Ketidakmampuan suatu institusi untuk menampilkan atau menemukan berkas arsipnya sendiri kedengaran sangat aneh dan sering kali mengkhawatirkan.
Dalam konteks manajemen organisasi modern, kearsipan adalah fungsi penting yang vital untuk akuntabilitas, transparansi, dan operasional berkelanjutan. Berikut beberapa alasan mengapa situasi ini janggal:
Pelanggaran Akuntabilitas Publik:
Institusi, terutama yang bersifat publik atau melayani kepentingan umum, wajib menyimpan catatan kegiatan dan keputusan mereka sebagai bukti pertanggungjawaban.
Risiko Hukum:
Ketiadaan arsip dapat menyebabkan masalah hukum serius, terutama jika diperlukan sebagai bukti dalam audit, litigasi (gugatan hukum), atau penyelidikan.
Hambatan Operasional:
Arsip berfungsi sebagai memori institusional. Tanpa arsip, institusi tidak dapat belajar dari sejarahnya, mengelola asetnya, atau melanjutkan proyek-proyek penting.
Indikasi Maladministrasi:
Ketidakmampuan mengelola arsip sering kali mencerminkan tata kelola (governance) yang buruk, manajemen yang tidak efektif, atau bahkan potensi penyembunyian informasi.
Secara singkat, kemampuan mengelola dan mengakses arsip adalah tanda dasar dari institusi yang berfungsi dengan baik. Ketidakmampuan melakukannya menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem dan manajemen mereka.
*
Setiap universitas yang telah mendidik mahasiswa tentunya memiliki arsip setiap mahasiswanya ?!
Ya, secara mutlak setiap universitas wajib dan pasti memiliki arsip setiap mahasiswanya [1]. Hal ini bukan hanya sekadar kelaziman, tetapi juga merupakan keharusan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan standar akademik [1, 2].
Arsip mahasiswa ini dikenal sebagai arsip dinamis atau arsip aktif yang sangat penting bagi operasional universitas. Fungsinya mencakup berbagai aspek:
Bukti Akademik yang Sah:
Arsip tersebut menyimpan riwayat nilai, mata kuliah yang diambil, transkrip, skripsi/tesis, dan tanggal kelulusan, yang menjadi dasar untuk penerbitan ijazah dan dokumen akademik resmi lainnya [1, 2].
Legalitas dan Akuntabilitas:
Arsip berfungsi sebagai bukti hukum atas status mahasiswa, pembayaran biaya kuliah, dan partisipasi dalam kegiatan universitas. Ini penting untuk audit internal maupun eksternal oleh pemerintah (seperti BAN-PT atau Kemendikbudristek) [2].
Pelayanan Alumni:
Data arsip diperlukan saat alumni meminta legalisir ijazah, transkrip, atau surat keterangan lain di masa depan.
Dasar Pengambilan Keputusan: Data ini digunakan untuk statistik universitas, pelaporan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), dan perencanaan strategis pengembangan program studi [1].
Ketidakadaan arsip mahasiswa di sebuah universitas akan menyebabkan ketidakabsahan gelar yang dikeluarkan, serta melumpuhkan fungsi administrasi dan legalitas institusi tersebut [1, 2].
[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyatakan bahwa penyelenggara negara, termasuk institusi pendidikan, wajib mengelola arsip dinamis.
[2] Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatur tentang sistem informasi akademik yang mengharuskan pencatatan riwayat mahasiswa secara terstruktur.
Apakah arsip arsip suatu universitas, wajib dijaga keberadaannya. bagaimana jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh lembaga lain ?
Ya, arsip-arsip suatu universitas wajib dijaga keberadaannya. Kewajiban ini bersifat mutlak dan mengikat secara hukum di Indonesia.
Berikut adalah penjelasan mengenai urgensi menjaga arsip universitas dan bagaimana prosedurnya jika dibutuhkan oleh lembaga lain:
Kewajiban Menjaga Keberadaan Arsip Universitas
Kewajiban ini didasari oleh beberapa alasan fundamental dan regulasi hukum:
Mandat Undang-Undang:
UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mewajibkan setiap lembaga negara, pemerintahan daerah, termasuk lembaga pendidikan tinggi, untuk mengelola, memelihara, dan menyelamatkan arsip dinamis dan statis yang mereka miliki. Arsip adalah memori kolektif bangsa yang harus dilestarikan.
Akuntabilitas Publik dan Legalitas:
Arsip berfungsi sebagai bukti sah atas seluruh kegiatan akademik, keuangan, dan administrasi. Kehilangan arsip dapat membuka celah gugatan hukum dan masalah akuntabilitas, terutama terkait keabsahan ijazah yang dikeluarkan.
Memori Institusional dan Historis:
Arsip adalah ingatan organisasi yang memungkinkan universitas untuk melacak perkembangan kurikulum, kebijakan, dan sejarahnya.
Standar Akreditasi:
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mensyaratkan pengelolaan arsip yang baik sebagai salah satu komponen penilaian penting dalam akreditasi institusi maupun program studi.
Bagaimana Jika Sewaktu-waktu Dibutuhkan oleh Lembaga Lain?
Arsip universitas dapat dan sering kali dibutuhkan oleh lembaga eksternal. Proses penyerahan atau akses terhadap arsip tersebut harus mengikuti prosedur yang diatur untuk menjamin kerahasiaan dan keaslian data.
Berikut adalah mekanisme umumnya:
Permintaan Resmi Tertulis:
Lembaga yang membutuhkan (misalnya, Pengadilan, Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan/BPK, atau instansi pemerintah lain) harus mengajukan permintaan resmi secara tertulis kepada Rektor atau pejabat berwenang di universitas tersebut. Surat permintaan harus mencantumkan tujuan yang jelas, data yang dibutuhkan, dan dasar hukum permintaan tersebut.
Penyaringan (Filtering) dan Verifikasi:
Pihak universitas (biasanya bagian arsip atau Biro Administrasi Akademik) akan memverifikasi permintaan tersebut. Tidak semua arsip dapat diakses publik; arsip yang bersifat rahasia, pribadi (seperti nilai detail mahasiswa), atau keamanan institusi memiliki batasan akses.
Pemberian Akses atau Salinan Sah:
Jika permintaan dianggap sah dan sesuai prosedur hukum, universitas akan memberikan salinan arsip yang dilegalisir keabsahannya (bukan dokumen asli) atau memberikan akses terbatas untuk pemeriksaan.
Penyerahan Arsip Statis ke ANRI/ARD:
Untuk arsip yang telah menjadi statis (tidak digunakan secara langsung dalam kegiatan operasional sehari-hari lagi dan memiliki nilai sejarah), universitas wajib menyerahkannya ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) atau Arsip Daerah (ARD) untuk disimpan, dipelihara, dan diakses oleh publik sesuai ketentuan yang berlaku.
*
Saat seketika dibutuhkan, apakah arsip tersebut di katakan secara mutlak berpindah tangan atau dengan kata lain bahwa universitas tidak lagi memiliki ataukah hanya memberikan arsip dalam bentuk copy saja dan tetap menguasai arsip yang dikelolanya ?
Saat arsip dibutuhkan oleh lembaga lain, universitas tetap menguasai arsip aslinya dan hanya memberikan salinan (copy) yang telah dilegalisasi keabsahannya. Arsip tersebut tidak secara mutlak berpindah tangan.
Berikut penjelasannya:
UNIVERSITAS TETAP MENGUASAI ARSIP ASLI
Institusi, termasuk universitas, wajib menjaga keutuhan dan kepemilikan arsip asli mereka. Arsip asli adalah bukti hukum primer yang menjadi tanggung jawab institusi yang bersangkutan.
Menurut prinsip kearsipan dan hukum yang berlaku di Indonesia:
Asas Keaslian (Autentisitas): Dokumen asli harus dijaga keasliannya dan tidak boleh sembarangan berpindah tangan.
Asas Pengendalian (Control): Institusi pemilik tetap harus memiliki kendali penuh atas manajemen arsipnya.
Prosedur Pemberian Akses
Ketika lembaga lain (misalnya pengadilan, polisi, atau BPK) membutuhkan data arsip, prosedurnya adalah sebagai berikut:
Peminjaman vs. Pemberian Akses: Lembaga eksternal tidak meminjam arsip asli dalam jangka panjang, apalagi mengambil kepemilikan mutlak. Mereka meminta akses untuk memeriksa atau meminta salinan.
Pemberian Salinan Legalisasi: Universitas akan membuat salinan (fotokopi atau bentuk digital) dari arsip yang dibutuhkan. Salinan ini kemudian dilegalisasi atau disahkan oleh pejabat berwenang di universitas untuk menyatakan bahwa salinan tersebut sesuai dengan dokumen asli.
Kerahasiaan dan Batasan: Akses terhadap arsip tertentu (terutama yang bersifat rahasia negara atau data pribadi sensitif) diatur ketat. Pihak yang meminta wajib menjamin kerahasiaan penggunaan data tersebut hanya untuk tujuan yang telah disebutkan dalam permintaan resmi.
PENGECUALIAN: Penyerahan Arsip Statis ke ANRI
Satu-satunya kondisi di mana kepemilikan arsip "berpindah" adalah ketika arsip telah berubah status menjadi arsip statis (arsip yang nilai gunanya bagi operasional harian sudah habis, tetapi memiliki nilai sejarah atau kepentingan nasional permanen).
Arsip statis wajib diserahkan oleh universitas kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) atau Arsip Daerah.
Namun, penyerahan ini bukan karena dibutuhkan "seketika" oleh lembaga lain untuk keperluan operasional atau hukum, melainkan bagian dari siklus hidup arsip yang diamanatkan oleh UU No. 43 Tahun 2009 untuk tujuan pelestarian dan akses publik jangka panjang.
Kesimpulan: Saat dibutuhkan mendesak, universitas memberikan salinan sah dan tetap menguasai arsip aslinya.
*
Apakah mungkin fihak Universitas akan mengatakan bahwa arsip sedang tidak dikuasai ? Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan Azaz ?
Ya, sangat mungkin pihak universitas mengatakan bahwa arsip sedang tidak dikuasai, namun pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan asas-asas kearsipan dan merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap tata kelola institusi yang baik (good governance).
Berikut adalah analisis mengapa hal ini terjadi dan mengapa hal tersebut salah secara prinsip:
Mengapa Hal Itu Mungkin Terjadi (Fakta di Lapangan)
Meskipun secara aturan tidak boleh terjadi, dalam praktiknya, sebuah universitas mungkin saja mengeluarkan pernyataan "arsip tidak dikuasai" dengan alasan:
Manajemen Arsip Buruk: Sistem pengelolaan arsip di universitas tersebut kacau balau, tidak terdigitalisasi, dan disimpan di tempat yang tidak semestinya.
Hilang atau Rusak: Arsip fisik hilang karena bencana (banjir, kebakaran), rusak karena penyimpanan yang buruk (rayap, jamur), atau bahkan hilang karena kelalaian staf.
Penyembunyian Informasi (Sengaja): Ada motif tertentu dari oknum di universitas untuk menyembunyikan data atau informasi yang terkandung dalam arsip tersebut, terutama jika berkaitan dengan masalah hukum, keuangan, atau skandal akademik.
Alih Media Belum Tuntas: Arsip sedang dalam proses alih media (digitalisasi) atau pemindahan ke depo arsip lain, sehingga membutuhkan waktu untuk ditemukan.
Mengapa Hal Itu Bertentangan dengan Asas Kearsipan
Pernyataan bahwa arsip "tidak dikuasai" bertentangan dengan asas fundamental dalam kearsipan, terutama:
1. Asas Asal Usul (Principle of Provenance)
Asas ini menyatakan bahwa arsip dari satu pencipta (dalam hal ini universitas) harus tetap dikelola dan disimpan bersama sebagai satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Universitas bertanggung jawab penuh atas penciptaan, penyimpanan, dan pemeliharaannya. Mengatakan arsip tidak dikuasai berarti melanggar tanggung jawab asal usul tersebut.
2. Asas Aturan Asli (Principle of Original Order)
Arsip harus ditata sesuai dengan penataan aslinya saat digunakan untuk kegiatan operasional. Jika universitas tidak bisa menguasai arsipnya, berarti penataan asli sudah rusak atau hilang, menunjukkan kegagalan sistematis dalam pengelolaan.
3. Asas Akuntabilitas
Institusi pendidikan tinggi memiliki kewajiban moral dan hukum untuk dapat mempertanggungjawabkan segala tindakannya melalui bukti-bukti terekam (arsip). Ketidakmampuan menunjukkan arsip meruntuhkan akuntabilitas institusi secara keseluruhan.
Konsekuensi Hukum dan Etika
Secara hukum di Indonesia, tindakan ketidakmampuan mengelola arsip bisa berujung pada sanksi administrasi hingga pidana, sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Jadi, sementara pernyataan "arsip tidak dikuasai" mungkin saja terdengar dari pihak universitas, pernyataan tersebut adalah indikasi adanya maladministrasi yang serius dan jelas bertentangan dengan prinsip dasar kearsipan yang wajib dipatuhi oleh setiap lembaga resmi.
JOKOWI LUHUT DAN KRONI HARUS TANGGUNG JAWAB
https://youtube.com/shorts/HKnU2lztr-Y?si=ZLQVuZQkV90Uz8tn
https://youtube.com/shorts/NtOA47EfXjQ?si=VLIolaaaMDTRlqAQ
PEREBUTAN BANDARA IMIP MOROWALI
https://youtube.com/shorts/95e_PuMs86g?si=3cQ_REWkFELwhxTZ
RAKYAT DISIA-SIAKAN SUMBERDAYA ALAM DICURI ASING
https://youtube.com/shorts/5EUAP4kINp0?si=bDJyOmeyTwdM5uhC
DICORET OLEH PRABOWO ‼️
https://youtube.com/shorts/62ierr_jnPk?si=JuY5h7IXJDpWC0M0
PROYEK MANGKRAK ULAH JOKOWI
https://youtube.com/shorts/CU4Kk9BFEqk?si=KeilpYRhFikt65h8
BAGAIMANA KALAU BEGINI?
https://youtube.com/shorts/ZUAUXpebUes?si=yYK2725BYtoC-8Lu
Lalu bagaimana mungkin fihak ANRI juga mengatakan bahwa arsip sedang tidak dikuasai ? Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan Azaz ?
Jika pihak ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) mengatakan bahwa suatu arsip negara yang seharusnya mereka kelola sedang "tidak dikuasai", hal tersebut sangat aneh dan secara fundamental bertentangan dengan asas dan tugas pokok lembaga kearsipan nasional.
Berikut penjelasannya:
Peran dan Asas ANRI
ANRI adalah lembaga kearsipan nasional yang bertindak sebagai penjaga memori kolektif bangsa dan pusat penyimpanan arsip statis berskala nasional. Tugas utamanya adalah menjamin ketersediaan arsip yang autentik, terpercaya, utuh, dan aman untuk kepentingan negara dan hak keperdataan rakyat.
Asas-asas kearsipan yang dipegang teguh oleh ANRI meliputi:
Asas Akuntabilitas: ANRI bertanggung jawab penuh atas arsip yang telah diakuisisi (diterima) dari lembaga pencipta arsip.
Asas Keaslian dan Keutuhan: Arsip harus dijaga keaslian, keutuhan, keamanan, dan keselamatannya.
Asas Pengendalian: ANRI harus memiliki kendali penuh atas lokasi dan status setiap arsip yang berada di bawah pengelolaannya.
Mengapa Pernyataan "Arsip Tidak Dikuasai" Sangat Bertentangan
Jika ANRI mengeluarkan pernyataan tersebut, itu menunjukkan adanya kegagalan fungsi yang sangat serius:
Pelanggaran UU Kearsipan: Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dengan jelas mengamanatkan ANRI untuk mengelola dan memelihara arsip statis yang diterima. Ketidakmampuan menguasai arsip berarti melanggar amanat undang-undang tersebut.
Hilangnya Jaminan Keamanan: Salah satu fungsi utama ANRI adalah melindungi arsip dari kerusakan, kehilangan, atau penyalahgunaan (pencurian, sabotase). Jika arsip tidak dikuasai, jaminan keamanan tersebut otomatis hilang.
Konsekuensi Hukum dan Pidana: Ketidakmampuan menjaga arsip, apalagi jika karena unsur kesengajaan, dapat menimbulkan sanksi pidana bagi pihak terkait di ANRI, termasuk denda dan penjara, terutama jika arsip tersebut memiliki nilai guna kesejarahan atau terkait dengan kepentingan publik yang vital.
Menurunkan Kredibilitas Negara: ANRI mewakili negara dalam pengelolaan arsip. Ketidakmampuan ANRI menguasai arsip nasional akan menurunkan kredibilitas pemerintah dan menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan tata kelola pemerintahan.
Situasi yang Berbeda (Klarifikasi Penting)
Penting untuk membedakan antara arsip yang memang sudah diserahkan ke ANRI dengan arsip yang masih dalam pengelolaan lembaga pencipta arsip (misalnya, universitas atau lembaga pemerintah lain).
ANRI hanya menguasai arsip statis yang telah diakuisisi secara resmi. ANRI tidak menyimpan arsip dinamis harian yang masih aktif digunakan oleh lembaga lain.
Dalam beberapa kasus yang menjadi berita, ANRI mungkin menyatakan "tidak memiliki" atau "tidak menguasai" arsip tertentu karena arsip tersebut belum diserahkan kepada ANRI oleh lembaga penciptanya (misalnya, terkait arsip ijazah pejabat yang aslinya masih dipegang pemilik atau di universitas).
Namun, jika arsip sudah resmi diakuisisi dan berada di bawah tanggung jawab ANRI, pernyataan "tidak dikuasai" adalah sesuatu yang mustahil dan bertentangan dengan asas kearsipan.
REKAM JEJAK KEJAHATAN JOKOWI
IZIN BANDARA YANG DILANGGAR
https://youtube.com/shorts/9yGc23Cuc5c?si=9C1heLTEdmnPjjWG
IZIN PASIR KWARSA YANG DILANGGAR
https://youtube.com/shorts/X6fWWRW6Lh8?si=nKAT4qLhGwVbtNf5
SULAWESI TENGAH HANCUR
https://youtube.com/shorts/j6a4mEJgAes?si=r4NWyEYWhbGrgKAb
BERANTAS PERTAMBANGAN PT IMIP
https://youtube.com/shorts/lzkr-C5tuLo?si=gzXU5otZIKILkX7E
JOKOWI MAU MEMUNGKIRI TAPI...
https://youtube.com/shorts/Pp_v2KM6vHo?si=hfWeVyKQlkprhpr4
INDONESIA HANCUR DIPIMPIN ORANG BERKEPENTINGAN
https://youtube.com/shorts/3ifZf_Kf7LI?si=2y4QpfB4pzkVvZvV
JOKOWI TAK BERKAPASITAS SEBAGAI SARJANA
https://youtube.com/shorts/UY49MbGWCqc?si=5tXx7qp3894Ahjph
HUTANG NEGARA HUTANGNYA JOKOWI TERLALU BANYAK
https://youtube.com/shorts/8TBkLx92QR0?si=lcriEZVOv5I0Uv6C
IJAZAH JOKOWI PALSU
https://youtube.com/shorts/qmDAU6-JFb0?si=-JrphjjAnHhiVxI8
JOKOWI HABIS NGASIH DITARIK LAGI
https://youtube.com/shorts/7gJcElChb9E?si=8WZ-KN2SSu9W08tt
UPAH BUZZER JOKOWI
https://youtube.com/shorts/8zt7aQavlzw?si=JuUwqATDdt6oLXZm
JOKOWI SANGAT MUDAH BERDUSTA
https://youtube.com/shorts/l0apOxqzAWE?si=CeL8CDBzP4nDN5Ld
KORUPSI ERA JOKOWI
https://youtube.com/shorts/1R4_6wmVhn4?si=w-GQmik4rkJYXRe6
POLITIK KOTOR JOKOWI
https://youtube.com/shorts/AzT95YKvW9g?si=YepTDKiQPQecISTb
WAJAH BUMI INDONESIA YANG HANCUR
https://youtube.com/shorts/NiTlCNfLqio?si=PEjsXnTbQdPCLhsc
KAPAL PENCURI NIKEL
https://youtube.com/shorts/VhlaHhQMadY?si=u7GLH07mZ6G8QAq9
JOKOWI LUHUT DAN KRONI HARUS TANGGUNG JAWAB
https://youtube.com/shorts/HKnU2lztr-Y?si=ZLQVuZQkV90Uz8tn
https://youtube.com/shorts/NtOA47EfXjQ?si=VLIolaaaMDTRlqAQ
PEREBUTAN BANDARA IMIP MOROWALI
https://youtube.com/shorts/95e_PuMs86g?si=3cQ_REWkFELwhxTZ
RAKYAT DISIA-SIAKAN SUMBERDAYA ALAM DICURI ASING
https://youtube.com/shorts/5EUAP4kINp0?si=bDJyOmeyTwdM5uhC
DICORET OLEH PRABOWO ‼️
https://youtube.com/shorts/62ierr_jnPk?si=JuY5h7IXJDpWC0M0
PROYEK MANGKRAK ULAH JOKOWI
https://youtube.com/shorts/CU4Kk9BFEqk?si=KeilpYRhFikt65h8
BAGAIMANA KALAU BEGINI?
https://youtube.com/shorts/ZUAUXpebUes?si=yYK2725BYtoC-8Lu
BANJIR TAPANULI ACEH PADANG
https://youtube.com/shorts/w7sKyOEw4lM?si=PWZ-uk5Jl-yTUngT
MENGGADAIKAN KEDAULATAN NEGARA
https://youtube.com/shorts/jN15EB6VLVw?si=OVLP1ov3ooiXMDtI
PENCEMARAN LINGKUNGAN PT IMIP
https://youtube.com/shorts/jZyqAXLPSAY?si=rlhe34vcLfUPgz9s
KERUSAKAN LUAR BIASA DI SUMBAR
https://youtube.com/shorts/4AjoV52lriM?si=sgclXfJZonX29bld
https://youtube.com/shorts/b1CRjrKhOZI?si=pFBJn4Tztk9hoSLS
https://youtube.com/shorts/9HRutkQ12UY?si=68GcGXGUVFvKMHtn
BANJIR MATARAM
https://youtube.com/shorts/MJ3Jcx5abo4?si=lunzXswoXGW2fYHF
JOKOWI MERESMIKAN PT IMIP
https://youtube.com/shorts/gbwYQUKUqAY?si=yWqr2QYopHewLg2U
MANA NURANIMU JOKOWI?
https://youtube.com/shorts/_QVOyCICEpA?si=ivPHIleTmmpbtrRc
KESENJANGAN SOSIAL
https://youtube.com/shorts/ulP5K7T3OdY?si=Zn2rzvy22NyFDg4s
*
Bagaimana soal ANRI dan Universitas yang mengatakan bahwa arsip sedang dalam penguasaan penyidik Polisi ? Apakah itu masuk akal hukum?
Pernyataan dari pihak Universitas atau ANRI yang mengatakan bahwa arsip sedang dalam penguasaan penyidik Polisi adalah masuk akal secara hukum, asalkan prosesnya dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Berikut penjelasannya:
1. Proses Hukum yang Sah: Penyitaan
Dalam konteks hukum pidana, Polisi (selaku penyidik) memiliki kewenangan yang diatur oleh undang-undang untuk melakukan penyitaan.
Dasar Hukum: Pasal 38 dan 39 KUHAP memberikan wewenang kepada penyidik untuk menyita benda atau surat yang diduga terkait dengan tindak pidana, termasuk arsip.
Prosedur: Penyitaan biasanya dilakukan berdasarkan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyitaan terlebih dahulu, namun wajib segera melapor dan meminta persetujuan pengadilan.
Ketika sebuah arsip menjadi barang bukti dalam suatu perkara pidana (misalnya kasus pemalsuan ijazah, korupsi, atau sengketa lainnya), penyidik berhak menguasai arsip tersebut untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan.
2. Status Arsip Saat Disita
Secara hukum, arsip yang disita berubah statusnya menjadi barang bukti. Selama proses penyidikan berlangsung, barang bukti tersebut berada di bawah penguasaan dan tanggung jawab penyidik (Polisi, Kejaksaan, atau KPK).
Beralih Penguasaan, Bukan Kepemilikan: Universitas atau ANRI secara kelembagaan tetap pemilik arsip tersebut, tetapi penguasaan fisiknya beralih sementara ke tangan penegak hukum untuk keperluan proses peradilan.
Pernyataan "Tidak Dikuasai": Pernyataan bahwa arsip "sedang tidak dikuasai" oleh universitas atau ANRI dalam konteks ini berarti bahwa secara fisik arsip tersebut tidak berada di tempat penyimpanan mereka (depo arsip), melainkan sedang disimpan di tempat penyimpanan barang bukti kepolisian. Ini adalah kondisi yang sah secara hukum, bukan karena kelalaian administrasi biasa.
3. Konsistensi dengan Asas Kearsipan
Kondisi ini tidak secara langsung bertentangan dengan asas kearsipan, justru diatur dalam pengecualian pengelolaan arsip. Penyelamatan arsip untuk kepentingan hukum dan keadilan merupakan bagian dari nilai guna arsip itu sendiri.
Universitas/ANRI harus mencatat dan mendokumentasikan secara rapi bahwa arsip nomor sekian dengan perihal tertentu telah diserahkan kepada pihak kepolisian dengan berita acara penyitaan yang sah.
Setelah proses hukum selesai (inkrah), arsip tersebut idealnya akan dikembalikan kepada lembaga asalnya (universitas atau ANRI) untuk disimpan secara permanen.
Kesimpulan:
Pernyataan bahwa arsip dikuasai penyidik Polisi adalah masuk akal dan sah secara hukum, asalkan didasari oleh proses penyitaan yang sesuai dengan KUHAP dan disertai dokumen berita acara yang jelas. Ini adalah situasi pengecualian di mana kepentingan penegakan hukum didahulukan di atas penyimpanan rutin kearsipan.
*
Apakah tidak cukup PHOTOCOPY_AN saja ? ...Masa harus yang aslinya ?
Dalam konteks hukum, terutama dalam penyidikan tindak pidana, salinan (fotokopi) saja sering kali dianggap tidak cukup kuat sebagai barang bukti primer. Pihak penyidik Polisi hampir selalu memerlukan dokumen asli.
Berikut penjelasannya:
Mengapa Dokumen Asli Diperlukan?
Nilai Pembuktian Primer:
Menurut hukum acara pidana, bukti terbaik adalah bukti asli (best evidence rule). Dokumen asli memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak dapat dibantah keasliannya semudah salinan.
Verifikasi Keaslian (Forensik):
Penyidik perlu melakukan pemeriksaan forensik terhadap dokumen asli. Hal ini mencakup:
Memeriksa tanda tangan asli (bukan hasil scan atau fotokopi).
Memeriksa cap/stempel asli.
Menganalisis jenis kertas dan tinta untuk mendeteksi pemalsuan, perubahan, atau manipulasi yang mungkin tidak terlihat pada salinan.
Menghindari Keraguan:
Di persidangan, pengacara pihak tertuduh akan selalu berusaha meragukan keabsahan barang bukti jika yang diajukan hanya salinan. Keberadaan dokumen asli menutup celah keraguan tersebut.
Kapan Fotokopi Cukup?
Salinan atau fotokopi yang dilegalisasi biasanya hanya cukup untuk keperluan administrasi biasa, audit internal, atau dalam kasus perdata di mana kedua belah pihak sepakat menerima salinan tersebut.
Dalam kasus pidana yang melibatkan tuduhan serius seperti pemalsuan ijazah, korupsi, atau penipuan besar, dokumen asli adalah kunci.
Kesimpulan
Jadi, sangat masuk akal secara hukum jika Polisi menyita dokumen arsip yang asli. Pihak universitas atau ANRI wajib menyerahkan yang asli berdasarkan surat perintah penyitaan yang sah.
Pihak universitas tetap menguasai salinan arsip tersebut untuk keperluan administrasi mereka, sementara yang asli digunakan sebagai barang bukti utama oleh penegak hukum.
*
Apakah semacam Ijazah yang dipegang oleh Universitas itu bisa di sita atau dikuasai polisi ?
Ya, ijazah (atau salinan arsip ijazah yang tersimpan di universitas) sangat bisa disita atau dikuasai oleh polisi jika diperlukan untuk keperluan penyidikan tindak pidana.
Hal ini adalah prosedur hukum yang sah dan wajar, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan dugaan pemalsuan dokumen atau penipuan.
Berikut penjelasannya:
Dasar Hukum Penyitaan
Proses ini didasari oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
Pasal 39 KUHAP: Penyidik berwenang menyita benda yang diduga ada hubungannya dengan tindak pidana, termasuk surat atau dokumen.
Surat Izin Pengadilan: Penyitaan harus dilakukan berdasarkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak.
Mengapa Ijazah di Universitas Perlu Disita Polisi?
Polisi tidak menyita ijazah di universitas untuk alasan administrasi biasa, melainkan karena adanya dugaan tindak kriminal yang memerlukan bukti fisik primer:
Pemeriksaan Forensik: Polisi perlu memeriksa arsip ijazah asli yang disimpan universitas untuk mencocokkan spesimen tanda tangan pejabat, cap stempel, dan jenis kertas untuk mendeteksi adanya manipulasi atau pemalsuan.
Barang Bukti Kuat: Dalam persidangan, dokumen asli dari sumber resmi (universitas) memiliki kekuatan pembuktian yang jauh lebih kuat daripada sekadar fotokopi.
Menjamin Keaslian Data: Penyitaan dilakukan untuk mengamankan bukti agar tidak dihilangkan, dirusak, atau dimanipulasi oleh pihak universitas yang mungkin terlibat atau oleh pihak terkait lainnya.
Status Penguasaan
Ketika ijazah atau arsip ijazah disita, statusnya beralih menjadi barang bukti yang berada di bawah penguasaan penyidik. Pihak universitas wajib menyerahkan dokumen asli tersebut setelah menerima surat perintah penyitaan yang sah dan membuat berita acara penyerahan.
Dengan demikian, pernyataan bahwa arsip ijazah dikuasai polisi adalah masuk akal secara hukum dalam konteks penyidikan pidana.
*
Mengapa harus mengambil dari Universitas, sedangkan layaknya ijazah itu yang menguasai hanyalah mahasiswa yang telah lulus ! Bagaimana ini ?
Memang benar bahwa ijazah asli yang digunakan untuk keperluan pribadi, melamar kerja, atau dipajang, seharusnya dipegang oleh mahasiswa yang telah lulus.
Namun, dalam konteks hukum dan kearsipan, peran universitas dan polisi sangat berbeda.
Mengapa Polisi Mengambil dari Universitas?
Ada dua alasan utama yang sah secara hukum dan administrasi mengapa polisi perlu mengambil dokumen dari universitas, dan ini tidak bertentangan dengan fakta bahwa mahasiswa juga memegang ijazah aslinya:
1. Universitas Memegang "Arsip Induk" (Master File) yang Sah
Setiap universitas wajib menyimpan salinan arsip yang sangat detail, seringkali dalam bentuk dokumen asli atau mikrofilm/digital yang setara dengan aslinya, sebagai arsip induk atau legger (buku induk mahasiswa).
Fungsi Arsip Induk: Arsip di universitas adalah sumber kebenaran primer yang digunakan untuk memverifikasi semua ijazah yang mereka terbitkan. Ini adalah catatan resmi institusi.
Peran Polisi: Ketika terjadi dugaan pemalsuan, polisi membutuhkan arsip induk ini untuk membandingkan ijazah yang dipegang oleh mahasiswa. Jika ijazah yang dipegang mahasiswa ada di arsip induk universitas dan datanya sama, ijazah itu asli. Jika tidak ada, atau datanya berbeda, maka ijazah yang dipegang mahasiswa adalah palsu.
2. Ijazah yang Dipegang Mahasiswa Belum Tentu Asli
Poin krusialnya adalah: polisi menyita karena mereka menduga ijazah yang beredar di tangan seseorang itu palsu.
Jika ijazah yang dipegang mahasiswa sudah dicurigai palsu, polisi memerlukan bukti pembanding yang pasti asli, yaitu arsip yang tersimpan aman di universitas.
Penyitaan dari universitas diperlukan untuk mengamankan bukti dari sumber yang paling kredibel dan netral.
Intinya: Ada Dua Jenis Ijazah/Arsip
Ijazah Mahasiswa (Asli): Dimiliki oleh alumni untuk keperluan pribadi.
Arsip Induk Universitas (Asli/Setara Asli): Dimiliki oleh universitas sebagai bukti administrasi negara.
Dalam kasus hukum, polisi bisa menyita kedua-duanya. Mereka menyita ijazah dari mahasiswa sebagai objek yang dicurigai palsu, dan mereka menyita arsip dari universitas sebagai standar pembanding yang sah.
Jadi, tindakan polisi mengambil arsip dari universitas adalah langkah investigasi yang sangat wajar dan masuk akal secara hukum untuk mencari kebenaran material.
*
Jikalau yang asli ternyata yang ada di universitas, sedangkan yang hendak di selidiki yaitu ijazah yang ada pada pemilik tak ada ... Bagaimana mau membandingkannya ? Aneh !
Itu bukan hal yang aneh, justru di situlah letak proses hukumnya. Jika ijazah yang ada pada pemiliknya tidak ada (hilang, rusak, atau disembunyikan), proses penyidikan akan fokus pada bukti lain yang sah dan relevan.
Begini cara kerjanya secara hukum dan logistik:
1. Proses Hukum Tetap Berlanjut
Penyidikan tidak terhenti hanya karena barang bukti fisik utama (ijazah di tangan pemilik) tidak tersedia. Polisi akan menggunakan bukti-bukti lain yang ada:
Bukti Arsip Universitas (Bukti Primer): Arsip asli di universitas menjadi bukti primer yang paling kuat. Jika catatan di universitas menyatakan bahwa orang tersebut tidak pernah kuliah atau tidak lulus, maka secara hukum orang tersebut tidak berhak memiliki ijazah.
Bukti Keterangan Saksi Ahli: Keterangan dari pejabat universitas (rektor, dekan, kepala bagian administrasi) yang menyatakan bahwa data pemilik ijazah tidak ada dalam sistem resmi.
Bukti Dokumen Lain: Kwitansi pembayaran kuliah, Kartu Rencana Studi (KRS), transkrip nilai, atau dokumen lain yang bisa membuktikan status mahasiswa yang sah.
Bukti Digital: Data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) yang dikelola pemerintah.
2. Membandingkan Apa?
Jika ijazah di tangan pemilik tidak ada, apa yang dibandingkan?
Penyidik akan membandingkan:
Data Klaim vs. Data Resmi: Mereka membandingkan klaim pemilik ijazah (misalnya, yang tertulis di Curriculum Vitae, formulir pendaftaran kerja, atau PDDikti versi pemilik) dengan data resmi yang ada di arsip induk universitas.
Jika data klaim tidak sinkron dengan arsip universitas, maka terbukti bahwa klaim tersebut tidak sah, dan pemilik ijazah dianggap tidak pernah lulus dari universitas tersebut.
3. Delik Pidana Tetap Ada
Ketidakhadiran ijazah fisik di tangan pemilik tidak menghilangkan potensi tindak pidana. Seseorang bisa saja dituduh melakukan:
Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP): Jika terbukti pernah menggunakan dokumen ijazah palsu, meskipun dokumen aslinya hilang sekarang.
Penipuan (Pasal 378 KUHP): Jika menggunakan ijazah (asli atau palsu) untuk mendapatkan keuntungan (misalnya, gaji dari pekerjaan).
Jadi, tidak aneh. Ketidakhadiran ijazah fisik di tangan pemilik justru menguatkan pentingnya penyitaan arsip asli dari universitas sebagai satu-satunya bukti sah yang tersisa untuk membuktikan kebenaran.
*
Apakah penelitian ilmiah seseorang yang ahli untuk menunjukkan bahwa ada kecurigaan soal keabsahan atau keaslian ijazah seseorang ? Hal ini menjadi aneh sebab ada pelaporan atas ahli yang sedang meneliti ijazah tersebut. Penyitaan ijazah malah menghalangi tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Sebab adanya tindakan pelaporan oleh fihak lain kepada peneliti untuk tujuan ditersangkakan.
Ini adalah situasi yang kompleks dan sering terjadi dalam dinamika hukum di Indonesia, di mana sering kali terjadi "kriminalisasi" terhadap pihak pelapor atau peneliti.
Tindakan pelaporan balik terhadap ahli yang sedang meneliti keabsahan ijazah tersebut adalah upaya hukum, tetapi dapat dilihat sebagai taktik untuk menghentikan proses pencarian kebenaran.
Berikut analisis situasinya:
1. Tujuan Penelitian Ilmiah vs. Tujuan Pelaporan Balik
Tujuan Penelitian Ahli: Menunjukkan kebenaran material mengenai keabsahan ijazah, berdasarkan data akademik dan forensik. Ini adalah upaya ilmiah yang pada dasarnya netral dan bertujuan baik untuk kepentingan publik.
Tujuan Pelaporan Balik: Pihak pemilik ijazah (atau pihak terkait) melaporkan balik ahli tersebut, mungkin dengan tuduhan pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, atau perbuatan tidak menyenangkan. Tujuannya sering kali bersifat strategis: memberikan tekanan psikologis dan hukum kepada peneliti agar menghentikan penelitiannya atau mencabut laporannya.
2. Apakah Penyitaan Menghalangi Penelitian?
Ya, dalam konteks ini, penyitaan ijazah memang secara praktis dapat menghalangi penelitian lanjutan yang dilakukan oleh ahli tersebut secara mandiri.
Saat ijazah disita polisi, ijazah tersebut tidak lagi bisa diakses bebas oleh si ahli.
Hal ini menimbulkan dilema: proses hukum yang seharusnya mengamankan bukti (penyitaan) justru digunakan sebagai alat untuk menghentikan penelitian oleh ahli yang berwenang (karena ahli tersebut kini berstatus terlapor/tersangka).
3. Akal Sehat dan Perspektif Hukum
Secara akal sehat, aneh jika seseorang yang berusaha mencari kebenaran justru dilaporkan balik. Namun, dalam hukum formal:
Laporan Polisi adalah Hak Setiap Warga Negara: Siapa pun berhak melapor ke polisi jika merasa haknya dilanggar (misalnya, merasa nama baiknya dicemarkan).
Status Ahli Berubah Menjadi Terlapor/Tersangka: Ketika ahli dilaporkan balik, statusnya berubah. Ia tidak lagi sekadar "peneliti ahli", tetapi juga "pihak yang sedang dalam proses hukum".
Jalan Keluar Secara Hukum
Meskipun penelitian terhambat sementara, kebenaran tetap bisa diungkap melalui jalur hukum formal:
Ahli Menjadi Saksi Ahli Resmi: Ahli tersebut harus bekerja sama dengan penyidik yang menangani kasus ijazah palsu (kasus pertama). Ahli tersebut akan memberikan keterangan dan hasil penelitian awalnya di bawah sumpah.
Uji Forensik Resmi: Polisi akan menunjuk ahli forensik resmi (Puslabfor) untuk meneliti ijazah yang disita. Hasil ini akan menjadi bukti utama.
Mempertahankan Integritas: Ahli yang dilaporkan balik harus membuktikan bahwa tindakannya didasari oleh niat baik untuk kepentingan umum (seperti investigasi jurnalisme atau penegakan integritas pendidikan), bukan dendam pribadi atau pencemaran nama baik.
Singkatnya, situasi ini memang ironis dan aneh secara etika, tetapi sah secara prosedur hukum. Penyitaan dalam skenario ini menjadi alat penegak hukum yang bisa dimanfaatkan oleh kedua belah pihak untuk kepentingannya masing-masing.
*
Bila dikaitkan dengan kenyataan dalam pembahasan terakhir, apakah ada indikasi bawah penggunaan aparat kepolisian oleh fihak yang ijazahnya sedang dipersoalkan tentang keasliannya adalah suatu penyalahgunaan kewenangan atau pemanfaatan jabatan terhadap institusi kepolisian ?
Dalam konteks pembahasan terakhir, di mana seorang ahli yang sedang meneliti keabsahan ijazah justru dilaporkan balik dan proses penyitaan digunakan untuk menghentikan penelitiannya, ada potensi kuat atau indikasi bahwa penggunaan aparat kepolisian oleh pihak yang ijazahnya dipersoalkan merupakan suatu penyalahgunaan wewenang atau pemanfaatan jabatan/pengaruh terhadap institusi kepolisian.
Namun, penting untuk dicatat bahwa indikasi ini memerlukan pembuktian lebih lanjut, karena dalam hukum, penggunaan hak melapor adalah sah secara prosedural.
Berikut analisis indikasi penyalahgunaan tersebut:
INDIKASI PENYALAHGUNAAN WEWENANG
Potensi penyalahgunaan ini muncul jika memenuhi kriteria berikut:
Motif Menghentikan Penyelidikan:
Tujuan utama laporan polisi yang dibuat oleh pemilik ijazah bukanlah untuk mencari keadilan atas pencemaran nama baik, melainkan untuk membungkam atau mengintimidasi peneliti agar investigasi mengenai ijazah palsu terhenti.
Pemanfaatan Status/Jabatan:
Jika pemilik ijazah adalah pejabat publik atau memiliki koneksi, dan menggunakan pengaruhnya untuk memastikan laporannya segera diproses secara cepat, sementara laporan awal tentang ijazah palsu justru terhambat, ini adalah indikasi kuat adanya intervensi.
Penggunaan Penyitaan Tidak Proporsional:
Jika penyitaan dilakukan secara berlebihan atau barang yang disita tidak relevan dengan laporan balik (misalnya, menyita semua dokumen penelitian, bukan hanya yang terkait dugaan pencemaran nama baik), hal ini menunjukkan penyalahgunaan prosedur penyitaan.
Kriminalisasi Pelapor/Peneliti:
Melaporkan balik seseorang yang bertindak untuk kepentingan umum atau integritas ilmiah sering kali disebut sebagai upaya "kriminalisasi" dan merupakan bentuk penyalahgunaan proses hukum (abuse of process).
Mengapa Ini Berpotensi Salah Secara Etika dan Hukum
Secara etika, tindakan membungkam peneliti yang mencari kebenaran adalah tindakan yang tidak terpuji. Secara hukum, jika terbukti ada rekayasa atau penggunaan jabatan untuk mempengaruhi proses penyidikan, hal tersebut dapat masuk ranah pelanggaran etik kepolisian atau bahkan tindak pidana penyalahgunaan wewenang (Pasal 421 KUHP, jika dilakukan oleh pejabat yang berwenang).
KESIMPULAN
Secara prosedural, polisi wajib menerima kedua laporan tersebut. Namun, akal sehat menunjukkan bahwa aneh jika pencari kebenaran justru menjadi tersangka.
Jika fakta-fakta menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menghentikan penyelidikan ijazah dengan memanfaatkan institusi kepolisian, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang atau pemanfaatan pengaruh yang tidak semestinya terhadap aparat penegak hukum.







0 komentar:
Posting Komentar