Senin, 17 November 2025

HAK HAK YANG HARUS DITUNAIKAN

 HAK HAK YANG HARUS DITUNAIKAN

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, 

Ihya Ulumuddin, menekankan pentingnya menunaikan berbagai macam hak untuk mencapai kesucian jiwa dan kebahagiaan abadi. Hak-hak ini terbagi dalam beberapa kategori utama, yang mencakup hubungan seseorang dengan Allah SWT, sesama manusia, diri sendiri, dan lingkungan sekitar. 

Berikut adalah rangkuman hak-hak yang wajib ditunaikan menurut Ihya Ulumuddin:

*1. Hak kepada Allah SWT*

Ini adalah hak yang paling utama, yang diwujudkan melalui ibadah dan pengabdian tulus:

Akidah Tauhid: Beriman bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT, dan hanya kepada-Nya kita beribadah. Hakikat tauhid akan menumbuhkan rasa tawakal dan berserah diri sepenuhnya.

Ibadah yang Sempurna: Menunaikan ibadah dengan benar, baik yang wajib seperti salat, zakat, puasa, dan haji, maupun yang sunah. Pelaksanaan ibadah harus disertai dengan adab dan pemahaman makna di dalamnya agar dapat membersihkan jiwa.

Keikhlasan: Beribadah hanya untuk mencari rida Allah, bukan karena ingin dipuji atau mencari keuntungan duniawi. Ini adalah inti dari pensucian jiwa.

Mencintai Allah: Mencintai Allah secara hakiki dengan selalu berzikir, merenungkan kebesaran-Nya, dan mematuhi setiap perintah-Nya. 

*2. Hak kepada Diri Sendiri*

Memenuhi hak diri sendiri merupakan modal untuk dapat berbuat baik kepada orang lain:

Pendidikan Jiwa: Membersihkan hati dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, riya, dan sombong. Ini merupakan proses berkesinambungan untuk mencapai kesempurnaan batin.

Menuntut Ilmu: Mengembangkan akal dan pengetahuan yang bermanfaat, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, agar dapat menjadi bekal untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Kesehatan Fisik dan Mental: Menjaga kesehatan tubuh karena tubuh adalah amanah dari Allah. Al-Ghazali juga menekankan perlunya menjaga kesehatan mental, misalnya dengan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu jiwa. 

*3. Hak kepada Sesama Manusia*

Al-Ghazali sangat menyoroti pentingnya akhlak dan moralitas dalam hubungan sosial:

Hak Sesama Muslim: Saling mengasihi dan mengasihi sesama muslim, sebagaimana sabda Nabi SAW yang menyebutkan enam hak sosial seorang muslim: mengucapkan salam, menjenguk yang sakit, memenuhi undangan, mendoakan orang yang bersin, mengantarkan jenazah, dan memberikan nasihat.

Hak Orang Tua: Berbuat baik kepada kedua orang tua, mendengarkan ucapan mereka, tidak meninggikan suara di hadapan mereka, dan mentaati perintah mereka selama tidak bertentangan dengan syariat Allah.

Hak Anak: Mendidik anak dengan baik, memberikan nama yang baik, mengajarkan agama, dan membiasakan mereka beribadah sejak dini.

Hak Pasangan: Menunaikan hak dan kewajiban masing-masing pasangan dalam pernikahan, membangun keluarga yang sakinah, dan menjaga keharmonisan rumah tangga.

Hak Tetangga: Berbuat baik kepada tetangga, baik yang muslim maupun non-muslim. Jangan menyakiti atau mengganggu mereka. Menjaga kehormatan dan harta benda tetangga juga merupakan kewajiban.

Hak Kaum Fakir dan Miskin: Memberikan zakat dan sedekah, serta membantu orang yang membutuhkan. Hati yang bersih akan mendorong seseorang untuk selalu berbagi dengan sesama. 

*4. Hak kepada Lingkungan*

Hubungan manusia dengan lingkungan juga merupakan bagian dari ajaran Ihya Ulumuddin:

Menjaga Lingkungan: Tidak membuat kerusakan di muka bumi dan menggunakan sumber daya alam dengan bijak.

Menyayangi Hewan: Berbuat baik kepada semua makhluk Allah, termasuk hewan, dan tidak menyiksa mereka.

Pada dasarnya, Al-Ghazali mengajak umat Islam untuk menyelaraskan kebaikan lahir dan batin, serta menyeimbangkan hak-hak kepada Allah dan hak-hak kepada sesama makhluk. Memenuhi hak-hak ini secara menyeluruh adalah jalan menuju kesucian jiwa dan ridha Allah. 

*Hak Allah terkait dengan rahmat dan nikmat-Nya* 

Agar manusia mensyukuri dan membalasnya dengan ketaatan serta ibadah yang tulus. Rahmat dan nikmat adalah anugerah dari Allah, bukan kewajiban, sehingga tidak ada yang bisa menuntutnya dari-Nya. Sebaliknya, hak Allah adalah supaya hamba-Nya hanya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. 

Berikut adalah penjelasan mengenai hak-hak Allah yang terkait dengan rahmat dan nikmat-Nya:

1. Hak untuk disembah dan tidak disekutukan 

Hak utama. Hak Allah yang paling mendasar adalah untuk disembah secara tunggal dan tidak dipersekutukan dengan apa pun, sebagaimana disebutkan dalam hadis. Pengakuan atas hak ini disebut tauhid.

Latar belakang rahmat. Allah menciptakan alam semesta dan semua isinya, termasuk manusia, semata-mata karena kasih sayang-Nya (rahmat). Semua yang ada adalah karunia-Nya yang diberikan tanpa pamrih.

Respons manusia. Sebagai balasan atas penciptaan dan pemeliharaan ini, manusia wajib mengesakan-Nya dalam ibadah sebagai bentuk syukur atas rahmat dan nikmat yang tak terhingga. 

*2. Hak untuk disyukuri dan tidak diingkari*

Nikmat yang tak terhitung. Allah memberikan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya, baik yang bersifat materi (rezeki, kesehatan, makanan) maupun nonmateri (iman, ketenangan, kebahagiaan).

Tanggung jawab syukur. Sebagai balasan atas nikmat ini, manusia memiliki kewajiban untuk bersyukur, yaitu dengan memuji Allah (secara lisan dan hati) dan menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak-Nya.

Bentuk ingkar nikmat. Mengingkari atau menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat adalah bentuk ketidakadilan terhadap hak-Nya. Ini juga merupakan tanda-tanda tidak adanya rasa syukur. 

*3. Hak untuk ditaati dan dipatuhi*

Rahmat sebagai petunjuk. Salah satu wujud rahmat Allah adalah petunjuk-Nya yang termuat dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah. Petunjuk ini membimbing manusia menuju kebaikan dan kebahagiaan dunia-akhirat.

Ketaatan sebagai respons. Untuk mendapatkan rahmat yang sempurna (terutama di akhirat), manusia harus menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Keterkaitan dengan ampunan. Taat kepada Allah dan bertobat dari dosa akan mendatangkan ampunan. Ini adalah prasyarat untuk memperoleh rahmat Allah yang lebih besar, yaitu surga. 

*4. Hak untuk dicintai dan diharapkan*

Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah memiliki nama-nama yang menunjukkan kasih sayang-Nya, seperti Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang).

Cinta sebagai respons. Sebagai respons, hamba harus mencintai Allah di atas segalanya.

Harapan rahmat. Rahmat Allah yang begitu luas dan besar seharusnya memotivasi hamba untuk selalu berharap kepada-Nya, memohon pengampunan, dan terus berbuat baik. Hal ini akan mencegah keputusasaan.

Pada intinya, rahmat dan nikmat adalah bukti kedermawanan Allah yang tak terbatas kepada seluruh makhluk-Nya. Hak Allah muncul sebagai konsekuensi logis atas anugerah tersebut, menuntut balasan berupa ketaatan, syukur, dan penghambaan yang tulus dari manusia. 

Memerintahkan kita dalam Al-Qur’an Al-Karim untuk menyebutkan nikmat Allah yang diberikan kepada kita satu persatu, yaitu ...

Perintah dalam ayat yang mulia yang disebutkan oleh penanya adalah perintah kepada para shahabat dan orang-orang mukmin agar mengingat nikmat Allah.

*Hak Allah atas hamba-Nya adalah yang paling utama,* yaitu:

Agar hamba menyembah dan mengesakan-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun. Ini diwujudkan dengan menjalankan perintah-Nya (seperti salat, puasa, zakat, haji) dan menjauhi larangan-Nya. Hak ini merupakan bentuk penghambaan diri kepada Allah, sang pencipta yang Maha Pemberi Nikmat. 

Bentuk-bentuk hak Allah 

Menyembah dan mengesakan Allah

Ini adalah hak terbesar dan paling agung, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Az-Zariyat ayat 56.

Melaksanakan ibadah: Seluruh ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan adalah bentuk pemenuhan hak Allah. Contohnya adalah:

Salat lima waktu.
Puasa di bulan Ramadan.
Membayar zakat.
Menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

Mengimani rukun iman: Mempercayai Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan qada serta qadar-Nya.

Menjauhi perbuatan syirik: Tidak menyekutukan Allah dengan apapun dalam ibadah maupun keyakinan.

Menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya: Melaksanakan kewajiban yang diperintahkan dan menghindari segala hal yang dilarang oleh-Nya. 

Berdasarkan ajaran Islam, salat memiliki hak yang sangat besar atas umatnya. Hak-hak ini mencakup berbagai kewajiban dan dampak yang signifikan, yang menjadikan salat sebagai tiang agama

*Berikut adalah hak-hak salat atas umatnya:*

1. Hak untuk ditegakkan dan tidak ditinggalkan

Wajib didirikan lima waktu: Salat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim sebanyak lima kali dalam sehari pada waktu-waktu yang telah ditentukan.

Tidak boleh ditinggalkan: Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa pun yang meninggalkan salat sama saja meruntuhkan agama. Salat juga merupakan wasiat terakhir Rasulullah kepada umatnya dan beliau tidak pernah meninggalkannya sampai akhir hayatnya. 

2. Hak untuk ditunaikan dengan benar

Thaharah (bersuci) yang sempurna: Salat berhak ditunaikan dengan bersuci yang benar, baik melalui wudu, mandi, atau tayamum jika tidak ada air. Tanpa bersuci, salat tidak akan diterima.

Pelaksanaan yang sesuai sunah: Salat harus dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Khusyuk dan fokus: Dalam salat, umat Islam harus fokus dan berkonsentrasi penuh, mengingat Allah SWT, dan tidak melibatkan hal-hal duniawi lainnya. 

3. Hak untuk diutamakan

Amal pertama yang dihisab: Salat adalah ibadah pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat. Kualitas seluruh amal seorang hamba bergantung pada kualitas salatnya.

Amal paling utama: Salat dianggap sebagai bentuk ibadah paling utama karena merupakan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya, tanpa perantara. 

4. Hak untuk membentuk karakter umat

Mencegah perbuatan keji dan mungkar: Salat yang dikerjakan dengan benar akan menjauhkan pelakunya dari perbuatan buruk dan maksiat.

Mendidik kedisiplinan: Pelaksanaan salat pada waktu-waktu yang sudah ditetapkan melatih umat Islam untuk menjadi pribadi yang disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

Menumbuhkan ketakwaan: Salat meningkatkan kesadaran diri dan ketakwaan seorang Muslim, membantu mereka selalu mengingat Allah SWT.

Menciptakan persatuan: Salat berjamaah, terutama di masjid, menyatukan umat Islam dari berbagai latar belakang, menumbuhkan kesetaraan dan persaudaraan. 

5. Hak untuk menjadi sarana berkomunikasi dengan Allah 

Mengingat Allah: Tujuan utama mendirikan salat adalah untuk selalu mengingat Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Memohon pertolongan: Salat adalah sarana bagi umat Islam untuk memohon petunjuk, ampunan, dan pertolongan dari Allah. 

Singkatnya, hak salat atas umat Islam adalah dipenuhi dengan sempurna—dengan bersuci, khusyuk, dan tepat waktu—sehingga salat dapat menjalankan perannya sebagai tiang agama, mencegah keburukan, dan menjadi sarana utama untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. 

HAK RASŪLULLĀH S.A.W. ATAS UMATNYA

Apa hak Rasūlullāh s.a.w. atas umatnya?

Ketahuilah bahwa hak Rasūlullāh s.a.w. atas umatnya adalah hak paling besar dan paling wajib ditunaikan sesudah hak Allah s.w.t. Di antara hak beliau atas umatnya adalah kewajiban (bagi mereka) mengikuti sunnah beliau, menolong agama beliau, dan membela syariat beliau.

Allah s.w.t. berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 31).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدَ فَسَادِ أُمَّتِيْ لَهُ أَجْرُ شَهِيْدٍ

Orang yang berpegang teguh dengan sunnahku kala rusaknya umatku, baginya pahala seorang mati syahid.” (11)

Dan beliau bersabda:

مَنْ أَحْيَا سُنَّتِيْ فَقَدْ أَحَبَّنِيْ وَ مَنْ أَحَبِّنِيْ كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنَّةِ.

Siapa yang melestarikan sunnahku berarti ia mencintaiku. Dan siapa mencintaiku, ia pasti bersamaku kelak di dalam surga.” (22).

Di antara hak beliau atas umatnya adalah kewajiban mencintai dan mengasihi beliau hingga beliau menjadi orang yang paling dicintai seorang mu’min daripada dirinya sendiri, anaknya, dan seluruh makhluk. Demikian pula kewajiban mencintai keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan anak-cucunya.

Beliau bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku menjadi orang yang lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.” (33).

Beliau bersabda:

أَحِبُّوا اللهَ لِمَا يَغْدُوْكُمْ بِهِ مِنْ نِعَمِهِ، وَ أَحِبُّوْنِيْ لِحُبِّ اللهِ، وَ أَحِبُّوْا أَهْلَ بَيْتِيْ لِحُبِّيْ.

Cintailah Allah karena Dia telah memberi kalian banyak karunia, cintailah aku karena kecintaan kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena kecintaan kepadaku.” (44).

Beliau bersabda:

اللهُ اللهُ فِيْ أَصْحَابِيْ لَا تَتَّخِذُوْا أَصْحَابِيْ غَرَضًا مَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّيْ أَحَبَّهُمْ وَ مَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِيْ أَبْغَضَهُمْ وَ مَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِيْ وَ مَنْ آذَانِيْ فَقَدْ آذَى اللهَ وَ مَنْ آذَى اللهَ يُوْشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ.

Allah, Allah (Maksudnya, cintailah) pada sahabat-sahabatku. Jangan kalian jadikan mereka sasaran kebencian sesudahku. Siapa yang mencintai mereka, berarti karena mencintaiku dia mencintai mereka. Dan siapa yang membenci mereka, berarti karena membenciku dia membenci mereka. Siapa yang menyakiti mereka berarti dia menyakitiku. Siapa yang menyakitiku berarti dia menyakiti Allah. Dan siapa yang menyakiti Allah, maka hampir dipastikan Allah akan menyiksanya.” (55).

Di antara hak beliau atas mereka adalah kewajiban untuk mengagungkan dan menghormati beliau, dan Allah s.w.t. telah memerintahkan hal tersebut di dalam kitab-Nya:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَ مُبَشِّرًا وَ نَذِيْرًا. لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ تُعَزِّرُوْهُ وَ تُوَقِّرُوْهُ

Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya.” (QS. al-Fatḥ [48]: 8-9).

Artinya memuliakan dan amat mengagungkan beliau. Sebab mengagungkan beliau termasuk mengagungkan Allah, sebagaimana esensi menaatinya adalah menaati Allah dan esensi mencintainya adalah mencintai Allah.

Allah s.w.t. berfirman:

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ

Barang siapa yang mentaati Rasūl itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. an-Nisā’ [4]: 80).

Allah s.w.t. berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللهَ

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepadamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah.” (QS. al-Fatḥ [48]: 10).

dan Allah s.w.t. berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 31).

Para sahabat r.a. adalah teladan terbaik dalam hal mencintai dan menghormati beliau. Di antara contohnya, pada kisah perjanjian Ḥudaibiyah manakala kaum Quraisy mengutus ‘Urwah bin Mas‘ūd ats-Tsaqafī kepada Rasūlullāh s.a.w. Lalu ia melihat bagaimana para sahabat menghormati beliau.

Saat kembali kepada kaum Quraisy, ia berkata: “Hai kaumku, demi Allah, aku pernah diutus kepada Kisra, Kaisar, dan Najasyi. Namun aku sama sekali tidak pernah melihat seorang raja yang diagungkan oleh sahabat-sahabatnya sebagaimana sahabat-sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Tidaklah ia (s.a.w.) meludah satu kali pun kecuali ludah itu jatuh ke telapak tangan salah seorang dari merkea, yang lalu ia mengusapkannya ke wajah dan tangannya. Jika ia (s.a.w.) memerintahkan mereka dengan satu perintah, mereka berebut melaksanakannya. Jika ia (s.a.w.) berwudhu’, mereka hampir saling berkelahi memperebutkan air bekas wudhu’nya. Jika ia (s.a.w.) bicara, mereka rendahkan suara mereka di sisinya (s.a.w.). Mereka tak menajamkan pandangan kepadanya (s.a.w.) karena sangat menghormatinya (s.a.w.).” (66).

Di antara hak beliau (atas umatnya) adalah memperbanyak ucapan shalawat dan salam kepada beliau. Allah s.w.t. telah perintahkan hal itu dalam kitab-Nya:

إِنَّ اللهَ وَ مَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Aḥzāb [33]: 56).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَ حَطَّ عَنْهُ عَشْرَ خَطِيْئَاتٍ.

Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali dan menghapus darinya sepuluh kesalahan.” (77).

Dan beliau s.a.w. bersabda:

أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً.

Orang yang paling utama denganku pada Hari Kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat atasku.” (88).

Catatan:

1). Dikeluarkan oleh ath-Thabrānī dalam al-Awsath (5/315) dari hadits Abū Hurairah r.a. Al-Haitsamī berkata dalam al-Majma‘: “Di dalam sanadnya terdapat Muḥammad bin Shālih al-‘Adawī dan aku tak pernah melihat biografinya Sedangkan para perawi lainnya perawi-perawi tepercaya.” Al-Mundzirī berkata dalam At-Targhību wat-Tarhīb (1/14): “Sanadnya tak bermasalah dan riwayat “baginya pahala seratus orang mati syahid” tidak shaḥīḥ.”

2). Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (2678), dan ia berkata: “Ini adalah hadits ḥasan gharīb dari jalur ini.”

3). Dikeluarkan oleh al-Bukhārī dan Muslim (44) dari hadits Anas r.a.

4). Dikeluarkan oleh at-Tirmidzī (3799), Aḥmad dalam Fadhā’il-ush-Shaḥābah (2/986), al-Ḥākim (3/162) dan al-Baihaqī dalam asy-Syu‘ab (1/366); dari hadits Ibn ‘Abbās r.a.

5). Dikeluarkan oleh at-Tirmidzī (3862), Aḥmad (5/45), dan al-Baihaqī dalam asy-Syu‘ab (2/191); dari hadits ‘Abdullāh bin Mughaffal r.a.

6). Dikeluarkan oleh Aḥmad (4/323), Ibn Ḥibbān (4872), dan hadits senada oleh al-Bukhārī (2731).

7). Dikeluarkan oleh an-Nasā’ī (1297) dan Aḥmad (3/102) dari hadits Anas r.a.

8). Dikeluarkan oleh at-Tirmidzī (484) dan Ibn Ḥibbān (911); dari hadits Ibn Mas‘ūd r.a. Al-Ḥāfizh berkata dalam Fatḥ-ul-Bārī (11/167): “Sanadnya tidak bermasalah.”

HAK ANAK

Dalam Islam, hak anak meliputi 

hak hidup dan berkembang, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan siksa neraka, mendapatkan nafkah dan kesejahteraan, pendidikan, nama yang baik, kasih sayang, serta keadilan dan persamaan derajat. Hak-hak ini adalah kewajiban orang tua untuk dipenuhi agar anak tumbuh menjadi individu yang sehat, beriman, dan bahagia dunia serta akhirat. 

Hak-hak utama anak dalam Islam

Hak untuk hidup dan berkembang: Hak ini berlaku sejak dalam kandungan hingga dewasa. Orang tua wajib memastikan anak tumbuh dan berkembang secara normal, baik secara fisik maupun mental.

Hak mendapatkan perlindungan: Anak berhak dilindungi dari segala bentuk kekerasan, ancaman, dan perlakuan berbahaya, termasuk untuk dijaga dari siksa api neraka.

Hak mendapatkan nafkah dan kesejahteraan: Orang tua yang mampu wajib memberikan makanan yang sehat, pakaian, dan tempat tinggal yang layak bagi anak. Ini juga termasuk hak mendapatkan ASI hingga dua tahun.

Hak mendapatkan pendidikan: Anak berhak mendapatkan pendidikan yang mencakup akidah (keimanan), ibadah, akhlak, serta ilmu pengetahuan umum untuk bekal hidupnya.

Hak mendapatkan nama yang baik: Orang tua dianjurkan untuk memberikan nama yang baik dan bermakna bagi anak sebagai doa dan harapan masa depan mereka.

Hak mendapatkan kasih sayang: Anak berhak merasakan cinta dan kasih sayang dari orang tua, yang ditunjukkan melalui pelukan, perhatian, dan kata-kata lembut. Lingkungan yang penuh cinta akan menumbuhkan rasa aman dan kelekatan emosional yang kuat.

Hak mendapatkan keadilan dan persamaan derajat: Orang tua wajib berlaku adil kepada semua anak, tanpa membeda-bedakan, terlepas dari jenis kelamin atau kelebihan yang dimiliki.

Hak bermain: Anak juga memiliki hak untuk bermain dan bersenang-senang sesuai dengan tahapan usianya.

Hak mendapatkan kejelasan nasab: Anak berhak mendapatkan kejelasan mengenai garis keturunannya. Anak yang lahir dari pernikahan yang sah nasabnya adalah kepada ayahnya, sementara anak yang lahir di luar pernikahan nasabnya kepada ibunya. Anak angkat juga berhak mendapat kejelasan nasabnya sebagai anak angkat. 

BincangMuslimah.Com – Sering kita dengar kisah tentang anak yang durhaka kepada orang tuanya. Bukan tanpa alasan, berbakti kepada orang tua memang menjadi kewajiban bagi sang anak, dan tak sedikit anak yang lupa akan jasa orang tuanya. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, bisa dari lingkungan teman, atau dari pergaulan di anggota keluarga yang kurang baik.

Namun, bukan orang tua saja yang mempunyai hak, anak pun sebenarnya juga mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Jika hak-hak anak ini tidak dipenuhi, maka orang tua bisa saja berdosa.

Dalam Islam, beberapa hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua terbagi menjadi beberapa kriteria. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, ada empat hak anak yang harus diperoleh dari orang tua mereka menurut Imam Ghazali.

Keterangan tersebut ada di Ihya’ Ulumuddin Juz 2, halaman 53;

Hak mendapat kasih sayang yang adil

الْأَوَّلُ أَنْ لَا يَكْثُرَ فَرَحُهُ بِالذَّكَرِ وَحُزْنُهُ بالأنثىقَالَ 

Pertama, jangan terlalu senang sebab mendapatkan anak laki-laki, dan jangan terlalu sedih ketika dianugerahi anak perempuan.

Adab pertama yang ditekankan oleh Imam Ghazali adalah jangan terlalu gembira sebab mendapatkan anak laki-laki. Hal ini agar tidak sama dengan kaum jahiliyyah yang ketika mendapatkan anak perempuan, mereka malu dan bahkan dengan tega mengubur anak perempuan tersebut hidup-hidup.

Nabi Muhammad hadir untuk membimbing umat dari perkara seperti itu, sehingga Nabi Saw bersabda;

مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ البَنَاتِ بِشَيْءٍ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

Artinya: “Siapa yang diuji dengan kehadiran anak perempuan, maka anak itu akan menjadi tameng baginya di Neraka”. (HR. Ahmad)

Penjelasan ini menegaskan pada orang tua agar apapun jenis kelamin anak yang lahir, mereka menerimanya dan tetap memberi kasih sayang yang adil.

Baca Juga:  Mengkritik Anak di Depan Umum Adalah Bentuk Kekerasan

Hak untuk diazani saat lahir

الأدب الثاني أن يؤذن في أذن الولد 

Adab kedua, orang tua harus mengazani pada telinga anaknya.

Disunahkan bagi orang tua untuk mengazani anaknya yang baru lahir di telinga kanan, dan iqamah di telinga kiri. Hal ini karena mengikuti sunnah Rasulullah saw., sebagaimana hadits riwayat Rafi’ r.a.;

روى رافع عن أبيه قال رأيت النبي صلى الله عليه وسلم قد أذن في أذن الحسين حين ولدته فاطمة رضي الله عنها

Artinya: “Rafi’ meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: Aku melihat Nabi Saw mengumandangkan adzan di telinga Sayyidina Husein ketika Siti Fatimah melahirkan.

Hak untuk diberi nama yang baik

الأدب الثالث أن تسميه اسماً حسناً فذلك من حق الولد

Adab ketiga, memberikan nama anak dengan nama yang memiliki makna yang bagus. Karena yang demikian itu adalah sebagian hak anak. 

Saat lahir, orang tua harus memberi nama pada anak dengan nama yang bermakna bagus. Disarankan untuk memberi nama dengan nama-nama orang-orang soleh atau solehah. Adapun untuk laki-laki, disunnahkan didahului dengan Ahmad, Muhammad, atau Abdu yang diikuti dengan sifat Allah.

Hak untuk diaqiqohi

الرَّابِعُ الْعَقِيقَةُ عَنِ الذَّكَرِ بِشَاتَيْنِ وَعَنِ الْأُنْثَى بشاة 

Adab keempat, mengakikahi anak. Anak laki-laki dengan dua kambing, dan anak perempuan dengan satu kambing.

Akikah termasuk hak bagi seorang anak. Bahkan jika anak sudah dewasa, masih disunahkan melaksanakan akikah jika saat kecil belum diakikahkan. Hal ini sebagaimana yang ada di dalam hadits Rasulullah dari Siti Aisyah r.a.

وروت عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمر في الغلام أن يعق بشاتين مكافئتين وفي الجارية بشاة

Artinya: “Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan agar anak laki-laki itu di aqiqah dengan dua ekor domba yang setara, dan anak perempuan itu harus diberi seekor domba”

Itulah empat hak yang harus didapatkan oleh mereka dari orang tuanya. Anak adalah aset terbesar orang tua yang bisa membantu atau menyelamatkan orang tua baik di dunia dan di akhirat. 

Jadi, dengan pemenuhan kewajiban ini dengan ikhlas tentu akan mendapatkan ganjaran terbaik yang dijanjikan oleh Allah dan Rasulnya. Sekian, semoga bermanfaat. 

Editor: Zahrotun Nafisah

HAK AYAH DAN IBU

Dalam Islam, ayah dan ibu memiliki hak yang diwajibkan untuk dipenuhi oleh anak-anaknya, seperti menaati (selama tidak maksiat), berbakti, dan menghormati mereka. Ayah memiliki hak memberikan nafkah, mendidik, dan melindungi keluarga, sedangkan ibu memiliki hak untuk dihormati, dihargai jasa menyusuinya, serta menjadi pendidik utama dalam keluarga. Hak-hak ini berlanjut bahkan setelah mereka meninggal, dengan cara mendoakan dan menjaga silaturahmi dengan keluarga mereka. 

Hak-hak Ayah dan Ibu:

Menjaga hubungan baik: Berbakti dengan perkataan dan perbuatan yang baik, serta tidak menyakiti hati mereka.

Menaati perintah: Menaati perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT.

Meminta izin dan restu: Memohon izin dan restu sebelum melakukan suatu urusan penting.

Menyediakan kebutuhan: Memberikan nafkah, makanan, dan minuman, terutama saat mereka sudah tua.

Mendoakan: Berdoa untuk kebaikan mereka, terutama setelah shalat.

Menjaga silaturahmi: Menjaga hubungan baik dengan teman-teman mereka, terutama setelah mereka meninggal dunia. 

Hak-Hak Ayah Secara Spesifik:

Memberi nafkah: Bertanggung jawab menafkahi dan memenuhi kebutuhan finansial keluarga, termasuk anak-anaknya.

Mendidik dan menasihati: Menjadi teladan, mendidik anak dalam hal kebaikan, dan memberikan nasihat dengan cara yang baik.

Melindungi: Menjaga keselamatan dan kesejahteraan anggota keluarga, serta melindungi dari pengaruh buruk.

Memimpin dan mengambil keputusan: Berhak menjadi pemimpin keluarga dan memberikan pendapat dalam pengambilan keputusan, meskipun tetap membuka diskusi dengan anggota keluarga lain. 

Hak-Hak Ibu Secara Spesifik:

Dihargai jasa menyusui: Berhak mendapatkan penghargaan atas jasa menyusui anaknya. Ayah berkewajiban menanggung biaya nafkah dan pakaian selama masa menyusui.

Menjadi pendidik pertama: Berperan sebagai pendidik utama yang menanamkan nilai-nilai kebaikan dan akhlak mulia pada anak.

Dihormati: Memperlakukan ibu dengan baik karena kasih sayangnya yang telah melahirkan, menjaga, dan memberikan segalanya demi anak. 

HAK TETANGGA

Tidak disakiti, dibantu saat kesulitan, diberi perhatian dan bantuan materi, serta saling berbagi kebaikan seperti makanan dan ucapan selamat. Menjaga hak tetangga adalah bagian penting dari kesempurnaan iman dan merupakan bentuk kepatuhan terhadap ajaran Islam yang mencakup rasa aman, saling menghormati, dan membantu satu sama lain, bahkan jika tetangga tersebut berbeda agama. 

Hak-hak tetangga yang harus dipenuhi

Tidak menyakiti: Dilarang menyakiti tetangga baik melalui perkataan (menggunjing) maupun perbuatan (mengganggu propertinya atau hewan peliharaannya).

Membantu saat kesulitan: Menjenguk saat sakit, mengiringi jenazah saat meninggal, menolong saat membutuhkan, dan membantunya agar ia tidak menderita.

Berbagi: Berbagi makanan saat memasak lebih banyak kuahnya, atau memberikan bantuan materi jika ia termasuk kurang mampu.

Memberi salam dan bersikap ramah: Mendahului dengan ucapan salam, menyambutnya dengan wajah berseri-seri, dan menjaga kehormatannya.

Menjaga aibnya: Menutupi kekurangan atau aib tetangga dan tidak mencari-cari kesalahannya.

Menasihati dengan baik: Memberi nasihat untuk kebaikan dan mengingatkannya jika ia melakukan kemaksiatan agar bertaubat.

Turut merasakan: Ikut berduka cita jika tertimpa musibah dan mengucapkan selamat saat mendapatkan kebahagiaan.

Mengajarkan hal baik: Mengajari tetangga hal yang bermanfaat dan memerintahkannya pada yang makruf serta melarang dari yang mungkar.

Memberikan kenyamanan: Menghindari hal-hal yang dapat mengganggu ketenangan tetangga seperti tidak mempersempit jalan menuju rumahnya atau tidak mengintip.

Menghormati perempuan tetangga: Dilarang memandang istri, anak perempuan, dan pembantu perempuan milik tetangga secara tidak pantas. 

Hak Bertetangga Menurut Imam Al-Ghazali NU Online  ·

Islam memberikan penghargaan yang tinggi atas hak tetangga.

Mubasysyarum Bih

Agama Islam sangat menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur. Bahkan dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa beliau diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak (HR. Imam Malik dalam kitab al-Muwatha).

Allah memuji Nabi di dalam al-Qur’an dengan sebutan penyandang perilaku yang agung. Allah berfirman: وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ Artinya “Dan sungguh engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam, ayat 4). 

Islam mengajarkan akhlak dalam berbagai dimensi sosial. Di antaranya adalah berkaitan dengan hak bertetangga. Nabi Muhammad Saw bersabda: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Berbuat Baik kepada Tetangga Artinya  “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلا يُؤذِى جَارَهُ Artinya, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya”. (HR. Muslim).

Dua hadits di atas memuat perintah memuliakan tetangga dan larangan menyakitinya.

Dalam riwayat lain memakai redaksi: فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ Artinya, “Maka berbuat baiklah kepada tetangganya”.

Kombinasi tiga hadits tersebut menurut Syekh al-Qadli Iyadl bin Musa mengisyaratkan betapa hak bertetangga sangat dijunjung tinggi dan semestinya dijaga oleh orang beriman yang berpegang teguh terhadap syariat Islam.

Al-Qadli Iyadl berkata: مَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ مَنِ الْتَزَمَ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ لَزِمَهُ إِكْرَامُ جَارِهِ وَبِرُّهُ وَأَمَر أَهْلَ الْإِيْمَانِ بِذَلِكَ وَكُلُّ ذَلِكَ تَعْرِيفٌ بِحَقِّ الْجَارِ وَحَضٌّ عَلَى حِفْظِهِ وَقَدْ أَوْصَى اللهُ تَعَالَى بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِ فِي كِتَابِهِ الْعَزِيزِ

Artinya, "Makna dari semua itu adalah bahwa orang yang menetapi syariat-syariat Islam semestinya memuliakan dan berbuat baiki kepada tetangganya. Nabi memerintah orang beriman untuk hal tersebut. Dan keseluruhannya mengenalkan terhadap hak bertetangga dan dorongan untuk menjaganya. Allah memberi wasiat untuk berbuat baik kepada tetangga dalam kitabNya yang agung”.  (Syekh al-Qadli Iyadl bin Musa, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaidi Muslim, juz.1, hal.284).

Imam al-Ghazali menegaskan bahwa Nabi mengklasifikasi hak bertetangga menjadi tiga golongan.
Pertama, tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, ia wajib dipenuhi haknya karena hubungan kekerabatan, persaudaraan Islam dan status bertetangga.
Kedua, tetangga yang memiliki dua hak, yaitu tetangga muslim non kerabat, ia dipenuhi haknya sebagai muslim dan tetangga.
Ketiga, tetangga yang memiliki satu hak, yaitu tetangga non muslim, ia wajib dipenuhi hak bertetangganya (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, juz.2, hal.212).

Pengklasifikasian itu mengisyaratkan bahwa bertetangga menuntut hak di luar persaudaraan Islam, karena tetangga nonmuslim juga wajib dipenuhi haknya. Tetangga muslim berhak mendapat hak bertetangga dan tambahan atas nama persaudaraan Islam. Hak bertetangga yang diperintah Islam untuk dipenuhi adalah mencegah dari segala hal yang dapat menyakitinya, berkorban menanggung cobaannya, bersifat ramah dan memberinya kebaikan dan kebajikan. 

Al-Imam al-Ghazali menegaskan: وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَيْسَ حَقُّ الْجِوَارِ كَفَّ الْأَذَى فَقَطْ بَلْ احْتِمَالَ الْأَذَى فَإِنَّ الْجَارَ أَيْضاً قَدْ كَفَّ أَذَاهُ فَلَيْسَ فِيْ ذَلِكَ قَضَاءُ حَقٍّ وَلَا يَكْفِي احْتِمَالُ الْأَذَى بَلْ لَابُدَّ مِنَ الرِّفْقِ وَإِسْدَاءِ الْخَيْرِ وَالْمَعْرُوْفِ

Artinya, "Ketahuilah bahwa hak bertetangga tidak terbatas mencegah hal-hal yang menyakiti, namun juga menanggung penderitaannya, karena terkadang tetangga juga sudah berusaha mencegahnya, sehingga belum terpenuhi haknya. Tidak pula cukup menanggung penderitaan, namun juga harus bersikap ramah dan mendatangkan kebaikan”. (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, juz.2, hal.213).

Di antara contoh sikap menjaga hak bertetangga adalah memulai menegurnya dengan ucapan salam, menjenguknya saat sakit, melayatnya saat tertimpa musibah, memberinya ucapan selamat saat mendapat keberuntungan, membantunya saat mengalami kesulitan, menutupi aibnya, mengampuni kesalahannya, berbagi, tidak mempersempit atau menutup jalan menuju rumahnya, tidak mengintipnya, tidak mencari-cari kesalahannya, menjaga kehormatan tetangga dan perempuan yang ada dalam naungannya, tidak mengganggu istirahatnya, tidak banyak kepo tentang urusannya dan perbuatan lain yang sekiranya dapat memastikan kenyamanan tetangga.  Demikian penjelasan mengenai hak bertetangga dalam pandangan Islam. 

HAK RUH

Dalam Islam, hakikat ruh adalah rahasia Allah SWT, dan manusia hanya diberi sedikit pengetahuan tentangnya

Meskipun demikian, Al-Quran dan hadis memberikan pemahaman tentang hak-hak yang terkait dengan ruh, yang harus dipenuhi oleh manusia selama hidup di dunia. 

Berikut adalah hak-hak yang berkaitan dengan ruh dalam Islam:

Hak untuk disucikan

Ruh memiliki hak untuk disucikan dari penyakit hati seperti kesombongan, kedengkian, dan kemunafikan.

Pembersihan ruh (tazkiyah an-nafs) adalah kunci menuju kesuksesan di dunia dan akhirat.

Ruh yang bersih akan memancarkan cahaya dan menarik kebaikan, sementara ruh yang kotor akan menarik keburukan. 

Hak untuk terhubung dengan Allah 

Ruh diciptakan oleh Allah, sehingga hak terbesar ruh adalah terhubung kembali dengan Sang Pencipta.

Hubungan ini diperkuat melalui ibadah, dzikir, dan kepatuhan terhadap perintah Allah.

Mengenal dan mencintai Allah adalah cara untuk selaras dengan-Nya. 

Hak untuk mendapat kehormatan

Allah telah memuliakan ruh manusia, dan kehormatan ini tidak boleh dirusak oleh perbuatan maksiat.

Setiap manusia, baik muslim maupun non-muslim, memiliki hak atas kehidupan dan martabatnya. 

Hak untuk tidak dizalimi 

Islam sangat melarang pembunuhan jiwa yang tidak berdosa. Al-Quran secara tegas menyatakan larangan ini.

Melindungi kehidupan adalah hak universal yang ditegaskan dalam syariat Islam. 

Hak untuk mendapatkan ganjaran atau hukuman 

Ruh tidak mati bersama dengan jasad, melainkan terus hidup setelah kematian.

Setelah kematian, ruh akan berada di alam barzah dan akan menerima balasan atau siksa tergantung amal perbuatannya di dunia.

Pada hari kiamat, ruh akan kembali disatukan dengan jasadnya untuk dihisab dan menerima balasan yang kekal di surga atau neraka. 

Hak untuk dijaga dari bisikan setan

Ruh sering kali menghadapi godaan dan bisikan (waswas) dari setan.

Dalam Islam, ruh memiliki hak untuk dilindungi dari waswas tersebut dengan cara beriman dan memohon perlindungan kepada Allah. 

Dengan memahami hak-hak ruh ini, seorang muslim diingatkan untuk tidak hanya fokus pada kebutuhan fisik (jasad), tetapi juga kebutuhan spiritual (ruh), karena keduanya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. 

HAK TUBUH atau BADAN (FISIK)

Dalam Islam, hak badan adalah 

kewajiban untuk menjaga dan merawatnya agar sehat dan kuat untuk beribadah serta beraktivitas. Hak ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan halal, istirahat yang cukup, kebersihan, dan pengobatan saat sakit. Menjaga badan adalah amanah dari Allah dan bentuk rasa syukur atas nikmat kesehatan. 

Hak-Hak Badan Yang Wajib Dipenuhi

Memenuhi kebutuhan nutrisi: Memberikan tubuh asupan makanan dan minuman yang halal dan bergizi.

Menjaga kesehatan fisik: Melakukan kebersihan, berolahraga ringan untuk menjaga ketangkasan, dan beristirahat yang cukup untuk menghindari kelelahan.

Berobat saat sakit: Mencari pengobatan medis dan alami yang sesuai ketika badan sakit atau terluka.

Menjaga dari hal yang membahayakan: Menghindari konsumsi zat-zat berbahaya seperti bangkai, darah, minuman keras, dan hal-hal lain yang merusak kesehatan tubuh dan jiwa.

Menjaga kebersihan dan kesucian: Mandi saat gerah, menjaga kebersihan diri, dan memelihara kesucian tubuh. 

Cara Menjaga Hak Badan

Makan makanan sehat: Memilih makanan yang halal, bergizi, dan tidak berlebihan.

Istirahat yang cukup: Memberi waktu tubuh untuk istirahat dan rileks, serta tidak membebani tubuh secara berlebihan.

Mencari pengobatan: Berobat ke dokter ketika sakit karena Allah telah menciptakan penyakit dan obatnya.

Menjaga kesehatan mental dan spiritual: Melakukan zikir, berdoa, dan merenung untuk menenangkan jiwa, karena kesehatan bukan hanya fisik, tapi juga mental dan spiritual. 

HAK AKAL

Dalam Islam, akal memiliki kedudukan yang sangat penting dan dihormati sebagai karunia terbesar dari Allah yang membedakan manusia dari makhluk lain

Akal bukanlah saingan wahyu, melainkan alat untuk memahami dan mengamalkan syariat Allah. Secara umum, hak akal dalam Islam dapat dibagi menjadi tiga kategori utama: 

1. Hak untuk digunakan dalam berpikir dan merenung

Islam secara tegas mendorong manusia untuk menggunakan akalnya dalam merenungkan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis dalam Al-Qur'an maupun yang terhampar di alam semesta. Akal memiliki hak untuk: 

Mengenali Allah: Akal adalah sarana utama untuk mencapai makrifat atau mengenal Allah. Ibadah seorang mukmin tidak dianggap sah jika tanpa pengenalan yang benar terhadap Tuhannya.

Memahami wahyu: Akal digunakan untuk memahami dan menafsirkan perintah serta larangan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, sehingga manusia dapat mengamalkannya dengan benar.

Mengetahui tujuan penciptaan: Akal berhak untuk memikirkan keteraturan dan ketelitian ciptaan Allah di langit dan di bumi. Ini akan mengantarkan manusia pada pemahaman bahwa semua ciptaan itu mengandung tujuan yang hak dan bukan kesia-siaan.

Mengambil manfaat dari alam: Akal berhak untuk menyelidiki dan memanfaatkan kekayaan alam yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan hidup manusia. 

2. Hak untuk dihormati dan dipelihara

Karena peranannya yang krusial, Islam mewajibkan setiap individu untuk menjaga akalnya agar tetap sehat dan berfungsi secara optimal. Ini termasuk hak untuk: 

Dilindungi dari kerusakan: Akal berhak untuk dilindungi dari hal-hal yang dapat merusak atau menghilangkan fungsinya, seperti mengonsumsi minuman beralkohol atau zat-zat memabukkan.

Ditingkatkan kualitasnya: Akal berhak untuk terus berkembang melalui aktivitas menuntut ilmu pengetahuan yang bermanfaat, karena ilmu dapat memperkuat dan memperluas daya pikir manusia.

Dibersihkan dari penyimpangan: Akal berhak dijauhkan dari pemikiran-pemikiran yang sesat dan menyesatkan, yang dapat membelokkannya dari kebenaran.

Digunakan secara moderat: Akal memiliki hak untuk tidak dipaksa melampaui batas kemampuannya, terutama dalam hal-hal gaib yang tidak dijangkau oleh panca indera. 

3. Hak untuk menjadi pertimbangan hukum

Dalam syariat Islam, akal memiliki hak untuk menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan hukum, terutama melalui proses ijtihad. 

Penentu kewajiban (taklif): Seseorang yang memiliki akal sehat dan dewasa akan dikenai taklif (beban hukum) dalam Islam. Sebaliknya, orang yang hilang akal, seperti penderita gangguan jiwa atau anak-anak, tidak dibebani kewajiban ibadah tertentu.

Sumber pengetahuan fundamental: Akal menjadi salah satu sumber pengetahuan dasar dalam akidah dan syariat Islam, terutama ketika berhadapan dengan masalah-masalah kontemporer.

Pendukung kebenaran wahyu: Akal yang sehat tidak akan menentang wahyu yang jelas, karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah. Jika tampak ada pertentangan, itu berarti ada kesalahan dalam pemahaman akal atau dalil yang digunakan. 

HAK HATI

Dalam Islam, hak hati adalah 

menjadi pusat keimanan dan kebaikan, sehingga ia memiliki hak untuk dijaga dan diluruskan dengan memenuhi kewajibannya, yaitu tempatnya iman, niat, dan ketakwaan. Hati harus dibuat baik dan sehat karena jika hati rusak, seluruh jasad juga akan rusak.

Hak-hak Dan Kewajiban Hati:

Pusat keimanan dan niat: Hati adalah pusat keimanan. Niat yang benar berasal dari hati dan menentukan sah atau tidaknya suatu amal perbuatan.

Sumber kebahagiaan dan kesengsaraan: Hati adalah sumber kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Sebaliknya, jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak.

Diberikan bimbingan dan perlindungan: Kita memiliki hak untuk selalu berdoa memohon bimbingan dan perlindungan kepada Allah SWT agar hati selalu berada di jalan yang benar dan tidak menyimpang dari keimanan.

Dilepaskan dari penyakit hati: Mengobati penyakit hati seperti sombong, iri hati, dan dendam adalah kewajiban.

Diberi kehati-hatian dan ketakwaan: Hati harus dibiasakan untuk berhati-hati (wara') dalam menghindari perkara syubhat dan haram, serta bersikap jujur dan ikhlas dalam segala hal. 

*

0 komentar:

Posting Komentar