من النّبيّ صلى اللّه عليه وسلم وأشهد أنّ عليّا قتلهم وأنا معه جيء بالرجل على النعت الّذي نعته النبيّ صلّى اللّه عليه وسلم » قال فنزلت فيه ومنهم من يلمِزك في الصّدقات (متفق عليه).
Dari Abu Said, berkata: “Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW yang membagi-bagikan (ghanîmah), datang Abdullah ibn Dzil Khuwaishirah at-Tamimi dan berkata: “Wahai Rasulullah, berlakulah adil.” Rasulullah menjawab: “Celaka! Siapa bisa adil kalau saya saja tidak adil.” Kemudian ‘Umar ibn Khattab berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan saya penggal lehernya!” Nabi menjawab: “Biarkan dia. Kelak dia akan punya banyak pengikut yang shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Maka ketika diperiksa ujung panahnya, tidak ditemukan apa-apa. Diteliti batang panahnya, tidak ditemukan apa-apa. Diselidiki bulu anak panahnya, tidak ditemukan apa-apa. Anak panah itu menembus kotoran dan darah. Ciri-ciri mereka adalah lelaki yang salah satu lengan atasnya atau dadanya bagaikan payudara wanita atau terdapat segumpal daging kenyal yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul saat terjadinya perpecahan manusia.”
Abu Sa’id berkata: “Saya bersaksi bahwa saya mendengar hadits ini dari Rasulullah SAW dan saya bersaksi bahwa ‘Ali ibn Abu Thalib memerangi mereka, dan saya bersamanya saat didatangkan seorang laki-laki yang disebutkan ciri-cirinya oleh Rasulullah SAW.” Kemudian turunlah ayat: ”Dan di antara mereka ada yang mencelamu dalam pembagian zakat.” (HR Bukhari-Muslim)
Hadis ini tercantum dalam Shahîh Bukhâri Kitâb Istitâbatil Murtaddin wal Mu’ânidîn dan Shahîh Muslim Kitâbuz Zakât. Ibn Hajar al-Asqalâni memastikan bahwa dua peristiwa protes—dengan latar belakang ghanîmah Hunain dan emas kiriman Ali dari Yaman—adalah dua peristiwa berbeda, yang boleh jadi melibatkan aktor yang sama (Ibn Hajar al-Asqalâni, Fathul Bârî, Vol. 12, Beirut: Dâr Ihyâ-it Turâts al-Araby, 1988, h. 244; Vol. 8, h. 55).
Lelaki pemrotes itu, yang diramalkan Nabi pada tahun 8-9 H, kelak menjadi Khawarij yang muncul sebagai firqah agama dan politik pada tahun 37 H selepas Perang Shiffin. Mereka yang protes terhadap keputusan Ali RA yang menerima arbitase (tahkîm) menggemakan kalimat lâ hukma illa lillâh dan keluar dari barisan Ali RA. Semua pihak yang terlibat tahkîm, baik dari kubu Ali maupun Mu’awiyah, dicap kafir dan halal darahnya.
Tiga tahun setelah itu, Ali ibn Thalib ditikam oleh Abdurrahman ibn Muljam, anggota Khawârij, dan wafat selepas itu. Khawârij juga mengincar Mu’awiyah, tetapi gagal melakukan eksekusi.
Khawârij dan Ciri-cirinya
Abdullah ibn Dzil Khuwaishirah, nama lainnya adalah Hurqûsh ibn Zuhair as-Sa’dy, digambarkan sebagai lelaki saleh. Berbagai riwayat sahih menggambarkan lelaki bani Tamim ini satu klan dengan Muhammad ibn Abdul Wahab at-Tamimi—pendiri Wahabi, dengan sejumlah ciri fisik: cekung matanya (غائر العينين), menonjol tulang pipi dan dahinya (مشرف الوجنتين ناشز الجبهة), lebat jenggotnya (كث اللّحية), plontos kepalanya (محلوق الرّأس), dan cingkrang celananya (مشمّر الإزار).
Dari jenis lelaki ini kelak lahir para ahli ibadah, yang membasahi bibirnya dengan bacaan al-Qur’an (يتلون كتاب اللَّه رطبا) sehingga dikenal sebagai al-Qurra’ (القراء). Ibadah mereka tekun, tangannya kapalan. Di antara dua matanya terdapat tanda bekas sujud (بين عينيه اثر السجود). Kata Rasulullah, “bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, salat kalian tidak ada apa-apanya dibanding salat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa mereka.”
Namun, kesalehan itu sirna karena mereka merasa paling saleh. Mereka membaca al-Qur’an dan menyangka al-Qur’an hujjah bagi mereka, padahal hujjah terhadap mereka (يقرءون القرآن يحسبون أنه لهم وهو عليهم). Mereka seburuk-buruk makhluk Allah (شرار خلق الله), kata Ibn Umar.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis, Rasulullah pernah menyuruh para sahabat utama: Abu Bakar, Umar, dan Ali untuk membunuh seorang laki-laki yang kondang ibadah, tetapi ujub dengan ibadahnya. Mereka juga merasa paling benar dan mengukuhi pendapat sendiri (يستبدون برايهم). Yang tidak sejalan dengan mereka dituding sesat dan kafir. Pengikutnya berasal dari anak-anak muda belia yang cekak akalnya. Mereka mengucapkan sebaik-baik perkataan manusia, tetapi tidak menyelami maknanya. Sabda Nabi:
سيخرج في آخر الزّمان قوم أحداث الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من خير قول البريّة يقرءون القرآن لا يجاوز حناجرهم يمرقون من الدّين كما يمرق السّهم من الرّميّة فإذا لقيتموهم فاقتلوهم فإِنّ في قتلهم أجرًا لمن قتلهم عند اللَّه يوم القيامة (رواه مسلم).
“Akan muncul di akhir zaman sekelompok anak-anak muda belia yang cekak akalnya, mengucapkan sebaik-baik perkataan manusia. Mereka membaca al-Qur’an tetapi tidak sampai kerongkongannya. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Jika kalian jumpai mereka, perangilah mereka karena memerangi mereka ada pahala di sisi Allah di hari kiamat.” (HR Muslim)
Ciri lainnya adalah berontak terhadap pemimpin. Kata Ibn Hajar, mereka disebut Khawârij karena keluar dari ketaatan kepada pemimpin (يخرجون من طاعة الامام), kemudian meninggalkan mereka dan jamaah (تركوا الائمة وخالفوا الجماعة). Awalnya adalah protes terhadap kebijakan pemimpin seperti dilakukan Dzil Khuwaishirah kepada Nabi. Giliran berikutnya berontak terhadap pemimpin seperti dilakukan Abdullah ibn al-Kawwa’ dan gerombolannya kepada Ali RA.
Mereka meninggalkan Ali RA dan pasukan menuju lembah yang dinamakan Harûrâ. Apa alasan pemberontakan itu? Ulil Amri dituduh meninggalkan hukum Allah berdasarkan pengertian mereka yang sempit. Dulu Dzul Khuwaishirah menuduh Nabi tidak adil, penerusnya menuduh menantu Nabi (Ali RA) mencampakkan Kitabullâh karena menerima tahkîm.
Ciri Khawarij berikutnya adalah gemar memakai ayat yang turun untuk orang kafir untuk “memukul” orang mukmin (انطلقوا الى ايات نزلت فى الكفار فجعلوها على المؤمنين). Mereka, misalnya, menggunakan ayat: ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون والظالمون والفاسقون (QS. al-Mâidah/5: 44,45,47) untuk mengafirkan Ali RA karena menerima tahkîm. Ali dengan enteng menjawab: كلمة حق يراد بها الباطل (kalimat benar dimaksudkan salah). Mereka menjustifikasi al-Qur’an sebagai tameng untuk makar terhadap Ulil Amri yang tidak sejalan. Berontak terhadap kekuasaan yang sah, yang tidak nyata tiran dan maksiat, merupakan ciri khas Khawârij.
Jadi, Khawarij memang tercatat dalam sejarah Islam. Cikal bakalnya telah ditandai Nabi pada tahun 8-9 H, tetapi wujudnya baru menjelma pada tahun 37 H. Sebagai entitas sejarah, dia telah lenyap, tetapi ciri dan karakternya bisa ditemukan sepanjang zaman. Mereka adalah sekelompok ahli ibadah yang berlebihan dalam agama (الغلو في الديانة والتنطع في العبادة) sehingga malah kehilangan inti agama. Pendahulu Khawarij, Dzul Khuwaishirah, digambarkan berjenggot tebal, bercelana congklang, berdahi hitam—tanda-tanda kesalehan bagi anggapan sebagian orang. Namun, Nabi justru melaknatnya sebagai pendahulu seburuk-buruk makhluk (والخليقة شر الخلق).
Penerus Dzul Khuwaishirah digambarkan sebagai sekumpulan ahli ibadah. Bacaan al-Qur’an, shalat, dan puasa mereka tidak ada bandingannya, tetapi Nabi justru memerintahkan kita memerangi mereka. Kenapa? Karena mereka membajak Islam untuk membela nafsu mereka memonopoli kebenaran. Khawârij adalah penduhulu kelompok takfîri. Hukum Allah diringkus dalam tafsir mereka yang sempit. Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah dalam pengertian mereka—dicap sesat, kafir, dan boleh diperangi.
Doktrin mereka subversif. Ulil Amri yang tidak menerapkan hukum Allah, dalam tafsir mereka yang sempit itu, boleh dirongrong dan digulingkan. Selain pendahulu kelompok takfîri, Khawarij adalah pendahulu tradisi bughat dalam sejarah Islam. Al-Qur’an memerintahkan orang beriman untuk taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah dan Ulil Amri (an-Nisa’/4: 59).
Taat kepada Ulil Amri bersifat muqayyad, artinya tidak sama dengan membeo dan menjilat. Kritik perlu, tetapi kritik tidak sama dengan makar. Oposisi loyal penting, tetapi bughat tidak dibenarkan dalam Islam.
Apakah kita temukan ciri-ciri Khawârij zaman now? Tengoklah kanan-kiri dan periksa diri kita sendiri. Mudah-mudahan kami, kalian, dan kita semua tidak termasuk golongan yang dilaknat Nabi sebagai seburuk-buruk makhluk itu. Wal ‘iyâdhu billâh.
WAHHABI - LOGIKA BERMADZHAB
A. Kami tidak mengambil madzhab, ini perkataan wahhabi salafi ! Bermadzhab adalah fanatisme !
B. Kami hanya mengambil yang baik-baiknya perkataan para imam madzhab, ini perkataan Majlis Tarjih Muhammadiyah.
C. Kami cenderung mempelajari dan mengambil fiqh Imam Achmad karena Imam Achmad Ahli Chadits. Dan itupun setelah kami telaah apakah sesuai dengan Al Qur-aan dan As Sunnah. Kami mengikuti apa yang difahami oleh para sahabat Nabi. Dan ini juga perkataan para pengikut Salafi Wahhabi.
TANGGAPAN SAYA :
1. Apakah mereka fikir atau anggap bahwa para Imam madzhab saling bertentangan dengan pendapat itu saling menyalahkan ?
Maka pasti jawabannya TIDAK ! Mereka para imam madzhab tidaklah saling bertentangan pada masalah masalah furu'iyyah dalam agama. Dan tidak pula bermusuhan dalam urusan itu. Bahkan mereka saling menghargai satu sama lainnya dalam hal pendapat pendapat mana yang mereka pilih berdasarkan pertimbangan Al Qur-aan dan As Sunnah.
Lalu bagaimanakah kaum wahhabi salafi beranggapan bahwa hal itu dinilai sebagai yang menimbulkan perpecahan dalam islam ?
2. Apakah mereka fikir dan mengira bahwa para imam madzhab mereka merasa pendapatnya Paling Benar, Paling sesuai dengan Qur-aani dan Paling Sesuai dengan Sunnah !
Maka pasti Jawabannya TENTU SAJA TIDAK ! Mereka hanya mengemukakan Pendapat tanpa mencela dan menyalahkan pendapat lainnya.
Bahkan mereka para yakni para imam madzhab itu sangat sangat mengerti tentang Dalil dalil Al Qur-aan dan As Sunnah dan masalah-masalah yang harus dikaitkan dengan Al Qur-aan dan As Sunnah. Dan mereka tak sekalipun merasa paling benar sendiri tentang berpendapat mereka bahkan saling menghormati pendapat lainnya.
Lalu Bagaimana kaum wahhabi salafi masih merasa perlu mempertimbangkan mana mana yang paling sesuai dengan Al Qur-aan dan As Sunnah ? Dan sekaligus mencurigai dan meragukan kesungguhan para Imam madzhab dalam hal berpegang kepada Al Qur-aan dan As Sunnah dalam mengambil keputusan tentang pendapat-pendapat mereka. Seakan wahhabi salafi lebih mengerti tentang Al Qur-aan dan As Sunnah daripada para imam madzhab tersebut.
3. Apakah mereka fikir dan mengira bahwa para imam madzhab tidak sedang benar-benar mengikuti dan mempertimbangkan pendapat para sahabat Nabi ?
ITU PEMIKIRAN YANG SALAH BAHKAN SESAT MENYESATKAN ! Bahkan itu hanyalah suatu tudingan tak berdasar sama sekali !
Justru mereka para Imam madzhablah yang merupakan orang orang yang paling dekat dan mengerti dan tentang sahabat Nabi dan juga paling mengikuti jejak para sahabat Nabi.
Lalu bagaimanakah kaum wahhabi Salafi dan lainnya masih merasa perlu untuk mempertimbangkan mana mana pendapat yang paling sesuai dengan para sahabat ? Sekan-akan mereka lebih faham tentang para sahabat !? Padahal kurun wahhabi salafi adalah kurun Belakangan. Bahkan para imam madzhab itulah yang sebenarnya lebih faham tentang para sahabat Nabi. Karena mereka tidak berjauhan kurunnya.
4. MEMILIH SALAH MADZHAB BUKANLAH BENTUK FANATISME !
Bermazhab adalah satu bentuk keteraturan cara berpikir dan beramaliyyah. Tidak pilih-pilih mana yang ringan mana yang berat dalam beramalan. Prinsip keteraturan dalam bermazhab itulah yang dimaksudkan.
Karena para imam madzhab melakukan yang terbaik dalam mensistematikakan perkara fiqh dalam Syari'at Islam. Dan pendapat mereka selalu didasari dengan dalil Al Qur-aan dan As Sunnah. Mengikuti KETERATURAN diantara Imam madzhab tidaklah termasuk kedalam Ranah "ISTILAH FANATISME" dan "BUKAN KESALAHAN" seperti yang kaum Salafi wahhabi gaungkan.
Karena yang dimaksud FANATISME adalah Bentuk "SIKAP KETIDAKPEDULIAN" terhadap suatu KESALAHAN YANG FATAL dari orang yang diikuti atau TIDAK PEDULI dalam mengikuti PENDAPAT YANG SESAT, asalkan yang menyatakan atau menyuarakan adalah IMAMNYA. Itu baru itu dikatakan FANATISME.
Ketahuilah ... !
Bahwa para IMAM MADZHAB TIDAK MENYUARAKAN KESESATAN. Kalaupun mereka berbeda, bukan pada urusan yang FUNDAMENTAL atau USHUL. Pastinya hanya berbeda pada soal soal CABANG CABANG SYARI'AT atau FURU'IYYAH.
Ingat ...
Tidak ada pertentangan pendapat yang menjurus kepada PERMUSUHAN yang yang dicontohkan apalagi dipelopori oleh para imam madzhab. TIDAK PERNAH TERJADI !
Lalu mengapa kaum wahhabi salafi mengemukakan dan MELABELKAN ISTILAH "FANATISME" kepada para Pengikut Madzhab ? Bukankah itu secara tidak langsung Wahhabi Salafi telah menilai MADZHAB sebagai SARANA PERMUSUHAN dan PERTENTANGAN dan bahwa para Imam Madzhab sebagai "BIANGNYA PERMUSUHAN DAN PERTENTANGAN !
Jika kita mengikuti seluruh Pendapat Nabi, Apakah lalu hal itu dikatakan FANATISME KEPADA NABI ? TENTU TIDAK, karena Nabi MENYUARAKAN KEBENARAN. Dan para imam madzhab sebagai pengikut pengikut Nabi yang Mewarisi Kenabian ('Ulama termasuk Imam Madzhab) itupun juga PENYUARA KEBENARAN meneruskan apa-apa yang dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam.
Jadi hentikanlah FITNAH KEPADA UMMAT dan Jangan MENYUGUHKAN KEPICIKAN CARA BERFIKIR, hanya karena untuk kepentingan memperbanyak kelompok wahhabi salafi yang natabene baru muncul dipermukaan bumi.
PERINGATAN !
HAI PARA USTADZ WAHHABI SALAFI ! BERHENTILAH BERBUAT FITNAH ! TAKUTLAH KEPADA ALLAH ! ILMU KALIAN TAK LEBIH BAIK DARI IMAM SYAFI'I !
Para Imam Al Madzaahib Al Arba'ah memang TIDAK MA'SHUM, tapi bila DIBANDINGKAN dengan yang tak sedang "memandang segi ketidak-ma'shuman para Imam Madzhab" ya mohon maaf ... yang jelas LEBIH KOTOR alias LEBIH BANYAK DOSANYA, BAHKAN LEBIH BODOH, LEBIH HINA DAN BANYAK NGAWURNYA !
Bahkan para Imam madzhab ini JAUH LEBIH PANDAI dari Ulama yang ada sekarang. LEBIH AGUNG, LEBIH MULIA, LEBIH BIJAKSANA DENGAN KEDALAMAN ILMUNYA dan Yang Paling penting adalah LEBIH BERAKHLAQ ketimbang 'ulama' sekarang, apalagi cuma dibanding USTADZ USTADZ.
Jadi ...
BERHENTILAH MEMILINTIR PERKATAAN IMAM SYAFI'I, "JIKA CHADITSNYA SHOCHIH MAKA CAMPAKKANLAH PENDAPATKU .... "!
MENGAPA ? ...
Itu hanya ungkapan KLISE YANG TAK MANFAAT, PENUH TIPUAN dan PEMBODOHAN. Hanya karena ingin menggiring orang-orang yang DANGKAL PEMAHAMANANYA agar mereka mengikuti FAHAM WAHHABI SALAFI.
Dan saya pastikan TIDAK PERNAH ADA pendapat yang Imam syafi'i yang bertentangan dengan Hadits Shohih ! Justru karena itulah Imam Syafi'i mengatakan demikian (Karena Imam Syafi'i dalam menetapkan Pendapat TIADA BERTENTANGAN dengan Chadits Shohih atau Dalil ....) !
Jangan cuma mengatakan "UNGKAPAN KLISE BERDALIL UCAPAN IMAM SYAFI'I" ...
BUKTIKAN SAJA JIKA ANDA BENAR DAN TOLONG TUNJUKKAN kepada saya mana mana pendapat Imam Syafi'i YANG TIDAK SHOHIH atau BERTENTANGAN DENGAN DALIL !
TUDINGAN KAUM SALAFI WAHHABI
Mereka yang mengatakan tentang tawassul dengan pernyataan sebagai "perantara" lalu dengan demikian mereka telah menyatakan bahwa kaum muslimin yang berperantara itu dengan "Sebutan" yang "Jahil dan menipu".
Mereka berkata, "kaum muslimin berdoa kepada perantara tersebut, dan meminta syafaat kepada perantara tersebut, dan juga bertawakal kepada perantara tersebut".
Hal itu adalah Tudingan yang sangat jauh dari kenyataan yang sebenar-benarnya yang dilakukan kaum muslimin sunni.
Tak seorangpun kaum Sunni pun yang berbuat demikian. Tidaklah kaum sunni berdoa kepada perantara, dan tidak pula meminta syafaat kepada perantara dan tidak pula bertawakal kepada perantara tersebut.
Kependekan faham dan minimnya pengenalan terhadap ulama dan kaum Sunni, menjadikan kaum Salafi Wahabi bersangka buruk dan cendrung ingin menyamakan kaum Sunni dengan kaum Jahiliyah di zaman Dimana saat sebelum penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam saja. Di mana mereka kaum jahiliyah mengatakan bahwa mereka berperantara kepada patung-patung yang mereka sembah untuk sampai kepada Allah. Atau mereka menyamakan kaum sunni peziarah qubur dengan pelaku perdukunan. Bahkan menyamakan secara general antara dua yang berbeda (kyai dan paranormal)
Tidaklah benar di kata bahwa kaum Sunni saat ini adalah orang-orang yang sama dengan kaum jahiliyah di masa sebelum penyiaran Islam oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tersebut.
Parahnya lagi, kaum SALAFI WAHHABI MENDOKTRIN KAUMNYA dengan memaksakan perkataan bahwasanya siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang yang berbuat demikian yaitu orang-orang membuat perantara perantara dalam berdoa (bertawassul), membenarkan mazhab-mazhab mereka (4 Madzhab) dan masih ragu terhadap kekufuran mereka, maka mereka DIANGGAP TELAH KAFIR.
0 komentar:
Posting Komentar