Sabtu, 15 November 2025

KERETA CEPAT WHOOSH

 

Kontroversi dan dinamika yang melingkupi proyek 

Kereta Cepat WHOOSH, terutama terkait keputusan pemerintah mengalihkan kerja sama dari Jepang ke China. Isu ini memang menjadi perhatian publik dan media di Indonesia.

Berikut adalah rangkuman poin-poin utama terkait masalah tersebut:

Akar Kontroversi Pengalihan Mitra

Keputusan untuk memilih China dibandingkan Jepang pada tahun 2015 didasari oleh beberapa pertimbangan pemerintah saat itu, yang pada akhirnya menimbulkan perdebatan publik:

Skema Pembiayaan: Alasan utama pemerintah memilih China adalah karena China menawarkan skema Business-to-Business (B2B) tanpa jaminan pemerintah dan tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Jepang, sebaliknya, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), meminta jaminan dari pemerintah Indonesia.

Transfer Teknologi: China menjanjikan transfer teknologi yang lebih besar dan komprehensif kepada BUMN Indonesia, termasuk dalam pembangunan infrastruktur dan operasional, dibandingkan Jepang yang dinilai lebih tertutup soal teknologinya.

Kecepatan dan Strategi: China menawarkan pembangunan yang lebih cepat dan berani mengambil risiko dalam proposalnya. 

Pihak yang mengkritik keputusan ini sering menyebut prosesnya terkesan tertutup dan cepat, seolah-olah ada manipulasi agar China yang memenangkan proyek tersebut, meskipun Jepang telah lebih dulu melakukan studi kelayakan. 

Isu Penyelewengan dan Pembengkakan Biaya

Isu penyelewengan yang "menghebohkan" belakangan ini lebih berfokus pada perkembangan proyek itu sendiri setelah berjalan, bukan hanya pada proses pemilihannya:

Pembengkakan Biaya (Cost Overrun): Biaya proyek membengkak dari perkiraan awal menjadi sekitar USD 7,26 miliar (sekitar Rp 119,79 triliun), dengan cost overrun sekitar Rp 19,96 triliun. Pembengkakan ini memicu perdebatan karena pada akhirnya pemerintah terpaksa menyuntikkan dana APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada konsorsium BUMN Indonesia (KAI, WIKA, dll.), menyalahi janji awal proyek tanpa APBN.

Dugaan Korupsi oleh KPK: Yang paling baru dan menghebohkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek ini. Penyelidikan KPK mengarah pada indikasi penyimpangan dalam proses pembebasan lahan, termasuk dugaan adanya tanah milik negara yang justru dijual kembali kepada negara sendiri dengan harga tinggi (mark-up).

Masalah Keuangan BUMN Pelaksana: Proyek ini juga dilaporkan menyebabkan kerugian pada beberapa BUMN yang tergabung dalam konsorsium, seperti PT Wijaya Karya (WIKA), yang menambah kekhawatiran publik tentang tata kelola keuangan proyek tersebut. 

Jadi, kekhawatiran rakyat Indonesia mengenai "penyelewengan" ini didasari oleh fakta-fakta terkait pembengkakan biaya yang masif dan adanya penyelidikan aktif oleh KPK mengenai potensi korupsi dalam pengadaan lahan, yang semakin memperkuat dugaan adanya praktik tidak wajar dalam pengelolaan proyek ini.

Proyek Kereta Cepat 

WHOOSH memang tengah mengguncangkan media Indonesia belakangan ini, terutama sejak Oktober dan November 2025. Kegemparan ini bukan hanya soal operasional kereta, tetapi lebih kepada masalah finansial, dugaan korupsi, dan beban utang yang menyertainya. 

Berikut adalah poin-poin utama yang membuat media heboh:

1. Penyelidikan Dugaan Korupsi oleh KPK 

Ini adalah berita yang paling mengguncangkan saat ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek WHOOSH sejak awal tahun 2025. 

Modus Operandi: Dugaan korupsi yang diselidiki antara lain terkait penggelembungan anggaran (mark-up) biaya proyek dan praktik mafia tanah dalam pembebasan lahan.

Tanah Negara Dijual ke Negara: Salah satu temuan awal yang disorot media adalah adanya indikasi bahwa tanah milik negara dijual kembali kepada negara dengan harga yang dinaikkan (di-mark-up). 

2. Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) dan Beban Utang

Proyek ini mengalami pembengkakan biaya yang signifikan, dari perkiraan awal menjadi sekitar USD 7,26 miliar (sekitar Rp 119,79 triliun). 

Beban Siapa?: Polemik muncul mengenai siapa yang harus menanggung beban utang ratusan triliun ini. Meskipun awalnya dijanjikan tanpa APBN, pemerintah akhirnya menyuntikkan dana negara, yang membuat publik khawatir bahwa rakyat yang akan menanggung utang tersebut.

Kerugian BUMN: Proyek ini juga disebut-sebut menyebabkan kerugian besar pada BUMN yang tergabung dalam konsorsium, seperti PT Wijaya Karya (WIKA), yang menambah kekhawatiran tentang tata kelola proyek. 

3. Proyek Dianggap Tidak Sesuai Kebutuhan

Beberapa pengamat transportasi dan politisi berpendapat bahwa proyek ini lebih didasari oleh ambisi politik daripada kebutuhan riil masyarakat, karena rute Jakarta-Bandung dinilai kurang cocok untuk kereta cepat. Proyek ini juga masih merugi sejak beroperasi secara komersial. 

Secara keseluruhan, media menyoroti proyek WHOOSH sebagai simbol kemajuan transportasi yang disusupi oleh kegagalan moral dan finansial, memicu perdebatan luas tentang transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pengelolaan keuangan negara. 

0 komentar:

Posting Komentar