Purbaya Yudhi Sadewa resmi menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) Indonesia sejak 8 September 2025, menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Selama masa jabatannya yang relatif singkat ini, Purbaya telah memfokuskan perhatian dan kebijakannya pada beberapa area utama, yang sering disebut sebagai "Purbaya Effect" di perekonomian.
Konsentrasi utama yang diupayakan perhatiannya oleh Menkeu Purbaya meliputi:
Peningkatan Likuiditas Perbankan dan Penyaluran Kredit: Salah satu gebrakan terbesarnya adalah mengalihkan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank milik negara (Himbara). Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas di perbankan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
Efisiensi dan Pengawasan Keuangan Daerah: Purbaya menaruh perhatian besar pada dana pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di bank. Ia mengancam akan memotong anggaran daerah jika penyerapan anggaran lambat dan menginvestigasi dugaan permainan bunga deposito oleh Pemda, mendorong efisiensi agar anggaran lebih cepat terserap untuk pembangunan daerah.
Inspeksi Mendadak (Sidak) ke Bank: Purbaya melakukan inspeksi mendadak ke bank-bank besar, seperti Bank Mandiri, untuk memastikan kesiapan mereka dalam menjalankan program stimulus pemerintah dan mendukung sektor riil secara langsung.
Redenominasi Rupiah: Purbaya merencanakan penyederhanaan nilai mata uang Rupiah (redenominasi) yang dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) dan ditargetkan selesai pada tahun 2027. Rencana ini bertujuan untuk efisiensi transaksi, meski menuai pro dan kontra dari berbagai ekonom.
Kebijakan Fiskal yang Berani: Gaya kepemimpinannya yang lugas dan berani terlihat dalam berbagai kebijakan barunya, termasuk potensi penyesuaian cukai dan pajak, untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan efisiensi belanja.
Stimulus Ekonomi Riil: Fokus utama dari seluruh kebijakan ini adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama pada daya beli dan sektor riil, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Kebijakan-kebijakan ini telah menimbulkan sentimen positif di kalangan warganet dan pasar modal, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menguat pasca pengumuman kebijakan. Dampak penuh dari "Purbaya Effect" ini diperkirakan akan mulai terasa signifikan pada kuartal pertama tahun 2026.
*
Pihak-pihak yang kurang suka atau sinis terhadap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa umumnya berasal dari kalangan politisi oposisi, ekonom tertentu, pengamat kebijakan publik, pemerintah daerah, dan sebagian pelaku pasar internasional pada awal masa jabatannya.
Berikut adalah rincian siapa saja yang tampaknya kurang suka atau sinis, beserta alasannya:
1. Politisi Oposisi dan Pengamat Politik
Politikus PDIP (seperti Ferdinan Hutahaean): Beberapa politisi PDIP melontarkan sindiran, menuduh Purbaya terlalu banyak bergaya atau melakukan pencitraan, dan menganggapnya belum memiliki prestasi yang bisa dibanggakan.
Hasan Nasbi (Eks Kepala PCO): Ia mengkritik gaya komunikasi Purbaya yang dinilai frontal, blak-blakan, dan berisiko menjadi "tontonan orang yang tak suka pemerintah" karena dianggap arogan dan nirempati pada awal menjabat.
2. Kalangan Ekonom dan Akademisi
Didik Rachbini (Rektor Universitas Paramadina): Mengkritik kebijakan Purbaya yang mengalihkan dana pemerintah Rp 200 triliun ke bank BUMN, mempertanyakan efektivitas dan kepatutan langkah tersebut.
Mahfud MD (Mantan Menko Polhukam): Mengkritik pernyataan Purbaya mengenai penagihan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disebutnya "hanya bikin ribut" dan hasilnya "tidak seberapa", dengan anggapan Purbaya tidak memahami masalah tersebut secara mendalam.
3. Pemerintah Daerah dan Kementerian Lain
Beberapa Kepala Daerah (Gubernur): Terdapat protes keras dari beberapa gubernur terkait data dana daerah yang mengendap di bank yang dianggap tidak akurat oleh Kemenkeu. Mereka merasa terganggu dengan pendekatan Purbaya yang melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke kementerian lain dan mengomentari penyerapan anggaran, yang dianggap berpotensi menimbulkan gesekan dan menghambat koordinasi.
Pihak Internal Kemenkeu (Ditjen Bea Cukai): Beberapa pejabat atau staf di lingkungan Kemenkeu (khususnya Bea Cukai) menjadi sorotan dan terancam sanksi karena laporan publik mengenai perilaku yang dianggap tidak pantas di jam kerja, yang ditindak tegas oleh Purbaya.
4. Pelaku Pasar dan Lembaga Internasional
Pasar Modal Internasional/Investor Asing: Pada awal penunjukan Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani yang sangat dihormati investor, pasar modal bereaksi sinis, indeks saham turun, dan nilai tukar Rupiah melemah. Hal ini karena kekhawatiran atas prospek fiskal yang tidak pasti dan rekam jejak Purbaya yang pernah menyebut Dana Moneter Internasional (IMF) "bodoh".
Lembaga Rating Internasional: Purbaya sendiri merasa kesal dan mengkritik lembaga rating internasional karena dianggap tidak adil dalam memberikan peringkat utang kepada Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang kondisi utangnya lebih buruk.
Sikap sinis ini umumnya mereda setelah Purbaya menunjukkan gaya kepemimpinan yang berani dan ceplas-ceplosnya justru dianggap autentik dan memberikan harapan baru, membuatnya populer di kalangan warganet lokal, meskipun metodenya tetap mengundang perdebatan.
*
Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, simpanan uang yang mengendap di bank oleh pemerintah daerah (Gubernur, Bupati, dan Camat) adalah masalah serius karena menunjukkan lambatnya penyerapan anggaran yang seharusnya digunakan untuk menggerakkan ekonomi daerah.
Purbaya memiliki sikap yang tegas dan blak-blakan mengenai masalah ini, yang menimbulkan polemik dengan beberapa kepala daerah. Poin-poin utama pandangannya adalah:
Jumlah Dana Mengendap yang Besar: Purbaya menyoroti data dari Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan total dana pemerintah daerah yang mengendap di bank mencapai sekitar Rp 234 triliun per September 2025.
Ekonomi Butuh Uang: Ia menekankan bahwa uang tersebut sangat dibutuhkan untuk belanja publik, pembangunan infrastruktur, dan menggerakkan sektor riil agar pertumbuhan ekonomi terasa langsung oleh masyarakat. Dana yang "tidur" di bank dinilai merugikan perekonomian daerah.
Dugaan "Modus Bunga Deposito": Purbaya secara terbuka menyatakan adanya kecurigaan bahwa beberapa pejabat daerah sengaja menahan uang di bank dalam bentuk deposito untuk mengejar bunga, bukan untuk dibelanjakan sesuai peruntukannya.
Merugikan Jika dalam Bentuk Giro: Ia juga menyinggung pengakuan beberapa daerah bahwa uang disimpan dalam bentuk giro (rekening koran), yang menurutnya justru lebih merugikan karena bunga giro lebih rendah, dan hal ini akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ancaman Pemotongan Anggaran: Sebagai tindak lanjut, Purbaya mengancam akan memotong anggaran transfer ke daerah (TKD) atau menarik kembali dana dari kementerian/lembaga dan daerah yang penyerapan anggarannya sangat lambat, untuk dialokasikan ke program yang lebih siap.
Validitas Data: Ia bersikeras bahwa data yang digunakannya berasal dari Bank Indonesia dan valid, menanggapi bantahan dari beberapa gubernur yang merasa datanya tidak akurat.
Secara keseluruhan, Purbaya menganggap simpanan dana daerah yang menganggur di bank sebagai inefisiensi fiskal yang harus segera diatasi untuk kepentingan ekonomi nasional.
*
Praktek pejabat daerah yang sengaja menahan dana pemerintah di bank untuk mendapat keuntungan pribadi dari bunga deposito dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Meskipun tidak semua keterlambatan penyerapan anggaran adalah korupsi, kecurigaan bahwa pejabat mengambil keuntungan pribadi dari dana yang mengendap telah muncul ke permukaan.
Berikut penjelasannya lebih lanjut:
Modus Operandi: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mencurigai adanya "akal-akalan" di balik dana pemerintah daerah yang mengendap di bank. Beberapa pemerintah daerah diduga dengan sengaja memperlambat proses belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar dana tersebut bisa disimpan dalam bentuk deposito dan menghasilkan bunga. Keuntungan dari bunga ini berpotensi menjadi "dana gelap" bagi oknum pejabat.
Modus Bunga Deposito: Purbaya bahkan menyinggung kemungkinan adanya praktik kickback (imbalan) pribadi dari pihak bank kepada pejabat yang "menitipkan" dana dalam jumlah besar. Beberapa pemda juga diduga menggunakan rekening giro sebagai kamuflase untuk menyembunyikan deposito.
Dasar Hukum: Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), praktik semacam ini dapat dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk mendapatkan keuntungan.
Tindakan KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pernah menyoroti isu dana daerah yang mengendap di bank. Pada tahun 2020, KPK mendalami temuan Menteri Dalam Negeri saat itu, Tito Karnavian, terkait dana daerah yang didepositokan di bank.
Contoh Kasus: Skandal bunga deposito uang Pemkab Batu Bara sebesar 10,4 miliar pada tahun 2025 menjadi salah satu contoh nyata adanya kasus dugaan korupsi terkait bunga deposito uang pemerintah daerah.
Dengan demikian, meskipun tidak semua keterlambatan pembangunan disebabkan oleh korupsi, adanya dana pemerintah yang mengendap dalam jumlah besar dan dugaan adanya modus bunga deposito membuat isu ini sangat sensitif dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.
*
Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan dan juga meminta Purbaya serta Wamenkeu menangani masalah keuangan KCIC Whoosh secara spesifik, dinilai sebagai langkah strategis dan berani, meskipun menghadapi pertentangan, terutama terkait proyek Whoosh.
Pertentangan yang Dihadapi Purbaya
Purbaya memang menghadapi pertentangan, bahkan dari lingkungan internal pemerintahan atau kementerian terkait, terutama saat ia bersikap tegas menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).
Pihak Internal/BUMN: Purbaya bersikeras agar utang Whoosh diselesaikan secara Business to Business (B2B) dan ditanggung oleh konsorsium BUMN Indonesia (melalui holding Danareksa) yang terlibat dalam proyek tersebut, bukan oleh APBN. Sikap ini mungkin tidak populer di kalangan direksi BUMN yang berharap ada bantuan negara (Penyertaan Modal Negara/PMN) untuk meringankan beban utang.
Kementerian Terkait: Ada potensi gesekan dengan kementerian lain yang mungkin terlibat dalam proyek tersebut atau yang anggarannya terancam dipangkas akibat sikap tegas Purbaya terhadap efisiensi anggaran.
Ketepatan Keputusan Presiden Prabowo
Terkait ketepatan keputusan Presiden Prabowo untuk menugaskan Purbaya menangani masalah Whoosh, ada beberapa perspektif:
Tepat dari Sisi Akuntabilitas Fiskal: Penunjukan Purbaya dianggap tepat karena sikapnya yang tegas memastikan disiplin fiskal dan mencegah APBN terbebani oleh proyek yang sejak awal disepakati tidak menggunakan dana negara. Ini sejalan dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik dan memberikan sinyal positif bagi investor dan lembaga rating internasional bahwa Indonesia serius menjaga kesehatan fiskalnya.
Tepat dari Sisi Pembagian Tugas: Presiden Prabowo memberikan mandat kepada Purbaya dan Wakil Menteri Keuangan untuk membereskan utang Whoosh, tetapi pada saat yang sama, Presiden sendiri menyatakan bertanggung jawab penuh atas keberlanjutan proyek tersebut. Ini menunjukkan adanya pembagian peran: Menkeu fokus pada aspek keuangan yang ketat, sementara Presiden fokus pada aspek strategis dan manfaat jangka panjang (pengembangan regional, dll).
Berani: Keputusan ini juga dinilai berani karena Purbaya ditugaskan untuk menyelesaikan "warisan" proyek yang bermasalah secara finansial dari pemerintahan sebelumnya, yang berpotensi menimbulkan polemik politik.
Secara umum, sikap tegas Purbaya dalam mengelola keuangan negara, termasuk masalah Whoosh, mendapat dukungan dari berbagai pihak (termasuk DPR dan pengamat ekonomi) karena dianggap menjaga APBN tetap sehat. Presiden Prabowo dinilai mengambil langkah yang tepat dengan menugaskan Purbaya, yang dikenal lugas dan berani mengambil keputusan sulit, untuk menyelesaikan masalah pelik tersebut.
*






0 komentar:
Posting Komentar