Minggu, 23 November 2025

MENGENAL ALLAH

 

ALLAAH

• Allah menciptakan Al 'Arsy bukan dijadikan tempat bagi DZAT-NYA tapi untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-NYA *Izhhaaron Liqudrotihi* akan kekuasaan-NYA. Karena 'Arsy itu makhluk Allah yang paling besar. Tujuh lapis langit jika dibandingkan dengan Arsy itu bagaikan sebuah cincin di padang yang luas. (Ini maksud perkataan sayyidina 'Ali)

• Allah tidak terkait zaman. Perubahan zaman tak ada pengaruhnya bagi Allah.

• Kenyataan Allah sebagai Allah sebelum menciptakan segala sesuatu. Allah tidak berubah-ubah, bergerak-gerak atau berpindah-pindah. Sebab Allah Qiyaamuhu Binafsihi.

• Allah ada sebelum segala sesuatu diciptakan-NYA (Menunjukkan bahwa Allah tidak membutuhkan segala sesuatu untuk bertempat.

Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un, wa antal aakhiru falaysa ba'daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-uniqdhi 'annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.

(Artinya: "Ya Allah, Engkaulah Yang Awal, tiada sesuatu pun sebelum-Mu. Engkaulah Yang Akhir, tiada sesuatu pun setelah-Mu. Engkaulah Yang Zhahir (Nyata), tiada sesuatu pun di atas-Mu. Engkaulah Yang Batin, tiada sesuatu pun di bawah-Mu. Lunaskanlah utang kami dan cukupkanlah kami dari kefakiran (kemiskinan)).

• Penjelasan soal sifat-sifat Allah :

• Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un (Ya Allah, Engkaulah Yang Awal, tiada sesuatu pun sebelum-Mu).

Frasa ini merupakan bagian dari sifat Allah sebagai Al-Awwal (Yang Maha Awal) yang menegaskan bahwa Allah adalah Dzat yang paling awal secara mutlak, tidak ada satu pun yang mendahului-Nya, baik dari segi waktu maupun keberadaan.

Penjelasan ini juga terkandung dalam doa pelunas utang yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang memohon kecukupan dan terlepas dari kefakiran. 

Makna "Antal Awwalu falaysa qoblaka syai-un"

Keberadaan yang Mutlak: Allah ada sebelum segala sesuatu. Kata "Awwal" di sini bukan hanya berarti yang pertama dalam urutan, tetapi "awal" yang mutlak tanpa ada sesuatu yang mendahuluinya (Qidam)

Penegasan akan Kekuasaan Allah: Frasa ini menunjukkan keesaan dan kekuasaan Allah sebagai pencipta. Tiada sesuatu pun yang ada kecuali melalui izin-Nya, dan tiada yang dapat menandingi-Nya.

Dasar Doa dan Permohonan: Pengetahuan bahwa Allah adalah yang "Awwal" menuntut manusia untuk berserah diri dan tidak bergantung pada selain-Nya. 

Kaitannya dengan doa pelunas utang

Doa pelunas utang yang mengandung frasa ini adalah:

Teks doa: "Ya Allah, Engkaulah Yang Awal, tiada sesuatu pun sebelum-Mu. Engkaulah Yang Akhir, tiada sesuatu pun sesudah-Mu...".

Makna permohonan:

Dengan mengucapkan doa ini, seorang Muslim memohon kepada Allah agar dicukupkan rezekinya dan dilunaskan utangnya dengan pertolongan-Nya, karena Allah adalah sumber segala kecukupan dan pemegang takdir. 

 Wa antal aakhiru falaysa ba'daka syai-un (Dan Engkaulah Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu pun setelah-Mu).

Frasa ini menjelaskan sifat Allah sebagai Yang Akhir, yang artinya tidak ada yang mendahului-Nya dan tidak ada yang akan datang setelah-Nya. Ini adalah salah satu nama-nama Allah, Al Akhir, yang menegaskan bahwa Allah adalah Dzat yang abadi dan kekal, yang eksistensinya tidak akan berakhir. 

Penjelasan lebih lanjut

Kekekalan Allah: Frasa ini menguatkan konsep bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang tidak akan binasa atau berakhir.

Keberadaan makhluk: Sesuatu yang bersifat abadi di antara makhluk-Nya, seperti surga dan neraka, adalah karena kehendak dan kekuasaan Allah, bukan karena mereka abadi dengan sendirinya.

Tidak ada yang mengikuti: Penegasan bahwa "tidak ada sesuatu pun setelah-Mu" adalah untuk menegaskan keesaan dan keabadian Allah, yang keberadaannya tidak akan pernah berakhir.

Bukan berarti Allah memiliki titik akhir: Terjemahan ini tidak berarti Allah akan berakhir di suatu titik. Sebaliknya, itu menegaskan bahwa Allah adalah yang terakhir dan akan tetap ada setelah segala sesuatu yang lain lenyap.

Konteks dalam Al-Qur'an: Frasa ini berasal dari Surat Al-Hadid ayat 3, di mana Allah menyebutkan sifat-Nya yang Maha Awal dan Maha Akhir, serta Maha Zhahir dan Maha Bathin. 

 Wa antazh zhoohiru falaysa fawqoka syai-un (Dan Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu).

Frasa ini adalah bagian dari nama-nama Allah (Asmaul Husna), yaitu Al-Zhahir. Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi di atas segala sesuatu, yang berarti tidak ada yang lebih tinggi atau lebih dominan dari-Nya. 

Al Zhoohir: Nama Allah yang berarti Maha Nyata, Maha Jelas, dan Maha Tampak. Penjelasan ini mengaitkan nama ini dengan kenyataan bahwa Allah adalah Dzat yang paling tinggi dan tidak ada apa pun yang bisa berada di atas-Nya.

Tidak ada yang di atas-Mu: Penegasan dari sifat Al-Zhahir, yang juga dapat diartikan sebagai "Tidak ada yang mengalahkan-Mu" atau "Tidak ada sesuatu yang menguasai-Mu," sesuai dengan interpretasi dalam Hadis.

Konteks dalam Al-Qur'an: Frasa ini adalah bagian dari ayat 3 surat Al-Hadid: "Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Yang Maha Zhahir dan Maha Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.". 

 Wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un (Dan Engkaulah Yang Batin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu). 

"Wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un" adalah sebuah frasa zikir atau doa yang berarti "Dan Engkaulah Yang Batin, maka tidak ada sesuatu pun di bawah-Mu". Makna ini merujuk pada sifat Allah SWT sebagai Yang Maha Gaib (Batin) yang mengetahui segala sesuatu, bahkan yang tersembunyi, dan menegaskan bahwa tidak ada apa pun yang berada di luar pengetahuannya, karena segalanya berada dalam kekuasaan-Nya. 

Wa antal baathinu: Menjelaskan sifat Allah yang "Batin" atau Maha Gaib, yang mengetahui segala hal yang tersembunyi dan rahasia terdalam.

Falaysa duunaka syai-un: Menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat tersembunyi dari-Nya atau berada di luar pengetahuan dan kekuasaan-Nya.

Makna keseluruhan: Frasa ini mengingatkan seorang Muslim bahwa Allah Maha Mengetahui segala rahasia dan bahwa tidak ada satu pun di alam semesta yang terlepas dari pengawasan dan kekuasaan-Nya. 

• Surat Al-Hadid Ayat 4 selengkapnya:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia *Istawa 'Alal 'Arsy.* Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya.
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Tafsir Wajiz

Dialah yang menciptakan langit dan bumi beserta semua yang ada di dalam dan di antara keduanya dalam enam masa; kemudian setelah penciptaan itu Dia berkuasa atas ‘Arsy untuk mengatur urusan makhluk-Nya. Apa saja yang terjadi pada ciptaan-Nya tidak pernah luput dari pengetahuan-Nya. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, seperti hewan yang menyusup, dan apa yang keluar dari dalamnya, seperti tanaman yang tumbuh. Dia mengetahui pula apa yang turun dari langit, seperti air hujan, dan apa yang naik ke sana, seperti kebajikan dan doa manusia. Wajib diyakini bahwa Allah itu ada dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan; tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.

Tafsir Tahlili

Pada ayat ini diterangkan, bahwa Allah menciptakan langit dan bumi beserta semua yang terdapat pada keduanya. Dialah yang mengaturnya dengan sistem yang telah ditentukan-Nya dalam enam masa, lalu Dia berkuasa atas ‘Arsy yang sesuai dengan kebesaran dan kesucian-Nya. Dari sanalah diatur seluruh kerajaan dengan hikmat dan bijaksana. Dianugerahkan-Nya kepada sebagian hamba-hamba-Nya petunjuk-petunjuk yang dapat membawa mereka kepada jalan yang sempurna untuk mengabdi dan bersyukur kepada-Nya sehingga mereka dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Dia mengetahui semua makhluk-Nya yang masuk ke dalam bumi, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya dan Dia pun mengetahui apa-apa yang keluar dari bumi, yang berupa tumbuh-tumbuhan, tanam-tanaman dan buah-buahan serta benda yang berupa emas, perak, minyak bumi dan lain-lain sebagainya.

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

۞ وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ ٥٩

Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfūẓ). (al-An‘ām/6: 59)

Allah mengetahui apa yang turun dari langit seperti hujan, malaikat dan amal perbuatan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut ini:

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعِزَّةَ فَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ جَمِيْعًاۗ اِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهٗ ۗوَالَّذِيْنَ يَمْكُرُوْنَ السَّيِّاٰتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۗوَمَكْرُ اُولٰۤىِٕكَ هُوَ يَبُوْرُ ١٠

Barang siapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapat azab yang sangat keras, dan rencana jahat mereka akan hancur. (Fāṭir/35: 10)

Allah melihat segala perbuatan manusia di mana pun ia berada. Dia mengawasi manusia, mendengar perkataannya, mengetahui apa-apa yang manusia sembunyikan dan yang tergerak dalam hatinya, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut ini:

سَوَاۤءٌ مِّنْكُمْ مَّنْ اَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهٖ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍۢ بِالَّيْلِ وَسَارِبٌۢ بِالنَّهَارِ ١٠

Sama saja (bagi Allah), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus terang dengannya; dan siapa yang bersembunyi pada malam hari dan yang berjalan pada siang hari. (ar-Ra‘d/13: 10)

Tafsir Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 186: Kedekatan Tuhan saat Hamba-Nya Berdoa

(Alwi Jamalulel Ubab Kolomnis)

*

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 186:  

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ  

Artinya: “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”  

Sabab Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 186 Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menyebutkan riwayat terkait sebab turun Al-Baqarah 186. Berikut ini riwayatnya:  

وسبب نزول هذه الأية قيل أن أعرابيا جاء إلى النبي صم فقال أقريب ربنا فندعوه سرا أم بعيد فندعوه جهرا فأنزل الله تعالى هذه الأية. وروي عن قتادة وغيره أن الصحابة قالوا كيف ندعو ربنا يا نبي الله أي أبالمناجاة أو بالمنادة فأنزل الله تعالى هذه الأية. وقال عطاء وغيره أنهم سألوا فى أي ساعة ندعوا الله فأنزل الله تعالى هذه الأية. وقال الحسن سأل أصحاب النبي صم فقالوا أين ربنا وقال ابن عباس أن يهود أهل المدينة قالوا يا محمد كيف يسمع ربك دعاء فأنزل الله تعالى هذه الأية  

Artinya: “Sebab turun ayat ini dikatakan, suatu ketika orang Badui datang menemui Nabi Muhammad saw dan berkata: “Apakah Tuhan kita dekat, sehingga kita berdoa dengan lirih atau jauh, sehingga kita berdoa dengan lantang?”, Kemudian Allah menurunkan ayat ini.  

Diriwayatkan dari Qatadah dan ulama lainnya bahwa sahabat pernah bertanya kepada Nabi: “Bagaimana kami berdoa kepada Tuhan kami wahai Nabi Allah? Apakah dengan berbisik atau dengan memanggil lantang?” Kemudian Allah menurunkan ayat ini.   Atha’ dan ulama lainnya berkata, bahwa sahabat bertanya: “Di mana Tuhan kami?” Ibnu Abbas berkata bahwa Yahudi Madinah berkata kepada Nabi Saw: “Wahai Muhammad, bagaimana Tuhanmu mendengar doa?” Kemudian Allah menurunkan ayat ini”. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 43).

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 186 Ayat 186 surat Al-Baqarah menjelaskan dengan tegas kedekatan Allah terhadap hamba-hamba-Nya, terutama dalam mengabulkan 
doanya. Bahkan kedekatan Allah digambarkan lebih dekat dari urat nadi hamba-Nya. Namun, maksud dari makna dekat tersebut bukan dekat dilihat dari tempatnya, melainkan dekat dalam mendengar dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya.

Abu Hayyan dalam tafsirnya menjelaskannya sebagai berikut:   

والقرب المنسوب إلى الله تعالى يستحيل أن يكون قربا بالمكان, وإنما القرب هنا عبارة عن كونه تعالى سامعا لدعائه مسرعا فى إنجاح طلب من سأله, فمثل حالة تسهيله ذلك بحالة من قرب مكانه ممن يدعوه فإنه لقرب المسافة يجيب دعاءه  

Artinya: “Maksud dekat yang dinisbatkan kepada Allah bukanlah dekat dalam segi tempat. Yang dimaksud dekat di sini ialah ungkapan Allah yang mendengar doa hamba-Nya, cepat dalam mengijabahi permintaan hamba yang meminta kepada-Nya. Perumpamaan mudahnya, Allah dalam mengabulkan doa seperti orang yang dekat dari orang yang ​​​​​​berdoa kepada-Nya. Karena kedekatan jarak tersebut Allah mengabulkan doanya.” (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, [Beirut, Darul Fikr:1432 H/2010 M], juz II, halaman 205).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan kisah yang bersumber dari riwayat Ahmad terkait hal ini.

    وقال الإمام أحمد: حدثنا عبد الوهاب بن عبد المجيد الثقفى حدثنا خالد الحذاء عن أبي عثمان النهدي عن أبي موسى الأشعري قال: كنا مع رسول الله صم فى غزاة فجعلنا لا نصعد شرفا ولا نعلو شرفا ولا نهبط واديا إلا رفعنا أصواتنا بالتكبير. قال: فدنا منا فقال: أربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا, إنما تدعون سميعا بصيرا, إن الذي تدعون أقرب إلى أحدكم من عنق راحلته

Artinya, “Imam Ahmad berkata: Menceritakan kepadaku Abdul Wahab bin Abdul Majid At-Tsaqafi, menceritakan kepadaku Khalid Al-Hidza’, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Abu Musa Al-Asy’ari, ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah saw di suatu peperangan, dan kami tidak melalui suatu jalan, bukit ataupun menaiki lembah, kecuali kami akan melantangkan suara dengan membaca takbir”.   

Abu Musa berkata: “Kemudian Nabi mendekat dan bersabda: ”Wahai umat manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli ataupun tidak ada. Sungguh kalian berdoa pada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dzat yang kalian berdoa kepada-Nya lebih dekat kepada kalian dari leher kendaraannya”. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 506).     

Makna Doa dalam Ayat Terkait makna doa pada ayat di atas, Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan adanya dua kemungkinan makna: Maksud dari doa di atas ialah taubat dari dosa yang dilakukan. Karena orang yang bertaubat dari dosa berdoa kepada Allah ketika ia bertaubat.

Adapun​​​​​​​ maksud dari men​​​​​​​ga​​​​​bulkan​​​​​doa ialah Allah men​​​​​​erima taubat seorang hamba. Maksud dari doa ialah ibadah sebagaimana sabda Nabi saw yang mengatakan: “Doa adalah ibadah”. Ini​​​​​​​ didukung oleh firman Allah dalam surat Al-Ghafir ayat 60 yang menjelaskan perintah Allah kepada hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya. Allah akan mengabulkan doanya dan​​​​​​​ memberi peringatan kepada orang-orang yang enggan beribadah kepada-Nya untuk tidak sombong dan angkuh dengan ancaman neraka Jahanam. (Al-Jawi, I/43).  

Syekh Nawawi juga menjelaskan makna lafal “falyastajībū lī walyu'minū bī la‘allahum yarsyudūn”. Maksudnya ialah perintah tunduk, berserah diri kepada Allah dan beriman kepada-Nya dengan taat dan beribadah kepada-Nya. Sebab dengan hal tersebut seorang hamba dapat dikatakan memperoleh petunjuk untuk kemaslahatan agama dan dunianya. (Al-Jawi, I43). 

Wallahu a’lam   Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.

Al-Isra' · Ayat 85

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا ۝٨٥

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”

Tafsir Wajiz

Dan mereka, yakni orang-orang kafir Mekah bertanya kepadamu wahai Nabi Muhammad tentang roh, apakah hakikat roh itu. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, hanya Dia yang mengetahui hakikat roh itu dan tidaklah kamu wahai manusia diberi pengetahuan kecuali sedikit dibandingkan dengan keluasan objek yang diketahui atau dibandingkan dengan ilmu Allah.

Tafsir Tahlili

Orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Muhammad tentang roh yang dapat menghidupkan jasmani, apakah hakikatnya dan apakah dapat dibangkitkan kembali. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi untuk menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa masalah roh adalah urusan Allah, hanya Dialah yang mengetahui segala sesuatu, dan Dia sendirilah yang menciptakannya. Kata rūḥ dalam Al-Qur’an mempunyai tiga arti, yaitu:

Pertama:

Yang dimaksud dengan rūḥ adalah Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah:

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. (asy-Syūrā/42: 52)

Pengertian ini sesuai dengan isi ayat 82 Surah al-Isrā’, dimana diterangkan bahwa Al-Qur’an menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Juga sesuai dengan ayat 87 surah yang sama yang menerangkan bahwa jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan melenyapkan Al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dengan demikian, Nabi tidak akan memperoleh pembelaan.

Kedua:

Malaikat Jibril.

Dalam Al-Qur’an banyak perkataan rūḥ yang diartikan dengan Jibril a.s., seperti dalam firman Allah swt.

نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ الْاَمِيْنُ ۙ ١٩٣ عَلٰى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْذِرِيْنَ ۙ ١٩٤ (الشعراۤء)

Yang dibawa turun oleh ar-Rūḥ al-Amīn (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan. (asy-Syu’arā’/26: 193-194)

Dan firman Allah swt:

فَاَرْسَلْنَآ اِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا …

lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. (Maryam/19: 17)

Ketiga:

Berarti roh yang ada dalam badan, yang merupakan sumber kehidupan dari makhluk hidup. Menurut Jumhur Ulama, kata rūḥ dalam ayat ini adalah roh yang ada dalam badan (nyawa). Firman Allah:

وَالَّتِيْٓ اَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهَا مِنْ رُّوْحِنَا وَجَعَلْنٰهَا وَابْنَهَآ اٰيَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ٩١ (الانبياۤء)

Dan (ingatlah kisah Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)nya; Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Allah) bagi seluruh alam. (al-Anbiyā’/21: 91)

Pendapat yang menyamakan rūḥ dengan nafs (roh/nyawa) ini adalah pendapat yang banyak dianut ulama (jumhur) dan sesuai dengan sebab ayat ini diturunkan. Allah berfirman:

فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ ٢٩ (الحجر)

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (al-Ḥijr/15: 29)

Ayat-ayat tersebut di atas mengajak umat manusia supaya memahami isi Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, agar tidak tersesat ke jalan yang tidak benar. Sebaliknya mereka yang tidak berusaha untuk memahami isi Al-Qur’an tidak akan bisa memanfaatkannya sebagai pedoman hidup, bahkan mereka melakukan tindakan dan perbuatan yang dapat menjauhkan mereka dari pemahaman terhadap ayat-ayatnya dengan benar.

Mereka menanyakan kepada Nabi saw hal-hal yang tidak mungkin diketahui manusia, yang sebetulnya tidak ada gunanya untuk diketahui, kecuali hanya sekedar untuk menguji Nabi. Allah swt dalam ayat ini menyatakan bahwa Ia hanya memberi manusia sedikit sekali pengetahuan mengenai roh.

Akan tetapi, di antara ulama ada yang telah mencoba mendalami hakikat roh itu. Di antaranya ialah:

1. Roh itu ialah semacam materi cahaya (jisim, nurani) yang turun ke dunia dari alam tinggi, sifatnya berbeda dengan materi yang dapat dilihat dan diraba.

2. Roh itu mengalir dalam tubuh manusia, sebagaimana mengalirnya air dalam bunga, atau sebagaimana api dalam bara. Roh memberi kehidupan ke dalam tubuh seseorang selama tubuh itu sanggup dan mampu menerimanya, dan tidak ada yang menghalangi alirannya. Bila tubuh tidak sanggup dan mampu lagi menerima roh itu, sehingga alirannya terhambat dalam tubuh, maka tubuh itu menjadi mati. Pendapat ini dikemukakan oleh ar-Rāzī dan Ibnul Qayyim.

Sedangkan Imam al-Gazālī dan Abu Qasim ar-Ragib al-Asfahānī berpendapat bahwa roh itu bukanlah materi dan sesuatu yang berbentuk, tetapi ia hanyalah sesuatu yang bergantung pada tubuh untuk mengurus dan menyelesaikan kepentingan-kepentingan tubuh.

Sikap kaum Muslimin yang paling baik tentang roh ialah mengikuti firman Allah ini, bahwa hakikat roh itu tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, karena hanya Allah yang mengetahuinya dengan pasti. Yang perlu dipercayai adalah bahwa roh itu ada.

Allah hanya memberikan gejala-gejalanya kepada manusia sendiri pun mengetahui adanya roh itu, serta menghayati gejala-gejalanya. Maka yang perlu diteliti dan dipelajari dengan sungguh-sungguh ialah gejala-gejala roh itu, yang dilakukan dalam psikologi. Mempelajari gejala-gejala jiwa ini bahkan termasuk hal yang diminta oleh Allah dalam firman-Nya:

وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ ٢١ (الذّٰريٰت)

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? aż-Żāriyāt/51: 21)

Karena hanya Allah yang mengetahui tentang hakikat roh, maka pada ayat ini Allah swt menegaskan kepada manusia bahwa ilmu Allah itu Maha Luas, tidak dapat diperkirakan, meliputi segala macam ilmu, baik ilmu tentang alam yang nyata, maupun yang tidak nyata, baik yang dapat dicapai oleh pancaindera, maupun yang tidak. Karena kasih sayang Allah kepada manusia, maka dianugerahkan-Nya sebagian kecil ilmu itu kepada manusia, tidak ada artinya sedikit pun bila dibanding dengan kadar ilmu Allah.

Diriwayatkan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, orang-orang Yahudi menjawab, “Kami telah diberi ilmu yang banyak. Kami telah diberi kitab Taurat. Siapa yang telah diberi kitab Taurat, berarti dia telah diberi kebaikan yang banyak.”

Maka turunlah ayat 109 Surah al-Kahf. Allah swt berfirman:

قُلْ لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمٰتِ رَبِّيْ لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّيْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهٖ مَدَدًا ١٠٩ (الكهف)

Katakanlah (Muhammad), ”Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (al-Kahf/18: 109)

Doa Rasulullah SAW saat Rukuk dan Sujud

Rasulullah menganjurkan untuk memperbanyak doa di waktu sujud. Pasalnya, sujud adalah waktu di mana Allah dan seorang hamba begitu dekat. Anjuran ini tentu saja berlaku bagi orang yang shalat sendiri, bukan bagi imam dalam shalat berjamaah.

Anjuran ini tercatat dalam hadits sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Momentum terdekat seorang hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa saat itu,’” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i).

Adapun berikut ini doa Rasulullah ketika rukuk dan sujud yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

1. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW memperbanyak doa berikut ini ketika rukuk dan sujud.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Subhānakallāhumma rabbanā wa bi hamdikAllāhummaghfir .

Artinya, “Mahasuci Engkau ya Allah, Tuhan kami. Segala puji bagi-Mu wahai Tuhanku. Ampunilah dosaku.”

2. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa ia mencari nabi pada suatu malam. “Kupikir beliau pergi untuk menemui salah seorang istrinya. Setelah kucari dan kukembali, ternyata aku mendapatinya sedang rukuk atau sujud. Ia membaca doa sebagai berikut:”

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Subhānaka wa bi hamdik ilāha illā anta.

Artinya, “Mahasuci Engkau. Segala puji bagi-Mu. Tiada tuhan selain Engkau.”

3. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW membaca dalam rukuk dan sujudnya sebagai berikut:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

Subbūhun quddūsun rabbul malā’ikati war rūh.

Artinya, “Maha bersih dan maha suci (Engkau), Tuhan malaikat dan roh (mailakat besar/Jibril/makhluk lain yang tidak terlihat oleh malaikat).”

Adapun berikut ini doa Rasulullah ketika sujud yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

1. Sahabat Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW berdoa dalam sujudnya sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ

Allâhummaghfirlî dzanbî kullahdiqqahû wa jillah, wa awwalahû wa âkhirah, wa ‘alâniyatahû wa sirrah.

Artinya, “Tuhanku, ampunilah aku dari segala dosa baik kecil maupun besar, awal maupun akhir, dan dosa yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.”

2. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW sebelum wafat memperbanyak baca doa sebagai berikut dalam sujudnya:

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ 

Subhānaka wa bi hamdikAstaghfiruka wa atūbu ilaik.

Artinya, “Mahasuci Engkau (ya Allah). Segala puji bagi-Mu. Aku memohon ampunan kepada-Mu. Aku bertobat kepada-Mu.”

3. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa sejak turun Surat An-Nashr (menjelang wafatnya) ia belum pernah melihat Rasulullah SAW shalat kecuali membaca di dalamnya doa sebagai berikut:

سُبْحَانَكَ رَبِّي وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Subhānaka rabbī wa bi hamdikAllāhummaghfir .

Artinya, “Mahasuci Engkau, Tuhanku. Segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah dosaku.”

4. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW memperbanyak baca doa sebagai berikut:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ

Subhānallāhi wa bi hamdihAstaghfirullāha wa atūbu ilaih.

Artinya, “Mahasuci Allah. Segala puji bagi-Nya. Aku memohon ampunan kepada Allah. Aku bertobat kepada-Nya.”

5. Sahabat Abu Hurairah RA meriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah RA bahwa ia suatu malam mendapati Rasulullah SAW tidak di tempat tidur. Ia mencarinya dan tangannya jatuh pada telapak kedua kaki Rasulullah yang sedang sujud di masjid sambil berdoa sebagai berikut: 

اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Allāhumma a‘ūdzu bi ridhāka min sakhathika, wa bi mu‘āfātika min ‘uqūbatika. Wa a‘ūdzu bika minka.  uhshī tsnā’an ‘alaika anta kamā atsnaita ‘alā nafsika.

Artinya, “Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu daripada siksa-Mu. Aku tidak sanggup membilang pujian atas diri-Mu sebagaimana Kau membilang pujian atas diri-Mu sendiri.” Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)


Hadis tentang kedekatan hamba saat sujud:

Rasulullah SAW bersabda: "Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya ialah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah doa (di dalamnya)." Hadis riwayat Muslim ini menunjukkan bahwa sujud adalah momen spiritual di mana seorang hamba berada pada puncak kedekatan dengan Allah SWT, bukan dalam pengertian jarak fisik, melainkan kedekatan secara spiritual dan penerimaan doa.

Hadis tentang menghadap kiblat:
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menghadap Ka'bah saat shalat, dan Ka'bah adalah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia. Hal ini berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur'an (QS. Al-Baqarah: 144, 150). Menghadap kiblat adalah syarat sah shalat.

Konsep arah kiblat dan kehadiran Allah: Dalam shalat, umat Islam diperintahkan untuk fokus dan khusyuk, seolah-olah Allah berada di hadapannya. Terdapat hadis yang menyatakan bahwa Allah menghadap kepada orang yang shalat selama ia tidak berpaling. Namun, ini dipahami dalam konteks perhatian dan rahmat Allah, bukan berarti Allah berada di arah kiblat secara fisik, karena Allah Maha di atas 'Arsy dan tidak terikat oleh tempat atau arah tertentu. 

Kesimpulan:

Tidak ada hadis sahih yang secara harfiah menyatakan "ada Allah di antara orang sujud dengan kiblat". Frasa tersebut mungkin merupakan interpretasi atau penyampaian makna secara kiasan mengenai kewajiban menghadap kiblat saat shalat dan anjuran untuk memperbanyak doa saat sujud karena kedekatan spiritual dengan Allah pada momen tersebut. Ajaran Islam menegaskan bahwa Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan kita mendekat kepada-Nya melalui ibadah dan kekhusyukan. 

Al-Baqarah · Ayat 115

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۝١١٥

Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.

Tafsir Wajiz

Dan milik Allah timur dan barat. Artinya, Allah adalah Tuhan bumi seluruhnya. Ke mana pun kamu menghadap ketika menunaikan salat, di sanalah wajah Allah, yaitu kiblat yang diinginkan Allah bagimu. Sungguh, Allah Mahaluas, tidak sempit dan tidak terbatas, Maha Mengetahui siapa yang menghadap kepada-Nya di mana pun ia berada.

Tafsir Tahlili

Sebab turunnya ayat ini ialah seperti diriwayatkan oleh Jabir sebagai berikut: "Kami telah diutus oleh Rasulullah saw dalam suatu peperangan dan aku termasuk dalam pasukan itu. Ketika kami berada di tengah perjalanan, kegelapan mencekam kami, sehingga kami tidak mengetahui arah kiblat."

Segolongan di antara kami berkata, "Kami telah mengetahui arah kiblat, yaitu ke sana, ke arah utara. Maka mereka salat dan membuat garis di tanah. Sebagian kami berkata, "Arah kiblat ke sana ke arah selatan." Dan mereka membuat garis di tanah. Tatkala hari subuh dan matahari pun terbit, garis itu mengarah ke arah yang bukan arah kiblat. Tatkala kami kembali dari perjalanan dan kami tanyakan kepada Rasulullah saw tentang peristiwa itu, maka Nabi saw diam dan turunlah ayat ini."[17]

Allah swt menegaskan pemilikan-Nya terhadap seluruh alam ini. Dia sendiri yang mengaturnya, mengetahui apa saja yang terjadi di dalamnya, baik kecil maupun besar. Firman Allah:

وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ

Dan Dia bersama kamu di mana saja
kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Ḥadīd/57:4)

Firman Allah yang lain:

مَا يَكُوْنُ مِنْ نَّجْوٰى ثَلٰثَةٍ اِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ اِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَآ اَدْنٰى مِنْ ذٰلِكَ وَلَآ اَكْثَرَ اِلَّا هُوَ مَعَهُمْ اَيْنَ مَا كَانُوْاۚ …

Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada (al-Mujādilah/58:7)

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ ...

(Mereka berkata), " Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu ..." (al-Mu’min/40: 7)

Karena itu pada dasarnya, ke mana saja manusia menghadapkan mukanya dalam berdoa atau beribadah, ke timur, barat, utara, selatan, ke bawah, ke atas, dan sebagainya, pasti doa dan ibadahnya itu didengar Allah dan sampai kepada-Nya. Ayat ini *membantah kepercayaan bahwa Allah mempunyai tempat,* bahwa doa atau ibadah akan didengar dan sampai kepada Allah bila hamba yang berdoa dan beribadah itu menghadap ke arah tertentu saja atau suatu tempat yang dianggap lebih mulia dari tempat yang lain dan sebagainya.

Kata wajh banyak sekali artinya. Dalam ayat ini berarti *"kehadiran"*. Berdasarkan ayat di atas dan sebab turunnya, dapat ditetapkan hukum sebagai berikut:

1. Kiblat itu pada dasarnya ialah seluruh arah. Kemana saja hamba menghadap pasti menemui wajah Allah. Untuk memelihara kesatuan dan persatuan kaum Muslimin ditetapkanlah Ka‘bah sebagai arah kiblat.

2. Apabila hari sangat gelap dan arah kiblat tidak diketahui, maka boleh salat menghadap ke arah yang diyakini sebagai kiblat. Jika ternyata kemudian arah itu bukan arah kiblat maka salatnya tetap sah.

3. Bagi orang yang berada di atas kendaraan yang sedang berjalan, ia boleh berkiblat ke arah yang dia sukai. Sebagian ulama menganjurkan berkiblat ke arah depan dari kendaraan itu.

Asy-Syura · Ayat 11

فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّمِنَ الْاَنْعَامِ اَزْوَاجًاۚ يَذْرَؤُكُمْ فِيْهِۗ لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ۝١١

Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagimu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri dan (menjadikan pula) dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan(-nya). Dia menjadikanmu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Tafsir Wajiz

Dialah, Allah, Pencipta langit dengan segala keindahannya dan Pencipta bumi tanpa ada contoh sebelumnya dan Dia pula yang menciptakan segala isi yang ada pada keduanya, termasuk makhluk-makhluk yang menghuninya.

Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, yaitu pasangan laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri dan menjadikan pula dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan bagi masing-masing binatang, ada jantan dan ada betina dan dengan berpasangan itu mereka dapat melanjutkan keturunannya.

Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dan dapat melanjutkan keturunanmu dengan jalan berpasang-pasangan itu. Tidak ada sesuatu pun dari semua makhluk yang telah diciptakan-Nya itu yang serupa dengan Dia dalam zat dan segala sifat dan perbuatan-Nya. Dia suci dari pasangan.

Dan Dia Yang Maha Mendengar segala yang kamu katakan, maupun yang terlintas dalam pikiranmu, Maha Melihat segala yang kamu lakukan, baik secara terangan-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Tafsir Tahlili

Allah menerangkan bahwa Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, begitu juga hal-hal aneh dan ajaib yang mengherankan yang kita saksikan seperti luasnya cakrawala yang membentang luas di atas kita tanpa ada tiang yang menunjangnya; karenanya, Dia-lah yang pantas dan layak dijadikan sandaran dalam segala hal dan dimintai bantuan dan pertolongan-Nya; bukan tuhan-tuhan mereka yang tidak berdaya dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dia-lah yang menjadikan bagi manusia dari jenisnya sendiri jodohnya masing-masing; yang satu dijodohkan kepada yang lain sehingga lahirlah keturunan turun-temurun memakmurkan dunia ini. Demikian itu berlaku pula pada binatang ternak yang akhirnya berkembang biak memenuhi kehidupan di bumi.

Dengan demikian, kehidupan makhluk yang berada di atas bumi ini menjadi teratur dan terjamin bagi mereka. Makanan yang cukup bergizi, minuman yang menyegarkan dan nikmat-nikmat lain yang wajib disyukuri untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Semuanya itu menunjukkan kebenaran dan kekuasaan Allah.

*Tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam segala hal.* Dia Maha Mendengar, Dia mendengar segala apa yang diucapkan setiap makhluk, Dia Maha Melihat. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dia melihat segala amal perbuatan makhluk-Nya, yang baik maupun yang jahat. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai kekuasaan, kebesaran, dan kebijaksanaan-Nya.

Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ayat ini secara jelas menyatakan demikian. Demikian pula beberapa ayat berikut:

سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ ٣٦

Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yāsīn/36: 36) Firman Allah:

وَهُوَ الَّذِيْ مَدَّ الْاَرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْهٰرًا ۗوَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ فِيْهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٣

Dan Dia yang menghamparkan bumi
dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. (ar-Ra‘d/13: 3) Dan Firman-Nya:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ٤٩

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah). (aż-Żāriyāt, 51: 49)

Menurut kajian ilmiah, bukan hanya makhluk hidup yang berpasang-pasangan, namun benda-benda mati juga berpasang-pasangan. Dengan menggunakan ilmu dan peralatan canggih yang ada saat ini, sudah dapat diketahui mengenai adanya pasangan-pasangan dari atom sampai ke awan.

Atom, yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat dibagi, ternyata ia pun berpasangan. Atom terdiri dari elektron dan proton.

Proton yang bermuatan listrik positif dikelilingi oleh beberapa partikel elektron yang bermuatan listrik negatif. Muatan listrik di kedua kelompok partikel ini sangat seimbang.

Tumbuh-tumbuhan pun memiliki pasangan-pasangan guna pertumbuhan dan perkembangannya. Sebelumnya, manusia tidak mengetahui bahwa tumbuh-tumbuhan juga memiliki perbedaan kelamin jantan dan betina.

Buah adalah produk akhir dari reproduksi tumbuhan tinggi. Tahap yang mendahului buah adalah bunga, yang memiliki organ jantan dan betina, yaitu benangsari dan putik. Bila tepungsari dihantarkan ke putik, akan menghasilkan buah, yang kemudian tumbuh, hingga akhirnya matang dan melepaskan bijinya.

Oleh sebab itu, seluruh buah mencerminkan keberadaan organ-organ jantan dan betina, suatu fakta yang disebut dalam Al-Qur’an.

Ada tumbuhan yang memiliki benangsari dan putik sehingga menyatu dalam diri pasangannya, dan dalam penyerbukannya ia tidak membutuhkan pejantan dari bunga lain. Namun, ada juga yang hanya memiliki salah satunya saja sehingga untuk berproduksi ia membutuhkan pasangannya dari bunga lain. Hanya Allah yang tidak berpasangan.

Tafsir Surat Asy-Syura Ayat 11 tidak Ada yang Menyerupai Allah

Kali ini kita membahas tafsir Al-Qur'an terkait akidah yang terdapat pada penggalan Surat Asy-Syura ayat 11. Potongan ayat ini ditetapkan para ulama sebagai yang paling jelas di dalam Al-Qur'an tentang kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya secara total.

Bagaimana tafsir dari sepotong ayat 11 dari Surat Asy-Syura itu?

Berikut penjelasannya sebagaimana disampaikan Kiai Asyari Masduki dari LDNU PC Kediri.

Asy-Syura ayat 11

لَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ

Laysa kamitslihi syai un wa huwas samii'ul bashiir.

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah (baik dari satu segi maupun semua segi), dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Potongan ayat itu akan menjadi fokus pembahasan terkait akidah kali ini. Namun, kami sertakan ayat itu secara lengkap.

فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَمِنَ ٱلْأَنْعَٰمِ أَزْوَٰجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. 

Penjelasan

Lafaz syai un (شىء) dalam ayat di atas berbentuk nakirah dan berada dalam struktur kalimat nafi (negatif). "Dalam ilmu balaghah berfaidah syumul (menyeluruh), tanpa ada pengecualian," ujar Asyari. 

Karena itu, شيء dalam ayat ini berarti segala sesuatu selain Allah (alam/makhluk), tanpa ada pengecualian. Segala sesuatu selain Allah yaitu alam secara umum terklasifikasi menjadi dua bagian, yaitu benda (jauhar) dan sifat benda ('aradl). 

Benda ada dua macam, yaitu:

1. Jauhar al-fard, yaitu benda yang tidak bisa dibagi-bagi, karena telah mencapai batas terkecil.

2. Jisim, yaitu benda yang tersusun dari dua jauhar al-fard atau lebih atau benda yang memiliki panjang, lebar, dan kedalaman.

Selanjutnya jisim ada dua macam, yaitu:

1. Jisim katsif, yaitu jisim yang bisa disentuh dengan tangan, seperti manusia, batu, pohon, dan semisalnya.

2. Jisim lathif, yaitu jisim yang tidak bisa disentuh dengan tangan, seperti udara, cahaya, kegelapan, dan semacamnya.

Kesimpulan

Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya. Berikut maknanya.

1. Allah bukan benda (jawhar) dan tidak disifati dengan sifat benda ('aradl).

2. Allah bukan jawhar al-fardl dan bukan jisim.

3. Allah bukan jisim katsif dan bukan jisim lathif.

4. Allah tidak disifati dengan sifat benda seperti berubah, berada pada arah dan tempat, memiliki bentuk dan ukuran, memiliki warna, dan berbagai sifat kebendaan lainnya.

Telah ditegaskan sebelumnya bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk. Karenanya inilah makna Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.

1. Pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran makhluk.

2. Allah mendengar segala sesuatu tanpa membutuhkan telinga atau piranti lain. Ini berbeda dengan pendengaran makhluk yang membutuhkan pada piranti-piranti tersebut dan terbatas. 

3. Pengelihatan Allah tidak sama dengan penglihatan makhluk.

4. Allah melihat segala sesuatu tanpa membutuhkan mata, cahaya, dan piranti lain. Ini berbeda dengan penglihatan kita yang membutuhkan pada piranti-piranti tersebut dan terbatas. 

Begitulah makna ayat 11 dari Surat Asy-Syura bahwa tidak ada sesuatu pun serupa dengan Allah atau Allah tidak menyerupai makhluk dalam satu segi maupun semua segi. Ini berarti Allah tidak dapat dicapai pikiran, khayalan, maupun gambaran manusia. Wallahu a'lam.

Al-Hasyr · Ayat 22

هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِۚ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ۝٢٢

Dialah Allah Yang tidak ada tuhan selain Dia. (Dialah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Tafsir Wajiz

Allah yang menurunkan Al-Qur’an dan menetapkannya sebagai petunjuk bagi manusia, adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Dialah yang berhak disembah, tidak ada yang lain. Segala penyembahan terhadap selain Allah, seperti pohon, batu, patung, matahari, dan sebagainya, adalah perbuatan sesat. Dia Maha Mengetahui segala yang ada, baik yang tampak maupun yang gaib di langit dan di bumi. Dia Maha Pemurah kepada makhluk-Nya, dan Maha Pengasih.

Tafsir Tahlili

Al-Qur’an adalah wahyu Allah petunjuk bagi manusia. Pada ayat ini dan seterusnya hingga akhir surah, Allah menjelaskan al-asma al-husna, nama-nama Allah yang indah. Apabila al-asma al-husna dipahami dan diresapkan secara mendalam ke dalam sanubari akan menguatkan keyakinan kepada-Nya. Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Dia memperkenalkan nama-nama-Nya. Bila zat-Nya dipikirkan akan membingungkan, karena pikiran manusia tidak sanggup menjangkaunya; bila nama-Nya disebut akan menggetarkan hati yang beriman; bila sifat-Nya diuraikan akan mempesona; dan bila perbuatan-Nya diamati dengan cermat akan mengagumkan setiap manusia; karena itu tidak ada Tuhan layak diibadati selain Dia. Yang Mengetahui yang gaib, karena pengetahuan-Nya tak terbatas; dan Yang Mengetahui yang nyata, karena pengetahuan-Nya meliputi zarrah. Dialah Yang Maha Pengasih, yang kasih sayang-Nya tak mengenal batas; Maha Penyayang, yang rahmat-Nya kepada orang yang beriman sejak di dunia hingga di surga.

Al-Hasyr · Ayat 23

هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ۝٢٣

Dialah Allah Yang tidak ada tuhan selain Dia. Dia (adalah) Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahadamai, Yang Maha Mengaruniakan keamanan, Maha Mengawasi, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, dan Yang Memiliki segala keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Tafsir Wajiz

Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia, tidak ada Tuhan yang berhak diibadati selain Dia. Maharaja, Yang kekuasaan-Nya tak terbatas; Yang Mahasuci dari segala bentuk kekurangan; Yang Mahasejahtera, Yang menjadi sumber kedamaian yang didambakan manusia; Yang Menjaga Keamanan, Yang Pengayoman-Nya lengkap, sempurna, dan menyeluruh. Pemelihara Keselamatan manusia, terutama di akhirat; Yang Mahaperkasa mencabut kekuasaan para penguasa dunia; Yang Mahakuasa menghentikan paksa ambisi para pecandu kekuasaan. Yang Memiliki Segala Keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan, karena Allah berbeda dengan seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Tafsir Tahlili

Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki segala sesuatu yang ada, dan mengurus segalanya menurut yang dikehendaki-Nya. Yang Mahasuci dari segala macam bentuk cacat dan kekurangan. Yang Mahasejahtera, Yang Maha Memelihara keamanan, keseimbangan, dan kelangsungan hidup seluruh makhluk-Nya, Mahaperkasa tidak menganiaya makhluk-Nya, tetapi tuntutan-Nya sangat keras. Dia Mahabesar dan Mahasuci dari segala apa yang dipersekutukan dengan-Nya.

Al-Hasyr · Ayat 24

هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ۝٢٤

Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Yang Mewujudkan dari tiada, dan Yang Membentuk rupa. Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada-Nya. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Tafsir Wajiz

Dialah Allah Yang Menciptakan seluruh makhluk dengan hikmah yang mengagumkan. Yang Mengadakan segala sesuatu dari tiada menjadi ada. Yang Membentuk Rupa manusia ketika masih janin dalam rahim. Dia memiliki nama-nama yang indah yang menggambarkan sifat dan perbuatan-Nya yang mempesona. Apa yang di langit: bintang, bulan, planet, dan seluruh isi galaksi dan apa yang ada di bumi lautan, daratan, gunung, sungai, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan lain-lain semuanya bertasbih kepada-Nya, tetapi manusia tidak memahami tas-bihnya. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa menghentikan rencana dan harapan manusia dengan kematian. Mahabijaksana dalam memperlakukan manusia dan menata jagat raya.

Tafsir Tahlili

Allah Pencipta seluruh makhluk-Nya. Dia yang mengadakan seluruh makhluk dari tidak ada kepada ada. Yang membentuk makhluk sesuai dengan tugas dan sifatnya masing-masing. Dia mempunyai sifat-sifat yang indah, nama yang agung yang tidak dipunyai oleh makhluk lain, selain dari Dia. Kepada-Nya bertasbih dan memuji segala yang ada di langit dan di bumi. Sebenarnya yang penting dalam berdoa adalah keikhlasan hati, kekhusyukan dan ketundukan kepada Allah. Dengan membaca ayat-ayat itu, diharapkan ketiganya muncul, sehingga doa itu diterima Allah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dan Muslim dari Abū Hurairah dari Nabi saw bersabda:

إِنَّ لِلّٰهِ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ اِسْمًا، مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه البخاري ومسلم)

Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafal, menghayati, dan meresapinya, niscaya akan masuk surga. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)

Yang dimaksud dengan menghayati dan meresapinya di sini ialah benar-benar memahami sifat-sifat Allah itu, merasakan keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya atas seluruh makhluk, dan merasakan kasih sayang-Nya. Hal itu menimbulkan ketundukan, kepatuhan, dan kekhusyukan pada setiap orang yang melakukan ibadah kepada-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar