Ilmu yang Wajib Dipelajari secara Fardu Ain
Sungguh istimewa, Penggubah Nazam ini menegaskan secara langsung bahwa *Ilmu Syariatlah yang kali pertama wajib dipelajari.* Ilmu tersebut juga biasa dikenal dengan *istilah Ilmu Hâl yakni,* ilmu yang membahas segala kewajiban yang harus dijalani oleh setiap orang Islam sebagai hamba Allah Swt. Dari saat ia masuk waktu pagi sampai saat ia masuk waktu malam. Dan dari saat terbenam matahari sampai sang surya terbit kembali.
Penggubah Nazam ini *membagi ilmu agama yang wajib dipelajari dalam kategori fardu ain ada tiga macam.*
_Pertama,_ Ilmu Tauhid yang disebut beliau sebagai *Mâ ilaihi ihtâja amr ad-Dîn* (ilmu yang dibutuhkan terkait urusan (dasar-dasar) keyakinan). _Kedua,_ Ilmu Fikih yang disebut beliau sebagai *Mushahhih al-‘Ibâdah* (ilmu tentang bagaimana memperbaiki amaliah ibadah lahir supaya sah). Dan _ketiga,_ Ilmu Tasawuf yang disebut beliau *Muslih al-Qulûb wa al-‘Aqîdah* (ilmu tentang bagaimana menata batin supaya sopan ketika menghadap kepadaNya).
Pembagian tersebut juga ditegaskan oleh ‘Ali ibn Abû Bakar Ra, sebagaimana dikutip oleh Al-Habib Zain ibn Ibrâhîm ibn Sumaith berikut:
إِنَّ فَرْضَ الْعَيْنِ مِنَ الْعِلْمِ ثَلاَثَةُ أَنْوَاعٍ. النَّوْعُ اْلأَوَّلُ مَعْرِفَةُ اللهِ تَعَالَى، أَيْ مَعْرِفَةُ ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ وَأَفْعَالِهِ لِتَعْرِفَ أَوَّلاً مَنْ تَعْبُدُهُ وَبِالطَّاعَةِ مَنْ تَقْصِدُهُ. النَّوْعُ الثَّانِي مَعْرِفَةُ مَا فُرِضَ عَلَى الْعَبْدِ فِى ظَاهِرِهِ مِنَ أَحْكَامِ الشَّرِيْعَةِ وَفَوَآئِدِهَا الْبَدِيْعَةِ. النَّوْعُ الثَّالِثُ (مَعْرِفَةُ) مَا فُرِضَ عَلَى الْعَبْدِ فِى بَاطِنِهِ وَهُوَ عِلْمُ الْقَلْبِ الْمُهِمُّ… (المنهج السوي، ص. 243)
Yang fardu ain untuk dipelajari (per individu) ada tiga. _Pertama,_ mengenal Allah; yakni mengenal Dzat, Sifat, dan Af’alNya supaya engkau mengenal siapa tuhan yang engkau sembah dan siapa yang harus engkau taati (Ilmu Tauhid).
_Kedua,_ mengenal segala hal yang diwajibkan dalam amaliah lahir; yakni hukum-hukum syariat plus hikmah-hikmahnya (Ilmu Fikih). Dan
_ketiga,_ mengenal segala hal yang diwajibkan dalam amaliah batin; yakni ilmu yang perlu diketahui untuk menata hati (Ilmu Tasawuf)… (al-Manhaj al-Sawîy, h. 243)
Mengenal Allah Swt merupakan *dasar utama seluruh peribadatan kita.* Jika kita _tidak mengenal-Nya_ terlebih dahulu, bagaimana kita menyembah kepada Dzat yang tidak kita kenal. _Jika kita tidak mengenal ilmu syariat,_ maka dengan cara apa kita menghamba kepada-Nya. Kalau sudah mengenal sifat dan af’âl-Nya, dan mengenal syariatNya, tapi _tidak kenal bagaimana bertata krama di hadapan-Nya,_ maka tentu kita tak bisa bersikap baik di hadapan-Nya. *Inilah hubungan antara Ilmu Tauhid, Ilmu Fikih, dan Ilmu Tasawuf (Akhlak).*
Perlu juga diketahui bahwa belajar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk umat manusia seperti ilmu kedokteran, matematika, fisika, kimia, dan lain sebagainya itu hukumnya fardhu kifayah artinya *asalkan ada sebagian umat Islam yang menekuninya gugurlah kewajiban bagi yang lain.* Sebagaimana dikatakan oleh al Ghazali :
فَلَا يَتَعَجَّبُ مِنْ قَوْلِنَا أَنَّ الطِّبَّ وَ الْحِسَابَ مِنْ فُرُوْضِ الْكِفَايَاتِ فَإِنَّ أُصُوْلَ الصِّنَاعَاتِ أَيْضًا مِنْ فُرُوْضِ الْكِفَايَاتِ كَالْفِلَاحَةِ وَ الْحِيَاكَةِ وَ السِّيَاسَةِ بَلِ الْحِجَامَةِ وَ الْخِيَاطَةِ. (إحياء علوم الدين، ج 1، ص 31)
“Tidak aneh jika kami berpendapat bahwa belajar ilmu kedokteran, berhitung (matematika) dan ilmu-ilmu industri itu hukumnya fardu kifayah seperti itu pula belajar ilmu pertanian, pertekstilan, politik bahkan bekam dan menjahit itu juga fardu kifayah.” (Ihya Ulum al-Din, juz 1, h. 31) [AF.Editor]
*Terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad
*Hukum Wajib beserta Pembagiannya dalam Islam*
Islam merupakan agama yang memiliki hukum syariat dengan rinci dan teliti, sehingga ketika kita berhadapan dengan suatu masalah, kita harus menimbang dari berbagai sudut dan dimensi untuk mendapatkan jawabannya.
Salah satu komponen yang berkaitan dengan *hukum Islam adalah perkara wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.* Masing-masing hukum tersebut dibagi lagi dengan rinci, sesuai dengan sudut pandang yang berbeda, salah satunya hukum wajib.
*Hukum wajib* ialah perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan siksa. Dilansir dari NU Online, *Syekh Wahbah Az-Zuhaily dalam Ushulul Fiqhil Islamy* menjelaskan hukum wajib bisa dibagi dari empat sudut pandang:
*Berikut Lima Rukun Qauli dalam Shalat*
للواجب تقسيمات أربعة: أولا من حيث زمن الأداء. ثانيا من حيث تقديره. ثالثا من حيث الملزم بفعله. رابعا من حيث تعيين المطلوب به
Artinya: *Wajib terbagi menurut empat sudut pandang:* _Pertama_ dari sudut pandang waktu pengerjaannya, _Kedua_ dari sudut pandang takarannya, _Ketiga_ dari sudut pandang subyek pelaku, _Keempat_ dari sudut pandang penentuan obyeknya (Syekh Wahbah Az-Zuhaily, Ushulul Fiqhil Islamy, [Damaskus: Darul Fikr, 2005 M], juz I, halaman 56).
*Dari sudut pandang waktu pengerjaan,* wajib dibagi menjadi _wajib mutlak dan wajib mu'aqqat._ Wajib mutlak ialah kewajiban yang tidak memiliki batas waktu tertentu. Sifat pengerjaannya mutlak, kapanpun mau dikerjakan, boleh saja. Contohnya adalah seseorang yang telah bersumpah kemudian ia melanggarnya. Ia wajib melaksanakan denda (kafarah) sumpah yang waktunya tidak ditentukan, kapanpun ia hendak melaksanakan, boleh saja.
*Wajib mu’aqqat* ialah wajib yang memiliki waktu tertentu, seperti shalat lima waktu yang telah ditentukan waktunya, di mana pengerjaan shalat tidak akan sah jika dilakukan sebelum masuknya waktu. Wajib mu’aqqat ini terbagi menjadi dua, yakni _muwassa’, dan mudhayyaq._
*Wajib muwassa’* ialah kewajiban yang waktu pelaksanaannya boleh dipergunakan untuk melaksanakan kewajiban tersebut dan lainnya. Contohnya shalat zuhur, di mana pada saat waktu zuhur, kita diperbolehkan melaksanakan shalat zuhur atau shalat lainnya.
*Wajib mudhayyaq* ialah kewajiban yang waktu pelaksanaannya hanya boleh dipergunakan untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Contohnya ketika waktu zuhur hanya tersisa beberapa menit yang cuma cukup untuk mengerjakan shalat zuhur, maka pada sisa waktu tersebut ia hanya boleh melaksanakan shalat zuhur. Contoh lain ialah bulan Ramadhan, di mana puasa yang boleh dilakukan pada saat itu adalah puasa Ramadhan, bukan yang lain.
*Adapun dari sudut pandang takarannya,* wajib terbagi menjadi dua yakni _wajib muhaddad dan ghairu muhaddad._ Wajib muhaddad ialah kewajiban yang hanya boleh dilaksanakan dengan takaran yang telah ditentukan oleh syariat, seperti shalat wajib sehari semalam lima waktu, tidak kurang tidak lebih. Shalat zhuhur empat rakaat, tidak kurang tidak lebih.
*Wajib ghairu muhaddad* ialah kewajiban yang tidak ada takarannya pasti menurut syariat, contohnya seperti seseorang yang nadzar mau bersedekah kepada orang fakir. Tidak ada batas seberapa banyak nilai sedekah tersebut sekaligus kepada berapa orang fakir.
Dari sudut pandang subyek pelaku, wajib terbagi menjadi wajib ‘ain dan wajib kifayah. Wajib ‘ain atau biasa disebut fardlu ‘ain ialah kewajiban yang dituntut oleh syariat untuk dilaksanakan oleh orang per orang, seperti shalat lima waktu, yang wajib bagi tiap-tiap Muslim.
*Wajib kifayah atau biasa disebut fardhu kifayah* ialah kewajiban yang dituntut untuk dilakukan tanpa memandang siapa yang melakukannya. Contohnya ialah tuntutan menjadi dokter. Sebuah komunitas masyarakat pasti membutuhkan dokter, namun tidak semua dituntut untuk menjadi dokter.
Ketika sudah ada yang menjadi dokter, maka tuntutan tersebut hilang bagi yang lainnya. Wajib kifayah ini bisa menjadi ‘ain apabila dalam sebuah kondisi, tidak ada lagi yang sanggup melaksanakan hal tersebut kecuali seorang individu.
Dari sudut pandang penentuan obyeknya, wajib terbagi menjadi mu’ayyan dan mukhayyar atau mubham. Wajib muayyan ialah kewajiban yang sudah ditentukan kualitas dan kuantitasnya oleh syariat, seperti zakat yang sudah ditentukan nishab, haul, dan prosentase zakatnya.
*Wajib mukhayyar atau mubham* ialah kewajiban yang mana syariat memberikan pilihan kepada kita untuk melakukan pilihan mana yang akan kita lakukan. Contohnya ialah denda (kafarah) berhubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan.
Syariat memberikan pilihan apakah kita akan membayarnya dengan membebaskan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin.
Demikianlah pembagian wajib yang ada dalam syariat Islam. Pembagian tersebut merupakan kategori yang rinci, sehingga memudahkan kita untuk menimbang suatu masalah yang ada.
Editor: Dian Ramadhan
Penulis: Yudi Prayoga
Menurut Ustadz Suwardi, S.H.I., M.H.I bahwasanya *wajib secara syariat merupakan segala sesuatu yang dituntut (dengan keharusan) untuk dilakukan oleh seorang mukallaf* (orang yang terbebani hukum/berkal dan baligh). Penentuan perbuatan wajib sendiri dapat ditentukan dengan teks yang menunjukkan pada perbuatan wajib, adanya ancaman bagi yang tidak melakukan dan adanya ayat lain yang memberikan petunjuk tentang kewajiban. Beliau menyampaikan bahwasannya ada banyak macam pembagian wajib diantaranya:
*Wajib dari aspek pelaksanaan,* yang terdiri dari :*wajib muaqqat* (perkara wajib yang terkait dengan waktu) contohnya seperti sholat 5 waktu dan *wajib mutlaq* (perkara wajib yang tidak ditentukan waktunya) seperti contoh pelaksanaan kafarat sumpah dan pelaksanaan ibadah haji.
*Wajib dari aspek yang dituntut untuk melaksanakan,* terdiri dari _wajib ‘Ainiy dan wajib Kifa’iy._ *Wajib ‘Ainiy atau wajib ain atau fardhu ‘ain* merupakan suatu perkara wajib yang harus dikerjakan oleh masing-masing orang sedangkan *wajib Kifa’iy atau wajib kifayah atau fardhu kifayah* merupakan perkara wajib yang yang bisa diwakilkan oleh salah satu orang dari mereka yang ada. Jika telah ada seseorang dari mereka telah melaksanakan perkara wajib kifayah maka sebagian yang lain yang tidak mengerjakan tidak dihukumi dosa. Contoh wajib ain adalah sholat, zakat, haji, dan lain-lain sedangkan contoh wajib kifayah yaitu amar ma’ruf nahi munkar, merawat jenazah (memandikan, mengkafani, menyolatkan) dan lain-lain.
*Wajib dari aspek ukuran yang harus dilakukan* terdiri dari
_wajib muhaddad dan wajib ghairu muhaddad._ *Wajib muhaddad* merupakan perkara wajib yang sudah ditentukan kadarnya contohnya syarat, rukun dan jumlah rakaat sholat lima waktu, dan ukuran pengeluaran zakat. Sedangkan *wajib ghairu muhaddad* merupakan perkara wajib yang tidak ditentukan kadarnya seperti contoh berinfak di jalan Allah, membantu dalam kebaikan, bershodaqah dan lain-lain.
*AMALAN SUNNAH*
Sunnah memiliki arti secara bahasa yakni mengajak pada suatu perbuatan. Sedangakan sunnah secara istilah adalah sesuatu yang _dituntut untuk dilakukan, namun tidak mencapai tingkatan wajib._ *Pengertian sunnah secara spesifik* merupakan sesuatu yang terpuji ketika dilakukan dan tercela ketika ditinggalkan.
Penentuan perbuatan sunnah dapat dilihat dari teks/ redaksi menunjukkan pada kata sunnah. Seperti: Yusannu kadza… (hal ini disunnahkan). Selain itu, perbuatan sunah dilihat dari kata perintah yang tidak menunjukkan pada hukum wajib. Seperti: hukum menulis perjanjian hutang.
*Sunnah memiliki tiga macam* yakni _Sunnah Muakkadah_ (perbuatan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan), _Sunnah Ghairu Muakkadah_ (perbuatan Sunah yang dianjurkan untuk dilakukan, apabila ditinggalkan maka tidak berdosa dan tidak mendapatkan celaan), _Sunnah Tambahan atau Mandub Zaid_ (sunnah dilakukan oleh seseorang didasarkan pada kebiasaan
_kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.)_
Amalan sunnah sehari-hari harus didasarkan pada _hablum min Allah dan hablum min an-nas._ Hablum min Allah seperti shalat, puasa, haji, dll. Sedangkan hablum min an-nas seperti shadaqah, infak, wakaf, senyum, dll.
KESIMPULAN:
Kewajiban seorang muslim dapat dilihat dari *aspek pelaksanaan, aspek yang dituntut untuk melaksanakan, dan aspek ukuran yang harus dilakukan.*
Sunnah secara spesifik dapat diartikan sebagai sesuatu yang terpuji ketika dilakukan dan tercela ketika ditinggalkan. Penentuan perbuatan sunnah dapat dilihat dari teks/ redaksi menunjukkan pada kata sunnah dan kata perintah yang tidak menunjukkan pada hukum wajib. Sunnah memiliki tiga macam yakni Sunnah Muakkadah, Sunnah Ghairu Muakkadah, dan Sunnah Tambahan atau Mandub Zaid. Amalan sunah sehari-hari harus didasarkan pada hablum min Allaah dan hablum min an-naas.
*Pengertian Fardhu Ain dan Pentingnya bagi setiap Muslim*
Setiap muslim diharapkan *menjalankan perintah-perintah yang telah Allah tetapkan dalam agama Islam.* Terdapat berbagai macam kewajiban dalam Islam yang dirangkum dalam *konsep fardhu,* di mana beberapa kewajiban bersifat pribadi dan langsung diterapkan dalam kehidupan setiap individu. Salah satu kewajiban yang paling penting dan sering dibahas adalah *fardhu ain.*
Dalam membahas secara mendalam mengenai _pengertian fardhu ain, contoh-contoh ibadah yang termasuk dalam kategori ini, serta perbedaannya dengan fardhu kifayah._ Untuk itu, simak selengkapnya artikel di bawah ini!
*PENGERTIAN FARDHU AIN*
Fardhu ain merupakan kewajiban individu yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang telah memenuhi syarat. Kewajiban ini sifatnya personal dan tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Dengan kata lain, _setiap muslim yang berakal, baligh, dan memenuhi syarat lainnya_ wajib menunaikan ibadah fardhu ain, dan jika tidak melakukannya, maka ia berdosa.
_Fardhu ain menjadi salah satu kewajiban pokok dalam Islam,_ yang mencakup berbagai bentuk ibadah wajib yang sudah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadis.
*CONTOH IBADAH FARDHU AIN*
Dalam Islam, fardhu ain meliputi berbagai jenis ibadah yang penting dan harus dipenuhi oleh setiap individu. Beberapa contoh utama ibadah yang termasuk dalam kategori fardhu ain meliputi:
1. Shalat Lima Waktu
Salat lima waktu merupakan kewajiban mutlak bagi setiap muslim. Baik dalam keadaan sehat, sakit, di rumah, atau dalam perjalanan, salat harus tetap dilaksanakan. Dalam situasi tertentu, Islam memberikan keringanan, seperti boleh menjamak atau mengqashar salat saat dalam perjalanan.
2. Puasa Ramadhan
Puasa di bulan Ramadan adalah kewajiban bagi setiap muslim yang sudah balig, sehat, dan tidak dalam kondisi yang menghalangi seperti sakit atau dalam perjalanan. Puasa Ramadan menjadi bentuk pengabdian kepada Allah yang langsung mengikat setiap individu muslim, dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam.
3. Zakat
Zakat wajib dikeluarkan bagi muslim yang memenuhi syarat tertentu, terutama yang memiliki harta atau penghasilan di atas nisab. Zakat menjadi kewajiban pribadi yang tidak dapat diwakilkan, dan harus dikeluarkan dengan niat ikhlas untuk membantu saudara-saudara yang kurang mampu. Setiap individu yang memenuhi syarat diwajibkan untuk membayar zakat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
4. Haji Bagi yang Mampu
Haji adalah kewajiban bagi setiap ,muslim yang mampu secara finansial dan fisik untuk menunaikannya. Haji hanya wajib sekali dalam seumur hidup, tetapi pelaksanaannya menjadi kewajiban pribadi yang harus dipenuhi sendiri oleh setiap ,muslim yang telah memenuhi syarat.
Selain empat contoh di atas, ada beberapa kewajiban lain yang juga termasuk dalam kategori *fardhu ain,* seperti _menuntut ilmu agama dasar dan menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah_ Semua ini adalah bagian dari fardhu ain yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap muslim.
*Pentingnya Memahami Fardhu Ain*
Memahami konsep fardhu ain sangat penting bagi setiap muslim, karena ini berkaitan langsung dengan hubungan pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan memahami apa saja yang termasuk dalam fardhu ain, seorang muslim dapat lebih mudah dalam menunaikan kewajiban agamanya dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
*Pentingnya memahami fardhu ain* juga terletak pada aspek tanggung jawab. Islam menekankan pentingnya tanggung jawab individu, dan fardhu ain menjadi bentuk tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh setiap muslim tanpa pengecualian.
Fardhu ain membentuk dasar dari kewajiban ibadah individu yang langsung menentukan kedekatan seseorang dengan Allah Swt. Tidak hanya itu, menjalankan fardhu ain juga memiliki dampak positif pada kehidupan sehari-hari, karena setiap kewajiban yang Allah tetapkan memiliki hikmah yang mendalam, baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat.
*Mengabaikan kewajiban fardhu ain* dapat berimplikasi pada dosa, sehingga sangat penting untuk mengetahui dan memahami kewajiban-kewajiban ini agar dapat dilaksanakan dengan benar. Selain itu, dengan melaksanakan fardhu ain, seorang muslim diharapkan bisa menjadi teladan yang baik dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan memperkuat keimanan dan ketakwaan individu tersebut.
*Perbedaan Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah*
Dalam ajaran Islam, terdapat dua jenis kewajiban yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh umat muslim, yaitu fardhu ain dan fardhu kifayah. Meskipun keduanya merupakan kewajiban yang harus dipenuhi, sifat dan tanggung jawabnya sangat berbeda. Berikut beberapa perbedaannya:
1. Tanggung Jawab
*Fardhu ain* merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu muslim tanpa kecuali. Setiap muslim bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban ini sendiri, tanpa boleh diwakilkan.
Di sisi lain, *fardhu kifayah* adalah kewajiban kolektif yang dibebankan kepada komunitas muslim. Jika ada sebagian umat Islam yang melaksanakannya, maka kewajiban tersebut dianggap telah terpenuhi, dan yang lain terbebas dari kewajiban. Namun, jika tidak ada satu pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam dalam komunitas tersebut berdosa.
*2. Contoh Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari*
Kewajiban fardhu ain meliputi ibadah harian yang sifatnya personal. Contoh lainnya selain salat wajib adalah _membaca Al-Qur’an, berzikir, dan menjaga kebersihan dengan berwudhu._ Fardhu ain juga termasuk menjauhi larangan seperti _riba dan zina._
Untuk
*fardhu kifayah,* contohnya meliputi tugas yang bermanfaat bagi masyarakat seperti mempelajari ilmu kedokteran untuk membantu pengobatan, menjadi ulama untuk mengajarkan ilmu agama, atau bahkan menjadi seorang muazin di masjid. Selama ada sebagian orang yang melaksanakan tugas tersebut, maka yang lain terbebas dari kewajiban.
*3. Tujuan Kewajiban*
*Tujuan utama fardhu ain* adalah untuk menjaga hubungan pribadi antara seorang muslim dengan Allah. Ibadah yang termasuk dalam fardhu ain mengajarkan kedisiplinan dan ketundukan kepada Allah secara langsung.
Sebaliknya, *fardhu kifayah bertujuan* untuk menjaga kemaslahatan umat secara keseluruhan. Dengan adanya kewajiban ini, kebutuhan kolektif umat Islam dapat terpenuhi, seperti penyediaan tenaga medis, ulama, dan pengurus jenazah. Kewajiban ini juga mendorong terciptanya solidaritas dalam masyarakat muslim.
*Kesimpulan*
Itulah dia pengertian fardhu ain secara lengkap. Setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan dalam agama Islam. Fardhu ain, sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap individu, menjadi fondasi penting dalam hubungan seseorang dengan Allah. Dengan menunaikan fardhu ain, kita tidak hanya menjalankan kewajiban agama tetapi juga memperkuat iman dan ketakwaan.
Sebagai seorang muslim, sangatlah penting untuk senantiasa mencari ilmu dan pemahaman tentang agama, termasuk kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Mengetahui lebih dalam tentang fardhu ain akan membantu kita menjalani kehidupan yang lebih baik dan sesuai dengan tuntunan agama.
Dalam fiqih dan akidah Aswaja, *ukuran ilmu fardhu ain dan kifayah* berkaitan dengan _kewajiban individu dan kolektif_ bagi setiap Muslim yang sudah mukallaf (dewasa dan berakal)
*Definisi dan Perbedaan*
*Fardhu Ain:* Kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap individu Muslim. Jika tidak dipenuhi, setiap individu yang meninggalkannya akan berdosa.
*Fardhu Kifayah:* Kewajiban yang harus dipenuhi oleh sebagian kelompok Muslim. Jika sudah ada sebagian yang melaksanakannya, kewajiban itu gugur bagi yang lain. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, seluruh kaum Muslimin di wilayah tersebut berdosa.
*Ukuran Dalam Aqidah (tauhid)*
Dalam akidah Aswaja, ilmu tauhid memiliki tingkatan fardhu 'ain dan kifayah yang berbeda.
*1. Fardhu ain*
Setiap Muslim _wajib memiliki keyakinan dasar yang menjadi syarat sahnya iman._ Ini mencakup keyakinan terhadap hal-hal berikut:
*Mengenal Allah SWT:* Yakin akan keberadaan Allah, keesaan-Nya, dan sifat-sifat wajib-Nya, seperti sifat 20 yang dijelaskan dalam ilmu kalam (ilmu tauhid).
*Mengenal Rasulullah SAW:* Yakin akan kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, serta sifat-sifat wajib bagi para rasul.
*Memahami rukun iman:* Mempercayai adanya malaikat, kitab suci, hari akhir, dan qada serta qadar.
*Mengucapkan dua kalimat syahadat:* Meyakini dan melafalkan syahadat secara benar.
*2. Fardhu kifayah*
Terdapat ilmu akidah yang menjadi kewajiban kolektif, yaitu _mendalami akidah hingga ke tingkat yang mampu membantah argumen orang yang meragukan atau menentang Islam._ Ilmu ini meliputi:
*Mempelajari dalil-dalil mendalam:* Memahami dalil-dalil terperinci untuk membuktikan kebenaran akidah Islam.
*Ilmu kalam (teologi):* Mendalami ilmu untuk memahami dan mempertahankan keyakinan akidah dari serangan pemikiran lain.
*Mempelajari perbandingan agama:* Memahami agama lain untuk meneguhkan keyakinan akan kebenaran Islam.
*Ukuran Dalam Fiqih*
Dalam fiqih, ilmu yang dipelajari juga terbagi menjadi _fardhu ain dan kifayah,_ bergantung pada kebutuhan individu dan masyarakat.
*1. Fardhu ain*
Ilmu fiqih yang wajib dipelajari setiap Muslim adalah yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari yang harus dilakukan.
*Thaharah (bersuci):* Memahami cara berwudu, tayamum, dan mandi wajib yang benar.
*Shalat:* Memahami rukun, syarat, dan tata cara salat lima waktu yang sah.
*Puasa:* Memahami syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan.
*Zakat:* Memahami syarat dan tata cara mengeluarkan zakat bagi yang memiliki harta yang mencapai nisab.
*Hajji:* Memahami tata cara haji bagi yang mampu melaksanakannya.
*Muamalah (interaksi sosial):* Mempelajari hukum-hukum muamalah yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti hukum jual-beli yang halal.
*2. Fardhu kifayah*
Ilmu fiqih yang wajib dipelajari oleh sebagian kelompok masyarakat adalah ilmu yang diperlukan untuk kemaslahatan umat secara umum.
*Ilmu tafsir, hadis, dan ushul fiqih:* Mendalami ilmu-ilmu ini agar ada ulama yang mampu menggali dan menetapkan hukum-hukum Islam.
Memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah: Keempat amalan ini adalah fardhu kifayah, di mana sebagian orang harus melaksanakannya agar kewajiban gugur bagi yang lain.
*Mencetak kader ulama:* Mempersiapkan individu untuk menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu Islam agar kebutuhan umat akan pengetahuan agama terpenuhi.
*Mempelajari ilmu kedokteran, arsitektur, dan ilmu-ilmu lain:* Dalam Aswaja, mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat juga dianggap fardhu kifayah, karena ilmu tersebut dibutuhkan untuk kesejahteraan umat.
*Ilmu Fardhu Kifayah*
Menurut tujuannya ilmu dibagi menjadi dua yaitu *ilmu syariat dan ilmu non syariat.* Adapun yang dimaksud dengan _Ilmu syariat_ adalah ilmu yang diperoleh dari para nabi, sedangkan yang termasuk _ilmu non syariat_ diantaranya adalah ilmu kedokteran, ilmu hitung, dan ilmu bahasa.
Ilmu syariat sebagaimana yang kita ketahui adalah ilmu yang *berhubungan dengan amal ibadah kita kepada Allah SWT,* _baik dalam hal hubungan kita kepada Allah atau kepada sesama manusia_ (muamalah).
Sedangkan *ilmu non syariat* adalah _ilmu yang berhubungan dengan prilaku sosial dan kemaslahatan urusan dunia._ Oleh karena itulah, ada ilmu yang hukum mempelajarinya dianggap fardhu kifayah.
*Fardhu kifayah* artinya bila pada suatu negara tidak ada yang bisa ilmu tersebut, maka _semua penduduknya berdosa,_ tetapi bila ada salah satu saja orang yang menguasainya, maka _gugurlah semua kewajiban penduduk suatu negara tersebut._ Ilmu semacam ini *tidak dimasukkan kedalam kategori fardhu ain,* karena diantara sebabnya adalah mempelajarinya dianggap _berat atau sulit, sehingga orang-orang tertentu saja yang sanggup untuk mempelajarinya._
Menurut Imam Ghazali ilmu yang termasuk dalam *kategori fardhu kifayah* adalah ilmu kedokteran dan ilmu berhitung yang utama selain ilmu-ilmu yang lainnya, karena dengan ilmu kedokteran dapat membatu menyehatkan badan yang sakit atau mengobati badan yang sakit. Orang yang memiliki badan yang sakit tidak akan mampu melakukan pekerjaan, beribadah, dan aktivitas lainnya, sehingga _mempelajari ilmu ini hukumnya termasuk fardhu kifayah_ karena ilmu ini dibutuhkan untuk *kemaslahatan umat.* Sedangakan ilmu berhitung juga masuk kategori ilmu fardhu kifayah karena dengan berhitung suatu masyarakat dapat melakukan aktivitas sosial seperti jual beli, berdagang, hutang piutang, membagi harta waris, wasiat, dan menyelesaikan masalah-masalah muamalah yang lainnya.
Bila kita perhatikan kenapa Imam Ghazali menyebuat contoh utama ilmu fardhu kifayah tersebut adalah ilmu kedokteran dan ilmu hitung, maka ketika kita pahami dari kacamata orang ahli hikmah atau orang yang berkecimpung dalam *dunia tasawwuf* akan ditemukan dua pemahaman yaitu *pemahaman yang pertama;* adalah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas yaitu karena ilmu kedokteran itu untuk menyehatkan atau mengobati badan dan ilmu berhitung itu untuk meneyelesaikan urusan muamalah.
*Yang kedua;* adalah bahwa ilmu kedokteran ini erat kaitannya dengan tubuh atau bahasa Arabnya jasad yang merupakan tempat wujud manusia yang di dalamnya terdapat darah yang mengalir melalui urat nadi, daging, atau dalam tubuh. Dengan hanya melalui cek darah hampir seluruh kondisi kesehatan manusia dapat dianalisa terkait kesehatannya dan penyakit yang dideritanya. *Bila kita kaitkan dengan dalil “bahwa Allah lebih dekat dari urat nadi,”* maka kita akan memahami bahwa ketika seseorang melihat darah atau menyadari keberadaan peran darah di dalam tubuhnya, maka ia _akan merasakan betapa dekat dirinya dengan Allah, sehingga ia sadar betul bahwa dirinya adalah milik Allah dan seluruh anggota badannya akan berhati-hati bergerak mengikuti arah yang ditentukan oleh Allah,_ dalam hukum syariat.
Demikian juga ada dalil yang menjelaskan, *“bahwa setan akan masuk melalui aliran darah.”* Itu artinya bahwa setiap orang harus berhati-hati untuk mewaspadai _kehadiran setan_ yang masuk ke dalam dirinya untuk mempengaruhi dirinya berbuat maksiat kepada Allah, yang biasanya banyak orang yang tidak menyadarinya, sehingga akan menggerakkan anggota tubuhnya untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah.
*Ilmu yang kedua* adalah ilmu hitung yang erat kaitannya dengan pikiran. Hal ini menandakan bahwa bermasalah atau tidaknya hubungan sosial atau muamalah banyak ditentukan oleh alur berfikir masing-masing orang, sehingga setiap orang harus memiliki alur berfikir yang jernih, logis, dan adil dalam menyelasikan masalah-masalah muamalah, sehingga dengan begitu pikiran setiap orang akan damai, tenteram, terhindar dari hal-hal yang tidak baik seperti berprasangka buruk, hasud, dan lain-lain.
Itu artinya *ilmu penentram jasad dan ilmu penentram pikiran yang masuk dalam wilayah ilmu fardhu kifayah ini secara tidak langsung akan bersinergi dengan ilmu fardhu ain* yang erat kaitanya dalam _urusan penentaraman hati_ sebagaimana yang dijelaskan pada keterangan tentang “ilmu yang wajib dipelajari.”
Dari sini dapat dipahami bahwa seseorang harus *menjaga keseimbangan atau keadilan dalam dirinya sendiri* antara keadaan _hatinya, jasadnya, dan pikirannya._ Sehingga dapat dipahami bahwa *tidak diperkenankan mengutamakan* hati atau bathin dan *mengabaikan kepentingan jasad atau dhohir dan pikiran,* atau *mengutamakan kepentingan jasad dan pikiran dengan mengabaikan kebutuhan bathin atau keadaan hati.*
Ada saatnya orang harus mensuplai konsumsi jasadnya, ada saat orang harus mensuplai kebutuhan pikirannya, dan ada saatnya seseorang harus mensuplai konsumsi kebutuhan hatinya secara adil dan istikamah. Itulah kenapa ilmu kedokteran dan berhitung memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kemaslahatan diri manusia agar tercipta hubungan yang harmonis dan keberadilan.
Karena ilmu jasad dan ilmu pikiran ini adalah fardhu kifayah, maka tidak semua orang yang sudah mampu menjernihkan hatinya atau bathinnya, juga mampu menyehatkan pikiranya dan jasadnya, sehingga tampak saat orang itu menganggap yang penting adalah kesucian bathin, maka ia akan mengabaikan kesehatan dan penampilan fisiknya, dan kurang berkenan diajak berfikir masalah urusan dunia (muamalah).
Semoga Allah menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang adil dan bukan termasuk orang-orang yang dzalim, baik kepada diri sendiri atau orang lain. Amin.
Allahu a’lam bisshowab.
*Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.
Sumber: Ringkasan ngaji kitab Ihya’ Ulumuddin, di Radio Suara Tebuireng. Setiap Hari Sabtu Pukul 16.00-17.00 WIB.
.jpeg)






0 komentar:
Posting Komentar