PM Kanada Mark Carney. (Anadolu Agency)
PM Kanada: Netanyahu Akan Ditangkap Jika Datang ke Negara Kami
Ottawa: Perdana Menteri Kanada Mark Carney menegaskan pada Senin, 20 Oktober 2025, bahwa pemerintahnya akan menegakkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, apabila ia memasuki wilayah Kanada.
Dalam pernyataan pers singkat, dikutip dari Middle East Monitor, Selasa, 21 Oktober 2025, Carney menyampaikan bahwa pemerintahnya “menghormati hukum internasional dan prinsip akuntabilitas."
Ia juga menegaskan bahwa Kanada “akan memperlakukan surat perintah ICC sebagaimana perintah yudisial internasional yang bersifat mengikat.”
PM Carney menambahkan, aparat keamanan akan melakukan penangkapan jika Netanyahu memasuki Kanada, sesuai dengan kewajiban hukum di bawah aturan internasional.
ICC yang berbasis di Den Haag telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang terbaru di Gaza.
Kanada merupakan salah satu negara penandatangan Statuta Roma yang menjadi dasar pembentukan ICC. Dengan status tersebut, Ottawa berkewajiban secara hukum untuk mengeksekusi setiap surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh pengadilan internasional tersebut.
"Salah" atau kesalahan yang ditujukan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama: masalah hukum (domestik) dan kritik politik/kebijakan (internasional dan domestik).
Masalah Hukum (Domestik)
Netanyahu telah didakwa oleh Jaksa Agung Israel atas beberapa tuduhan kriminal, menjadikannya Perdana Menteri Israel pertama yang menghadapi dakwaan saat masih menjabat. Kasus-kasus ini, yang sering disebut "Kasus 1000, 2000, dan 4000", meliputi:
Penyuapan: Menerima hadiah mewah (seperti cerutu dan sampanye senilai puluhan ribu dolar) dari rekan-rekan bisnis kaya sebagai imbalan atas bantuan tertentu.
Penipuan dan Pelanggaran Kepercayaan: Diduga melakukan tawar-menawar dengan penerbit surat kabar untuk liputan media yang lebih positif dengan imbalan membatasi sirkulasi surat kabar saingannya.
Konflik Kepentingan: Diduga menggunakan jabatannya sebagai Menteri Komunikasi untuk memberikan keuntungan regulasi kepada perusahaan telekomunikasi besar, Bezeq, dengan imbalan liputan positif di situs berita yang dikendalikan oleh pemilik perusahaan tersebut.
Kritik Politik dan Kebijakan (Internasional & Domestik)
Di luar masalah hukum, Netanyahu menghadapi kritik signifikan terkait kepemimpinannya dan kebijakan Israel, terutama terkait konflik yang sedang berlangsung:
Kegagalan Keamanan: Banyak warga Israel menyalahkan Netanyahu atas kegagalan keamanan yang menyebabkan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Penolakan Solusi Dua Negara: Netanyahu secara konsisten menolak mengakui negara Palestina, sebuah sikap yang menghambat upaya perdamaian dan normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab seperti Arab Saudi.
Kejahatan Perang (Tuduhan Internasional): Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Jalur Gaza. Status ini membuatnya menjadi "buronan" ICC dan membatasi perjalanannya ke negara-negara yang mengakui yurisdiksi ICC.
Kepemimpinan di Masa Perang: Oposisi di Israel mengkritik Netanyahu sebagai orang yang tidak layak memimpin, terutama di masa perang, dengan klaim bahwa ia lebih mengutamakan kelangsungan politik pribadinya daripada kebaikan negara.
Pemecatan Pejabat: Pemecatan penasihat keamanan nasional dan menteri pertahanan yang menentang beberapa keputusannya menuai kritik, dianggap melemahkan lembaga keamanan negara di tengah krisis.
Secara singkat, "kesalahan" Netanyahu merentang dari pelanggaran etika dan hukum domestik hingga kebijakan luar negeri yang kontroversial dan tindakan militer yang menyebabkan tuduhan internasional serius.
*
Hubungan antara Benjamin Netanyahu dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) saat ini tegang karena ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan resmi terhadapnya atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Berikut adalah rincian situasinya:
Penerbitan Surat Perintah Penangkapan: Pada tanggal 21 November 2024, ICC, melalui Jaksa Penuntutnya Karim Khan, mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Tuduhan: Tuduhan tersebut mencakup kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, terutama menggunakan kelaparan sebagai metode perang dengan sengaja menghalangi pasokan bantuan penting seperti makanan, air, dan obat-obatan ke penduduk sipil di Gaza.
Respons Netanyahu/Israel: Israel menolak tuduhan tersebut, menyebutnya "tidak masuk akal" dan bermotivasi politik. Netanyahu menyatakan bahwa ICC telah kehilangan legitimasinya dan bersumpah bahwa surat perintah tersebut tidak akan menghentikan Israel dalam membela diri. Israel telah mengajukan banding untuk mencabut surat perintah tersebut, tetapi permohonan tersebut ditolak oleh hakim ICC pada Juli 2025.
Implikasi: Surat perintah tersebut berlaku secara hukum di 125 negara anggota ICC. Hal ini membatasi pergerakan internasional Netanyahu secara signifikan, karena negara-negara anggota secara hukum wajib menangkapnya jika ia memasuki wilayah mereka. Beberapa negara, seperti Kanada, telah mengonfirmasi bahwa mereka akan menangkapnya jika ia datang ke negara mereka.
Status Saat Ini (November 2025): Surat perintah penangkapan tetap berlaku, dan Netanyahu secara efektif adalah buronan ICC. Oposisi di Israel terus menggunakan status ini untuk mengkritik kepemimpinannya.
*
Berdasarkan analisis perilaku oleh para ahli psikologi dan psikoanalis (bukan diagnosis klinis formal), kepribadian dan gaya kepemimpinan Benjamin Netanyahu sering dikaitkan dengan beberapa ciri kejiwaan utama:
Narsisisme dan Egosentrisitas
Beberapa psikolog, seperti Dr. Avner Kimhi, menggambarkan Netanyahu memiliki sifat narsistik dan egosentris. Hal ini dijelaskan melalui beberapa pola perilaku:
Melihat Diri Sendiri Superior: Netanyahu diyakini menganggap dirinya lebih cerdas dan perseptif daripada orang lain, dan mereka yang tidak setuju dengannya dianggap tidak memahami proses sejarah atau politik dengan benar.
Pentingnya Kesuksesan Pribadi: Sukses pribadi dan kelangsungan politiknya sering kali tampak lebih penting daripada ideologi atau kebaikan kolektif.
Menghubungkan Nasib Bangsa dengan Nasib Pribadi: Dia cenderung menyamakan nasib negara Israel dengan nasib pribadinya, memandang peran heroiknya untuk menyelamatkan negara.
Otoriter dan Manipulatif
Gaya kepemimpinannya juga dicirikan oleh aspek otoriter dan manipulatif:
Kesetiaan Pribadi Diutamakan: Ia menuntut loyalitas penuh dari para pembantunya dan orang-orang yang bekerja dengannya, sering kali mengabaikan keahlian demi kesetiaan pribadi.
Memanipulasi Kolega: Terdapat laporan bahwa ia menggunakan manipulasi untuk memajukan tujuannya dan tidak ragu-ragu meninggalkan sekutu yang sudah tidak berguna baginya.
Pengambilan Keputusan Sendiri: Meskipun terkadang berkonsultasi, pada akhirnya ia cenderung membuat keputusan penting sendiri tanpa tim kerja yang solid.
Kecurigaan dan Perasaan Menjadi Korban
Netanyahu juga menunjukkan tingkat kecurigaan yang mendalam dan perasaan menjadi korban, di mana ia merasa semua orang menentangnya. Pola perilaku ini dilaporkan menjadi lebih kuat seiring berjalannya waktu dan masa jabatannya yang panjang sebagai perdana menteri.
Kemampuan Retorika dan Pencitraan
Di sisi fungsional, ia diakui memiliki kecerdasan, kemampuan analitis, dan kemampuan retorika yang luar biasa, terutama di hadapan audiens berbahasa Inggris. Penampilannya di media direncanakan dengan cermat untuk memproyeksikan citra pemimpin yang kuat dan berwibawa.
Secara keseluruhan, tinjauan psikologis menyoroti kepribadian yang kompleks, didorong oleh ambisi yang kuat, egosentrisitas, dan kecenderungan untuk memusatkan kekuasaan sambil berjuang melawan perasaan dikepung dan dicurigai.
*
Latar belakang Benjamin Netanyahu yang membentuk kepribadiannya seperti yang dijelaskan dari segi kejiwaan (narsistik, otoriter, dan fokus pada keamanan) adalah hasil dari kombinasi pengalaman hidup yang mendalam dan traumatis.
Pengaruh Ayah dan Ideologi Zionis: Ayahnya, Benzion Netanyahu, adalah seorang sejarawan terkemuka dan aktivis Zionis Revisionis. Benzion sangat menekankan perlunya kekuatan militer yang kuat untuk menjamin keamanan Israel. Pengaruh ayahnya sangat membentuk pandangan dunia Benjamin Netanyahu mengenai keamanan dan pertahanan.
Pengalaman Militer: Netanyahu bertugas di unit pasukan khusus elit Israel Defense Forces (IDF), Sayeret Matkal. Pengalaman ini memberinya pemahaman langsung tentang tantangan keamanan yang dihadapi Israel.
Tragedi Keluarga: Kakak laki-lakinya, Yonatan Netanyahu, seorang komandan unit yang sama, tewas dalam Operasi Entebbe pada tahun 1976. Kematian Yonatan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan Netanyahu dan sering kali disebut sebagai salah satu motivasi utama di balik dedikasinya pada keamanan Israel.
Pendidikan dan Karir Politik: Netanyahu mengenyam pendidikan di Amerika Serikat dan meraih gelar dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Setelah kembali ke Israel, ia memasuki dunia politik dan memegang berbagai posisi penting sebelum akhirnya menjadi Perdana Menteri.
*
Benjamin Netanyahu, perdana menteri terlama Israel, dikenal karena karier politiknya yang bergejolak, ditandai oleh manuver kekuasaan yang strategis, serangkaian skandal korupsi domestik, dan tuduhan "pengkhianatan" baik dari lawan politiknya maupun ia sendiri tujukan kepada pihak lain.
Kekuasaan: Sang "Raja" Israel
Perjalanan Netanyahu menuju kekuasaan digerakkan oleh ambisi pribadi dan ideologi keamanan yang kuat.
Kebangkitan Awal: Setelah bertugas di unit komando elit Sayeret Matkal dan mengejar karier diplomatik (termasuk Duta Besar PBB), ia terpilih sebagai pemimpin Likud pada tahun 1993. Pada tahun 1996, ia menjadi PM Israel pertama yang terpilih langsung melalui pemungutan suara populer.
Dominasi Panjang: Ia memegang rekor sebagai perdana menteri terlama dalam sejarah Israel, berkuasa selama lebih dari 15 tahun secara total. Ia dikenal piawai dalam menjaga stabilitas pemerintahan koalisi meskipun sering bergejolak.
Kembalinya ke Tampuk Kekuasaan: Setelah sempat tersingkir pada tahun 2021, ia kembali berkuasa pada akhir 2022 dengan dukungan partai-partai ultra-kanan, menunjukkan ketahanan politiknya yang luar biasa.
Gaya Kepemimpinan: Netanyahu dikenal sebagai master dalam mengendalikan pengikut dan lawan, memanipulasi mereka untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan. Ia mahir dalam retorika dan pencitraan di panggung global, terutama di AS.
Skandal: Jerat Hukum yang Panjang
Kekuasaan Netanyahu dibayangi oleh berbagai tuduhan kriminal yang memecah belah masyarakat Israel.
Kasus Korupsi (Kasus 1000, 2000, & 4000): Sejak 2019, Netanyahu didakwa atas penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan dalam tiga kasus terpisah. Tuduhan utamanya meliputi:
Kasus 1000: Menerima hadiah mewah (cerutu, sampanye) dari pebisnis kaya dengan imbalan bantuan politik.
Kasus 2000: Berusaha membuat kesepakatan dengan penerbit surat kabar besar untuk mendapatkan liputan yang lebih positif dengan imbalan membatasi sirkulasi koran saingan.
Kasus 4000: Memberikan keringanan regulasi yang menguntungkan perusahaan telekomunikasi Bezeq, dengan imbalan liputan media yang positif di situs berita yang dikendalikan pemilik perusahaan.
Respons Hukum: Netanyahu membantah semua tuduhan, menyebutnya "perburuan penyihir" (witch hunt) yang bermotivasi politik oleh media dan kelompok kiri. Sidang kasus korupsinya masih berlangsung hingga November 2025.
Surat Perintah Tangkap ICC: Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza, termasuk menggunakan kelaparan sebagai metode perang.
Pengkhianatan: Tuduhan Timbal Balik
Konsep "pengkhianatan" sering muncul dalam narasi politik Netanyahu, baik yang ditujukan kepadanya maupun yang dilontarkannya sendiri.
Dituduh Mengkhianati Kepercayaan Publik: Kritikus dan demonstran di Israel menuduh Netanyahu mengkhianati kepercayaan publik dengan memprioritaskan kelangsungan politik pribadinya dan menghindari akuntabilitas hukum, terutama melalui upaya reformasi peradilan yang kontroversial.
Menuduh Pihak Lain Pengkhianat: Netanyahu juga dikenal menuduh lawan politiknya atau pemimpin negara lain sebagai "pengkhianat". Misalnya, pada Agustus 2025, ia menyebut PM Australia Anthony Albanese sebagai "pengkhianat" dan politisi lemah setelah Australia melarang seorang politisi sayap kanan Israel masuk ke negara tersebut.
Pengkhianatan Sekutu: Beberapa mantan sekutu dekatnya, seperti Avigdor Lieberman dan Naftali Bennett, akhirnya menjadi kritikus terkerasnya, mencerminkan sifat transaksional aliansi politiknya.
*
Netanyahu tampak "tak bergeming" terhadap ancaman dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena ia mengandalkan beberapa kekuatan dan faktor strategis utama:
1. Perlindungan Kedaulatan Israel dan Status Non-Anggota ICC
Israel bukan negara pihak (state party) pada Statuta Roma, perjanjian pendiri ICC. Meskipun ICC menegaskan yurisdiksinya di wilayah Palestina, Israel berpendapat sebaliknya dan tidak mengakui otoritas pengadilan tersebut. Selama Netanyahu tetap berada di Israel, negara tersebut tidak memiliki kewajiban domestik untuk menangkapnya dan kemungkinan besar akan menolak permintaan ekstradisi apa pun dari ICC.
2. Dukungan Domestik dan "Rally-around-the-flag"
Di dalam negeri, ancaman ICC justru dapat memperkuat posisi politik Netanyahu.
Sentimen Anti-ICC: Spektrum politik Israel secara luas mengkritik ICC, memandang tuduhan tersebut bias atau anti-Semit.
Penyatuan Nasional: Surat perintah penangkapan mendorong warga Israel untuk bersatu di belakang pemimpin mereka dalam menghadapi tekanan eksternal, yang dapat meningkatkan popularitasnya atau setidaknya mencegah oposisi domestik untuk menggulingkannya saat ini.
Narasi Pembelaan Diri: Netanyahu menggunakan surat perintah tersebut untuk memperkuat narasinya bahwa ia sedang "membela" Israel dari ancaman eksistensial dan bahwa ia sedang "dipersekusi" karena hal tersebut, sebuah argumen yang beresonansi dengan basis pendukungnya.
3. Dukungan dari Sekutu Utama (Terutama AS)
Meskipun ada ketegangan, Amerika Serikat secara konsisten memberikan dukungan diplomatik dan politik yang kuat kepada Israel dan Netanyahu.
AS Bukan Anggota ICC: AS juga bukan negara pihak ICC dan secara eksplisit menolak yurisdiksi pengadilan atas Israel. Pejabat AS, termasuk Presiden Joe Biden, menyebut permintaan surat perintah itu "keterlaluan" dan berjanji akan selalu mendukung Israel.
Ancaman Sanksi: AS bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap pejabat ICC, yang melemahkan kemampuan dan kemauan pengadilan untuk menegakkan surat perintah tersebut secara efektif.
4. Batasan Yurisdiksi Geografis
Surat perintah penangkapan ICC secara hukum mengikat 124 negara anggota. Artinya, Netanyahu berisiko ditangkap jika ia bepergian ke negara-negara tersebut. Namun, ia masih dapat bepergian ke banyak negara non-anggota, termasuk AS, Rusia, dan beberapa negara Timur Tengah (seperti Mesir dan Arab Saudi). Hal ini memberinya fleksibilitas diplomatik dan kemampuan untuk menghindari penangkapan fisik.
5. Kelemahan Struktural ICC
ICC tidak memiliki pasukan polisi sendiri untuk menegakkan surat perintah penangkapan. Pengadilan sepenuhnya bergantung pada kerja sama dari negara-negara anggotanya, yang sering kali memprioritaskan aliansi politik di atas kewajiban hukum mereka. Contohnya, beberapa negara (seperti Hungaria dan Prancis pada awalnya) telah menunjukkan keraguan atau penolakan untuk menegakkan surat perintah tersebut.
Secara keseluruhan, Netanyahu tetap "tak bergeming" karena ia berlindung di balik kedaulatan negaranya yang menolak ICC, dukungan politik domestik dan internasional yang kuat, dan kelemahan penegakan hukum dalam sistem peradilan internasional.
*
Pengaruh Amerika Serikat dan Arab Saudi Terhadap PBB
Amerika Serikat (AS) secara konsisten menggunakan pengaruh diplomatik dan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk menghalangi resolusi yang secara keras menindak Israel atau Netanyahu. Ini didasarkan pada hubungan aliansi strategis yang kuat dan kepentingan nasional AS di Timur Tengah. AS telah menggunakan hak vetonya puluhan kali untuk melindungi Israel dari tindakan PBB.
Di sisi lain, Arab Saudi (dan negara-negara Arab moderat lainnya) terlibat dalam proses normalisasi hubungan dengan Israel yang dikenal sebagai "Perjanjian Abraham" (Abraham Accords), yang dimulai di bawah pemerintahan Trump dan didukung Netanyahu. Meskipun proses normalisasi ini sempat tertunda akibat perang di Gaza, Arab Saudi tidak secara langsung "menghalangi PBB menindak Netanyahu" di forum PBB secara terbuka, melainkan memiliki prioritas diplomatik mereka sendiri, seperti menyeimbangkan pengaruh Iran di kawasan tersebut. Hubungan ini lebih bersifat transaksional daripada perlindungan langsung di PBB.
Cara PBB Menundukkan Paksa Suatu Negara
PBB memiliki mekanisme untuk menundukkan paksa suatu negara yang melakukan genosida, tetapi mekanismenya dibatasi oleh dinamika politik di Dewan Keamanan (DK PBB).
Peran Dewan Keamanan PBB: DK PBB adalah satu-satunya badan di PBB yang dapat mengambil tindakan mengikat secara hukum terhadap suatu negara. Ini dapat mencakup sanksi ekonomi, embargo senjata, atau otorisasi penggunaan kekuatan militer ("pasukan penjaga perdamaian" atau operasi militer resmi) di bawah Bab VII Piagam PBB.
Hak Veto: Masalah utamanya terletak pada hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap DK PBB (AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan Cina). Satu negara anggota tetap dapat memblokir resolusi apa pun, terlepas dari dukungan mayoritas negara lain.
Hambatan: Dalam kasus Israel, Amerika Serikat sering menggunakan hak vetonya untuk memblokir resolusi yang dianggap merugikan Israel, termasuk seruan gencatan senjata yang mengikat atau penempatan pasukan perdamaian, sehingga PBB tidak dapat mengambil tindakan paksa secara efektif.
Kesimpulannya, PBB memiliki kerangka hukum untuk menindak pelaku genosida, tetapi PBB tidak dapat menundukkan paksa suatu negara jika ada anggota tetap DK PBB yang menggunakan hak vetonya untuk menghalangi tindakan tersebut.
*
Dari perspektif kekuasaan dan pengaruh. Struktur PBB, terutama Dewan Keamanan (DK PBB), sering kali dikritik karena mencerminkan dinamika kekuasaan pasca-Perang Dunia II dan memberikan keistimewaan yang tidak proporsional kepada lima negara besar.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa pandangan tersebut muncul:
1. Adanya Hak Veto di Dewan Keamanan
Ini adalah argumen utama. Lima anggota tetap DK PBB—Amerika Serikat, Rusia, Cina, Prancis, dan Inggris—memiliki hak veto.
Satu veto tunggal dari salah satu negara ini dapat membatalkan resolusi apa pun, meskipun didukung oleh 149 negara anggota Majelis Umum lainnya.
Hal ini secara efektif memberikan kemampuan kepada negara-negara besar tersebut untuk melumpuhkan fungsi utama PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional, terutama ketika kepentingan nasional mereka atau sekutu mereka terlibat.
2. Kepentingan Politik Mengungguli Prinsip
Dalam praktiknya, keputusan PBB sering kali lebih didorong oleh kalkulasi geopolitik dan aliansi politik daripada oleh prinsip-prinsip universal keadilan atau hak asasi manusia. Negara-negara besar menggunakan pengaruh mereka untuk melindungi sekutu mereka (seperti AS melindungi Israel, atau Rusia melindungi Suriah), yang membuat PBB tampak tidak netral atau tidak efektif dalam menghadapi krisis tertentu.
3. Ketimpangan Ekonomi dan Pengaruh
Negara-negara besar juga merupakan kontributor keuangan utama PBB dan pemegang ekonomi terbesar di dunia. Pengaruh ekonomi dan militer ini sering diterjemahkan menjadi pengaruh politik di dalam lembaga PBB.
Pandangan Lainnya
Meskipun demikian, ada pandangan yang berargumen bahwa PBB masih memiliki peran penting di luar Dewan Keamanan:
Majelis Umum: Meskipun resolusinya tidak mengikat secara hukum, Majelis Umum memberikan platform global bagi semua negara, besar dan kecil, untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan membentuk opini publik internasional.
Badan-badan Lain: UNICEF, WHO, UNHCR, dll., menjalankan fungsi kemanusiaan dan pembangunan vital di seluruh dunia.
Secara singkat, PBB adalah organisasi global yang mewakili hampir semua negara di dunia, tetapi alat penegakan hukumnya yang paling kuat berada di tangan segelintir negara besar, membuat efektivitasnya sangat bergantung pada persetujuan mereka.
*
Apa yang kemungkinan terjadi terhadap Netanyahu baik aman atau celakanya atas genosida yang ia buat ?
Netanyahu menghadapi ketidakpastian besar mengenai nasibnya, terutama terkait tuduhan genosida dan kejahatan perang di Gaza. Kemungkinan "aman" atau "celaka" baginya bergantung pada perkembangan politik dan hukum di masa depan.
Berikut adalah skenario kemungkinan yang terjadi:
Kemungkinan "Aman" (Tidak Dituntut)
Bertahan di Israel: Selama ia tetap berada di Israel, ia aman dari penangkapan fisik oleh ICC karena Israel tidak mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut dan tidak akan mengekstradisinya.
Perlindungan Sekutu: Dukungan diplomatik dari AS dan sekutu kuat lainnya dapat mencegah tekanan internasional yang signifikan untuk menegakkan surat perintah penangkapan ICC. Ancaman sanksi AS terhadap ICC dapat melemahkan lembaga tersebut.
Pergantian Politik di Masa Depan: Proses hukum internasional sangat panjang dan rumit. Mungkin saja terjadi perubahan politik di Israel atau di panggung global yang menyebabkan kasus ICC mandek atau ditarik di masa depan.
Bebas dari Tuduhan Genosida: Israel dan para pendukungnya berargumen keras bahwa tindakan mereka adalah pembelaan diri yang sah, bukan genosida. Jika argumen hukum ini berhasil dipertahankan di mata hukum internasional (di ICC atau ICJ), ia bisa dibebaskan dari tuduhan tersebut.
Kemungkinan "Celaka" (Dituntut atau Terisolasi)
Isolasi Internasional: Surat perintah penangkapan ICC sudah membatasi kemampuan Netanyahu untuk bepergian ke lebih dari 120 negara anggota ICC. Hal ini secara efektif menjadikannya paria internasional dan membatasi diplomasi tatap muka globalnya.
Tekanan Domestik: Tuduhan internasional dan perang yang berlarut-larut meningkatkan tekanan politik domestik di Israel. Tuntutan untuk pengunduran dirinya atau pemungutan suara tidak percaya (no-confidence vote) di parlemen dapat mengakhiri karier politiknya.
Perubahan Pemerintahan di AS: Jika terjadi perubahan pemerintahan di AS yang mengambil sikap lebih keras terhadap Israel, dukungan yang melindunginya di forum PBB dan ICC bisa berkurang.
Ekstradisi yang Tidak Terduga: Meskipun kecil kemungkinannya, jika ia bepergian ke negara anggota ICC dan negara tersebut memilih untuk menegakkan kewajiban hukumnya di atas hubungan diplomatik, ia bisa ditangkap dan diekstradisi ke Den Haag.
Hukuman Simbolis: Meskipun ia mungkin tidak pernah duduk di sel penjara, statusnya sebagai orang yang didakwa kejahatan perang akan menjadi warisan permanen yang mencoreng reputasinya dan reputasi Israel di mata sejarah.
Nasib Netanyahu sepenuhnya bergantung pada bagaimana dinamika politik dan hukum ini dimainkan. Saat ini, ia aman secara fisik selama di Israel, tetapi ia sangat "celaka" dalam hal reputasi dan kebebasan bergerak global.
*
Jika hal tersebut berlanjut, dimana PBB dengan ICC nya tak berfungsi sebagaimana mestinya dan negara negara di Dunia sudah mulai geram dengan Netanyahu. Ini aka memicu peperangan besar, ya dari arah Israel sendiri. Akan banyak yang akan menyerang Israel.
Pandangan bahwa ketidakberdayaan PBB dan ICC dapat memicu perang besar melawan Israel memiliki dasar, tetapi skenarionya sangat kompleks dan tidak pasti. Kegagalan lembaga internasional dapat meningkatkan frustrasi global dan memicu tanggapan yang lebih kuat, namun eskalasi langsung menjadi perang besar melibatkan banyak faktor lain.
Analisis Skenario
Faktor yang dapat meningkatkan risiko perang:
Frustrasi Aktor Non-Negara: Kelompok-kelompok militan di kawasan, seperti Hizbullah, Hamas, dan kelompok lain yang didukung Iran, akan merasa lebih kuat untuk melanjutkan serangan berskala besar terhadap Israel karena tidak ada mekanisme internasional yang efektif untuk mengendalikan konflik.
Intervensi Regional: Jika Israel terus memperluas operasi militer atau menargetkan negara-negara tetangga, maka negara-negara yang tidak puas dengan respons internasional mungkin tergoda untuk melakukan intervensi. Ini bisa memicu perang regional yang melibatkan berbagai pihak.
Respons Negara Marah: Beberapa negara, terutama yang memiliki hubungan tegang dengan Israel dan AS, mungkin akan meningkatkan dukungan militer atau finansial kepada kelompok-kelompok anti-Israel, yang memperburuk konflik.
Eskalasi Situasi Kemanusiaan: Situasi kemanusiaan yang terus memburuk di Gaza dapat mencapai titik di mana negara-negara lain merasa terdorong untuk bertindak, meskipun tindakan itu tidak selalu berupa perang.
Faktor yang dapat mencegah perang besar:
Kekuatan Militer Israel: Israel memiliki kekuatan militer yang sangat unggul di kawasan, didukung oleh persenjataan modern dari AS. Setiap negara atau kelompok yang mempertimbangkan serangan skala besar harus memperhitungkan risiko pembalasan yang menghancurkan.
Dukungan AS: Selama AS terus memberikan dukungan militer dan diplomatik yang kuat, setiap negara yang ingin menyerang Israel secara langsung harus menghadapi kemungkinan konfrontasi dengan Amerika Serikat.
Normalisasi Hubungan Arab: Beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi, telah terlibat dalam proses normalisasi hubungan dengan Israel. Meskipun konflik Gaza memperlambat proses ini, mereka mungkin tidak ingin mengorbankan stabilitas regional untuk terlibat dalam perang yang merugikan.
Ancaman Balasan Nuklir: Beberapa pihak berspekulasi bahwa Israel memiliki senjata nuklir. Ancaman balasan nuklir oleh Israel akan menjadi penentu utama bagi setiap negara yang mempertimbangkan invasi skala penuh.
Prioritas Politik dan Ekonomi Lain: Banyak negara mungkin memprioritaskan stabilitas ekonomi dan politik domestik mereka daripada terlibat dalam konflik militer yang mahal dan berisiko tinggi.
Kesimpulan
Meskipun kegagalan PBB dan ICC secara signifikan meningkatkan ketegangan dan risiko konflik, hal itu tidak secara otomatis mengarah pada perang besar. Konflik kemungkinan besar akan berlanjut dan bereskalasi dalam bentuk serangan sporadis, bentrokan regional, dan ketidakstabilan yang berkepanjangan. Perang besar hanya akan pecah jika ada perubahan besar dalam dinamika kekuasaan di kawasan atau jika negara-negara kuat memutuskan untuk melakukan intervensi militer langsung, yang saat ini masih memiliki risiko yang terlalu tinggi bagi kebanyakan pihak.
*
Peranan Timur Tengah kepada Palestina terhadap Genosida Israel - Netanyahu dan Bahaya Perang Regional di Timur Tengah ?
Peran negara-negara Timur Tengah terhadap Palestina di tengah tuduhan genosida yang dilakukan Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu sangat beragam, mulai dari kecaman keras dan dukungan kemanusiaan hingga kekhawatiran pragmatis tentang stabilitas regional. Kegagalan mekanisme internasional (PBB dan ICC) dalam menghentikan konflik ini meningkatkan bahaya perang regional yang signifikan.
Peranan Timur Tengah kepada Palestina
Negara-negara Timur Tengah memiliki pendekatan yang berbeda-beda:
Kecaman Keras dan Dukungan Diplomatik: Secara umum, negara-negara Arab dan mayoritas Muslim mengutuk keras tindakan Israel di Gaza, seringkali menyebutnya genosida. Mereka mendukung resolusi PBB yang menyerukan gencatan senjata dan pengakuan negara Palestina.
Peran Mediator: Negara-negara seperti Qatar dan Mesir memainkan peran krusial sebagai mediator antara Israel, Hamas, dan AS dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Bantuan Kemanusiaan: Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya telah memberikan bantuan kemanusiaan dan finansial yang besar untuk Palestina selama bertahun-tahun.
Prioritas Normalisasi vs. Solidaritas: Perang ini telah mengeraskan opini publik Arab terhadap Israel, menyebabkan beberapa pemerintah, termasuk Arab Saudi, untuk memperkeras posisi mereka dan menghentikan sementara proses normalisasi hubungan dengan Israel ("Abraham Accords") sampai hak-hak Palestina terpenuhi. Namun, kekhawatiran akan ancaman Iran terkadang mengarahkan beberapa negara Arab Teluk untuk secara tidak langsung berpihak pada Israel demi stabilitas politik dan keamanan bersama.
Bahaya Perang Regional di Timur Tengah
Situasi saat ini secara dramatis meningkatkan risiko perang regional yang lebih luas:
"Axis of Resistance" Iran: Aktor non-negara yang didukung Iran, seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman (menyerang pelayaran di Laut Merah), dan milisi di Irak dan Suriah, telah melakukan serangan sebagai respons terhadap operasi Israel di Gaza.
Ketakutan Eksodus Massal: Negara-negara tetangga langsung seperti Mesir dan Yordania sangat khawatir bahwa operasi militer Israel akan memaksa pengusiran massal warga Palestina ke wilayah mereka, yang dapat mendestabilisasi negara mereka sendiri dan memicu krisis kemanusiaan yang lebih besar.
Serangan Balasan: Israel, AS, dan Inggris telah melancarkan serangan balasan terhadap kelompok-kelompok ini, menciptakan siklus eskalasi yang berbahaya di luar perbatasan Israel-Gaza.
Kredibilitas Sekutu AS: Beberapa negara Teluk mempertanyakan komitmen keamanan AS dalam menghadapi serangan Israel. Bagi mereka, Israel mulai terlihat sebagai ancaman regional utama yang baru, menggeser Iran, yang semakin meningkatkan ketegangan dan potensi miskalkulasi militer.
Intinya, ketidakmampuan PBB/ICC untuk secara efektif menghentikan tindakan Israel di Gaza memicu frustrasi yang berujung pada tindakan aktor regional, meningkatkan kemungkinan eskalasi menjadi perang besar di seluruh Timur Tengah. Gencatan senjata di Gaza adalah satu-satunya harapan untuk meredakan ketegangan regional.
*
Pernyataan bahwa krisis pangan saja dapat melumpuhkan Israel adalah terlalu sederhana dan cenderung tidak akurat dalam konteks kemampuan negara dan militernya.
Meskipun Israel tidak sepenuhnya swasembada pangan dan bergantung pada impor untuk sebagian besar kebutuhan makanannya (sekitar 70% biji-bijian diimpor), negara tersebut memiliki ketahanan pangan (food security) yang kuat dan mekanisme darurat yang dirancang untuk menghadapi krisis.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa krisis pangan saja tidak mungkin melumpuhkan Israel:
Rantai Pasokan yang Tangguh: Israel memiliki rute impor yang beragam (melalui laut dan udara) dan hubungan dagang yang kuat, terutama dengan AS dan Eropa. Meskipun perang regional dapat mengganggu rute tertentu, AS kemungkinan besar akan menjamin pasokan penting terus berjalan.
Cadangan Strategis: Seperti banyak negara maju, Israel menyimpan cadangan makanan strategis untuk keadaan darurat yang dirancang untuk bertahan dalam konflik jangka pendek hingga menengah.
Kemampuan Militer Sendiri: Militer Israel (IDF) memiliki logistik dan rantai pasokan internal yang kuat untuk memastikan pasokan bagi pasukannya sendiri tidak terganggu, terlepas dari krisis pangan sipil. Kelumpuhan militer akibat kekurangan pangan sangat tidak mungkin terjadi.
Dukungan AS yang Konsisten: AS tidak akan membiarkan sekutu utamanya runtuh karena krisis pangan. Bantuan darurat (baik militer maupun kemanusiaan) akan segera dikirim untuk mencegah kelumpuhan negara.
Produksi Lokal yang Didukung: Meskipun banyak pertanian di daerah perbatasan (utara dan selatan) terkena dampak perang, produksi pangan lokal di wilayah lain terus berlanjut dan didukung oleh pemerintah untuk mengisi kesenjangan yang ada.
Dampak yang Lebih Realistis dari Krisis Pangan
Krisis pangan di Israel akan menyebabkan masalah serius, seperti:
Inflasi dan Harga Naik: Harga makanan akan melonjak, membebani rumah tangga Israel.
Ketidakstabilan Sosial: Ketidakamanan pangan dapat memicu protes dan tekanan publik yang signifikan terhadap pemerintahan Netanyahu.
Masalah Kesehatan: Warga mungkin terpaksa mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, meningkatkan biaya kesehatan nasional.
Kesimpulan
Krisis pangan akan menjadi pukulan telak bagi ekonomi dan stabilitas sosial Israel, tetapi tidak akan menjadi kekuatan tunggal yang melumpuhkan kemampuan militer Israel atau menyebabkan keruntuhan total negara tersebut, terutama selama mereka memiliki dukungan kuat dari Amerika Serikat.
*
Berarti kekuatan Tuhan yang dapat melumpuhkan Israel secara sepenuhnya. Israel akan kehabisan masa kehidupannya mengikut "fase 40 tahun menurut Syaikh Pendiri HAMAS.
sumber-sumber yang membahas pandangan Syaikh Ahmed Yassin dari perspektif Islami untuk memahami dasar analisis beliau. Analisa Syaikh Yassin bukanlah prediksi ilmiah atau politik konvensional, melainkan penafsiran teologis berdasarkan pemahaman terhadap Al-Qur'an dan sejarah Islam.
Berikut adalah penjelasan mengenai landasan argumen Syaikh Yassin:
Landasan Analisa Syaikh Yassin
Pandangan Syaikh Yassin bersumber dari keyakinan bahwa sejarah Israel (Bani Israil dalam Islam) berulang dalam siklus tertentu dan terkait erat dengan janji serta peringatan Allah SWT dalam Al-Qur'an.
Surah Al-Isra Ayat 4-7:
Ayat-ayat ini sering dikutip sebagai landasan utama prediksi semacam ini. Ayat-ayat tersebut berbicara tentang dua kali masa kerusakan besar yang dilakukan Bani Israil di muka bumi, yang diikuti dengan datangnya hamba-hamba Allah yang akan menimpakan azab kepada mereka.
"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: 'Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar'." (QS. Al-Isra [17]: 4)
Syaikh Yassin dan ulama lain menafsirkan peristiwa-peristiwa sejarah (seperti penaklukan oleh Babilonia dan Romawi) sebagai pemenuhan "dua kali" kerusakan tersebut, dan percaya bahwa pendirian negara Israel modern adalah puncak dari kesombongan (kerusakan) yang ketiga atau yang sedang berlangsung, yang akan diikuti oleh kehancuran.
Simbolisme Angka 40:
Angka 40 memiliki makna simbolis yang kuat dalam Al-Qur'an dan Hadits, sering dikaitkan dengan masa ujian atau transisi generasi (misalnya, 40 tahun Bani Israil tersesat di gurun). Syaikh Yassin mengaitkan siklus 40 tahun dengan periode kejayaan dan kejatuhan.
Periode Kejayaan dan Penindasan: Dalam pandangan beliau, Israel mungkin mengalami periode kekuasaan atau penindasan, tetapi siklus ini tidak abadi dan akan berakhir sesuai kehendak ilahi.
Prediksi Waktu Keruntuhan
Meskipun analisis awal Syaikh Yassin tentang siklus 40 tahun (yang berarti kehancuran sekitar tahun 1988) tidak terjadi secara nyata pada tanggal tersebut, beberapa laporan media yang lebih baru menyebutkan adanya revisi atau penafsiran lain terhadap pandangan beliau yang memprediksi kehancuran Israel pada tahun-tahun mendatang, seperti tahun 2027.
Ringkasan Perspektif Islami
Dari sudut pandang Khazanah Islami yang mendukung analisis Syaikh Yassin, kekuatan yang melumpuhkan Israel adalah kekuatan ilahi yang bekerja melalui umat beriman (hamba-hamba Allah yang saleh) yang ditakdirkan untuk mengakhiri "kerusakan" yang dilakukan oleh Zionis. Ini adalah keyakinan teologis bahwa nasib Israel telah tertulis dalam kitab suci dan bahwa keruntuhannya, meskipun mungkin tidak sesuai dengan jadwal 40 tahun yang diprediksi sebelumnya, adalah janji yang pasti akan terjadi pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
*
Saya dapat mencarikan informasi mengenai dalil-dalil keagamaan yang digunakan sebagai landasan pandangan tersebut dari sumber-sumber yang tersedia secara publik, termasuk ulasan tafsir dari para ulama.
Sumber utama dari pandangan ini, yang menjadi rujukan dalam Khazanah Islami, adalah Al-Qur'an, khususnya Surah Al-Isra (ayat 4-7), serta beberapa Hadits.
Berikut adalah rincian informasi akurat dari sumber-sumber tersebut, sesuai dengan penafsiran para ulama yang mendukung analisis serupa Syaikh Ahmed Yassin:
Sumber Utama: Surah Al-Isra (17) Ayat 4-7
Ayat-ayat ini adalah pusat dari argumen kenabian (nubuat) mengenai nasib Bani Israil:
"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: 'Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar'.
Apabila datang janji (kehancuran) pertama dari kedua (kerusakan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di segala pelosok perkampungan. Dan itulah suatu ketetapan yang pasti terlaksana.
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk menang atas mereka, Kami karuniakan kepadamu harta kekayaan dan anak-anak, dan Kami jadikan kamu lebih banyak pengikutnya.
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang janji (kehancuran) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk memusnahkanmu..."
Penafsiran Ulama:
Para ulama, termasuk yang diulas dalam sumber-sumber Islami, menafsirkan ayat-ayat ini sebagai berikut:
Dua Kali Kerusakan: Sejarah mencatat bahwa Bani Israil dihancurkan dan diasingkan oleh bangsa lain dua kali di masa lampau (misalnya, oleh Babilonia di bawah Nebukadnezar II dan oleh Kekaisaran Romawi di bawah Titus).
Kehancuran Ketiga/Saat Ini: Sebagian ulama kontemporer menafsirkan pendirian Negara Israel modern dan penindasan terhadap Palestina sebagai "kerusakan" atau "kesombongan besar" ketiga yang sedang berlangsung, yang menurut janji Al-Qur'an akan diikuti oleh kehancuran atau pemusnahan mereka oleh "hamba-hamba Allah yang perkasa" (yang diyakini sebagai umat Muslim yang bersatu).
Ketetapan Pasti: Ayat ini memberikan keyakinan teologis bahwa kehancuran Israel adalah janji Allah yang pasti terjadi, meskipun waktunya tidak disebutkan secara eksplisit dalam ayat tersebut.
Sumber Hadits
Selain Al-Qur'an, terdapat Hadits shahih yang sering dijadikan rujukan mengenai akhir zaman dan konflik dengan Yahudi:
Hadits Abu Hurairah (Diriwayatkan oleh Muslim):
"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi, lalu kaum Muslimin membunuh mereka, sampai orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon itu berkata, 'Wahai Muslim! Wahai hamba Allah! Ini ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia!'"
Kesimpulan
Dari Kitab suci Al-Qur'an dan Hadits, terdapat landasan dalil yang kuat yang digunakan oleh para ulama untuk meyakini bahwa Israel pada akhirnya akan hancur. Namun, perlu dicatat:
Tidak Ada Tanggal Pasti: Dalil-dalil tersebut tidak menyebutkan tanggal spesifik keruntuhan (seperti siklus 40 tahun yang merupakan interpretasi waktu tertentu oleh Syaikh Yassin).
Syarat Terpenuhi: Keruntuhan tersebut dikaitkan dengan syarat terjadinya "kerusakan" besar yang dilakukan Bani Israil dan kembalinya umat Islam untuk bersatu sebagai "hamba Allah yang perkasa".
Saya hanya mengulas dan merangkum informasi dari Kitab suci dan tafsir ulama untuk menjawab permintaan Anda, tanpa melakukan penafsiran teologis sendiri.
*
[Syarah Hadis] Mendudukkan Pemahaman Hadis tentang Nasib Entitas Yahudi Akhir Zaman
Penulis: Siti Murlina
Muslimah News, SYARAH HADIS —
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقَاتِلُوا الْيَهُودَ حَتَّى يَقُولَ الْحَجَرُ وَرَاءَهُ الْيَهُودِيُّ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ
Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan datang hari kiamat hingga kalian memerangi orang-orang Yahudi hingga batu yang di baliknya bersembunyi seorang Yahudi akan berkata, ‘Wahai Muslim, ini Yahudi di belakangku bunuhlah dia.'” (HR Bukhari No. 2709, Muslim No. 2926).
Dalam hadis yang lain disebut secara lebih detail Rasulullah saw. bersabda,
لا تقوم الساعة حتى تقاتلوا اليهود حتى يختبئ اليهودي وراء الحجر والشجر فيقول : الحجر والشجر : يا مسلم يا عبد الله هذا يهودي خلفي فتعال فاقتله إلاّ الغرقد
“Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga umat muslim memerangi Yahudi. Orang-orang Islam membunuh Yahudi sampai Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun, batu dan pohon berkata, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, inilah Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuh. Kecuali pohon gharqad (yang tidak demikian) karena termasuk pohon Yahudi.’” (HR Muslim no. 2922).
Dalam riwayat yang lain juga dari jalur Salim bin Abdullah bin Umar dari Abdullah bin ‘Umar ra. dengan lafaz,
ُقَاتِلُكُمُ الْيَهُودُ فَتُسَلَّطُونَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقُولُ الْحَجَرُ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ
“Kaum Yahudi nanti akan memerangi kalian. Akan tetapi, kalian (diberi kekuatan) menguasai (mengalahkan) mereka, kemudian (sampai) batu pun berkata, ‘Wahai muslim, ada orang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia.'” (HR Tirmidzi No. 2236).
Dalam hadis tersebut, tidak ada nas atau teks yang berkolerasi langsung dengan Palestina secara khusus. Dengan demikian, substansi dari hadis tersebut bersifat umum dan bisa terjadi di Palestina atau tempat lain. Selain itu, Rasulullah saw. juga tidak menjelaskan soal kapan terjadinya itu. Beliau saw. hanya menyampaikan apa yang menjadi tanda-tanda akhir zaman. Namun, kehancuran Yahudi pasti terjadi sebelum hari kiamat.
Makna dari kandungan hadis memberikan informasi bahwa akan terjadi peperangan besar antara kaum muslim dengan entitas Yahudi, berarti kiamat betul-betul telah dekat. Dengan demikian, tanda tersebut ada kaitannya dengan dekatnya kedatangan hari kiamat. Karena dengan tanda tersebut Allah Swt. hendak menguji keadaan hamba-Nya, bahwa pertarungan antara hak dan batil akan terus ada sampai menjelang kiamat kubra.
Akan terjadi saling serang atau pertempuran antara kedua belah pihak, yang membuat entitas Yahudi terdesak oleh pasukan kaum muslim hingga mereka pun mencari tempat-tempat persembunyian. Akan tetapi, atas izin Allah Swt., batu, tembok, pepohonan, dan lain sebagainya yang merupakan benda mati kelak bila masanya akan berbicara, bahkan hampir seluruh makhluk memberi tahu keberadaan orang Yahudi dan menyuruh untuk membunuhnya. Pada akhirnya pertempuran tersebut ditolong oleh Allah Swt. dan kemenangan berada di pihak kaum muslim.
Dalam hadis selanjutnya, yang tidak akan berbicara tentang keberadaan entitas Yahudi itu adalah pohon gharqad, karena ia memihak pada entitas Yahudi. Imam An-Nawawi menjelaskan, ”Gharqad adalah sejenis pohon berduri yang dikenal di Negeri Baitulmaqdis (Palestina). Di sanalah dajal dan Yahudi (akan) dibunuh (yakni oleh Nabi Isa as. dan kaum muslim).”
Imam Abu Hanifah dalam Al-Mu’jamul Wasith menerangkan, gharqad adalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ‘ausaj dari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri. Adapun bunganya yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan dan buahnya berbentuk kerucut dapat dimakan.
Berkenaan dengan informasi dalam beberapa hadis tadi, Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari menyatakan, “Terdapat (berita) adanya tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat. Di antaranya, berbicaranya benda-benda mati, seperti pohon dan batu. Dan berdasarkan lahirnya, adalah berbicara secara hakiki, meskipun ada kemungkinan adanya makna kiasan. Maksudnya, bersembunyi (di balik benda-benda tersebut) tidak bermanfaat bagi mereka (Yahudi). Akan tetapi, (makna) yang pertama (secara lahiriah) adalah lebih utama.”
Memaknai konten hadis tadi dalam konteks kekinian makin menunjukkan kebenarannya. Telah tampak nyata keadaannya entitas Yahudi sejak dari munculnya hingga sekarang tak henti-hentinya membuat permusuhan dan peperangan. Fakta ini telah Allah Swt. kabarkan dalam Al-Qur’an, demikian juga Rasulullah saw. telah mengabarkan di dalam beberapa hadis.
Fakta selanjutnya adalah dalam lintasan sejarah, kalangan Bani Israil yang durhaka (entitas Yahudi) tersebut banyak ditulis dan dituturkan tentang sepak terjang mereka yang kelam. Sebuah entitas yang selalu diaspora ke mana-mana di muka bumi, tanpa tempat menetap. Di mana pun mereka menetap, senantiasa melakukan kerusakan dan permusuhan yang berakhir pada pengusiran, perbudakan, bahkan pembunuhan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Adolf Hitler di Jerman (Eropa).
Hal ini tidak lain disebabkan oleh kedurhakaan, pengingkaran, dan pembangkangan mereka terhadap risalah atau syariat Allah Swt. yang dibawa oleh para nabi. Apa lagi permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum muslim. Allah Swt. gambarkan dalam firman-Nya,
۞ لَتَجِدَنَّ اَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْاۚ
“Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS Al-Maidah [5]: 82).
Dan dalam ayat yang lain,
وَلَيَزِيۡدَنَّ كَثِيۡرًا مِّنۡهُمۡ مَّاۤ اُنۡزِلَ اِلَيۡكَ مِنۡ رَّبِّكَ طُغۡيَانًا وَّكُفۡرًا ؕ وَاَ لۡقَيۡنَا بَيۡنَهُمُ الۡعَدَاوَةَ وَالۡبَغۡضَآءَ اِلٰى يَوۡمِ الۡقِيٰمَةِ ؕ كُلَّمَاۤ اَوۡقَدُوۡا نَارًا لِّلۡحَرۡبِ اَطۡفَاَهَا اللّٰهُ ۙ وَيَسۡعَوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ فَسَادًا ؕ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الۡمُفۡسِدِيۡنَ
“Dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan mereka. Dan Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya. Dan mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Maidah [5]: 64).
Relasi dari ayat di atas dengan beberapa hadis yang sudah dipaparkan sebelumnya sangat nyata adanya. Terjadi genosida dengan bombardir, penembakan, pembunuhan, pembantaian, dan lainnya terhadap kaum muslim di Gaza, Palestina saat ini. Pelakunya adalah bagian dari entitas Zionis Yahudi tersebut yang didukung oleh negara kafir penjajah yakni Amerika dan sekutunya.
Sungguh miris dan menyedihkan, entitas kecil Zionis Yahudi mampu melakukan genosida terhadap kaum muslim di Palestina. Sedangkan wilayahnya dikelilingi oleh negeri-negeri muslim yang jumlahnya jauh lebih besar dari entitas Yahudi. Hal ini disebabkan oleh sekat nasionalisme yang membuat mereka tidak satu tubuh lagi. Mereka tersandera oleh negara penjajah yakni Amerika dan sekutunya.
Entitas Zionis Yahudi yang saat ini menduduki Palestina tidak akan lama. Mereka berupaya membangun negara tempat menetap dan membuat tatanan dunia baru, tetapi hal itu tidak akan terwujud tanpa izin Allah Taala. Saat ini mereka berada di atas angin, sedang merayakan kemenangan dengan cara yang kejam dan biadab di atas genangan darah penduduk Palestina. Namun sungguh, tidak akan lama, Allah akan segera memenangkan kaum muslim di Palestina.
Oleh karenanya, untuk membebaskan Palestina membutuhkan aksi nyata sebuah negara, yakni dengan mengirim tentara dan senjata. Namun, hal ini tidak akan mungkin bisa dilakukan tanpa adanya persatuan kaum muslim. Dan persatuan kaum muslim beserta negeri-negeri muslim lainnya tidak lain hanyalah dengan Daulah Khilafah.
Jadi, upaya nyata bagi Palestina saat ini adalah jihad fisabilillah, yaitu mengirimkan bantuan militer berupa tentara lengkap dengan persenjataannya yang dikomandoi oleh seorang khalifah, pemimpin Daulah Islamiah. Dengan bersatunya negeri-negeri muslim di bawah naungan Daulah Khilafah, mereka akan terbebas dari belenggu penjajahan Amerika dan sekutunya. Dengan jihad dan Khilafah, bumi Palestina akan terbebas dari serangan dan kebiadaban entitas Yahudi. Mereka akan dihabisi sampai ke akar-akarnya dan musnah dari muka bumi. Kaum muslim akan memperoleh kemenangan yang nyata dan mereka akan dinaungi kehidupan yang mulia, baik di dunia maupun akhirat.
Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]
Sumber: suaramubalighah.com






0 komentar:
Posting Komentar