PRINSIP ASWAJA
Salah satu prinsip yang dipegang teguh oleh kelompok Ahlussunah wal Jamah adalah Attawasuth yang berarti moderat atau berada di tengah-tengah, meski dengan posisi semacam ini ia menjadi rebutan bagi kelompok Wahhabi dan Syi'ah.
Demikian disampaikan KH. Musyfiq Amrullah, Ketua PCNU Kabupaten Subang dalam sambutannya pada kegiatan Daurah Ilmiah di Auditorium PCNU setempat, Rabu (4/2)
Dalam kegiatan itu, PCNU Subang mengundang ulama dari Beirut, Lebanon, Syekh Kholil Abdul Qadir Dabbagh Alhasani.
"Tadi di atas (lantai 2), beliau (Syekh Kholil Dabagh Alhasani), ditanya sama pengurus NU, bagaimana sikap kita dalam menghadapi Wahhabi dan Syiah? Beliau menjawab menghadapi mereka harus dengan ilmu," ungkap Pengasuh Pesantren Attawazun Kalijati, Subang itu
Karena kita, lanjut Musyfiq, secara finansial kalah dengan Wahhabi yang selalu diberi sokongan dana dari Timur Tengah khususnya Arab Saudi.
"Mereka bisa mencetak jutaan eksemplar buku dan disebar ke Indonesia, dengan uang yang banyak mereka juga bisa bangun masjid, pesantren lalu menyebarkan pahamnya di Indonesia. Nah kita harus memperkuat keilmuan Aswaja kita," tambahnya
Selain Wahhabi, Syaikh Kholil pun menyinggung soal Syi'ah. Menurutnya yang berperang di Syiria dan Irak sebenarnya adalah antara Wahhabi dan Syi'ah.
"ISIS di Irak dan Syiria, lawannya itu adalah sebenarnya Syiah, kita di mana? NU dan Ahlussunah wal Jamaah berada di tengah-tengah kedua kelompok itu dan kita selalu ditarik-tarik oleh Wahhabi dan Syiah," pungkasnya. (Aiz Luthfi/Mahbib)
Kuliah Nahdlatulogi di Ma' had Aly Situbondo dua bulan yang silam, jam'iyyah Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar perlawanan terhadap dua kutub ekstrem pemahaman agama dalam Islam. Yaitu: kubu ekstrem kanan yang diwakili kaum Wahhabi di Saudi Arabia dan ekstrem kiri yang sekuler dan diwakili oleh Kemal Attartuk di Turki, saat itu. Tidak mengherankan jika kelahiran Nahdlatul Ulama di tahun 1926 M sejatinya merupakan simbol perlawanan terhadap dua kutub ekstrem tersebut.
****
1. SEJARAH NU
Sejarah NU adalah sejarah perlawanan terhadap kaum Wahhabi. Seperti dituturkan KH Abd. Muchith Muzadi, sang Begawan NU dalam kuliah Nahdlatulogi di Ma' had Aly Situbondo dua bulan yang silam, jam'iyyah Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar perlawanan terhadap dua kutub ekstrem pemahaman agama dalam Islam. Yaitu: kubu ekstrem kanan yang diwakili kaum Wahhabi di Saudi Arabia dan ekstrem kiri yang sekuler dan diwakili oleh Kemal Attartuk di Turki, saat itu. Tidak mengherankan jika kelahiran Nahdlatul Ulama di tahun 1926 M sejatinya merupakan simbol perlawanan terhadap dua kutub ekstrem tersebut.
2. Kutub Ekstrim
Pembahasan kutub ekstrem yang pertama, yaitu Wahhabi. Pun bahwa saya akan membatasi pembahasan Wahhabi secara khusus pada sejarah kelamnya di masa lampau, belum pada doktrin-doktrin, tokoh-tokohnya atau juga yang lainnya.
Saya berharap bahwa fakta sejarah ini akan dapat kita gunakan untuk memprediksi kehidupan sosial keagamaan kita di masa-masa yang akan datang. Karena bagaimanapun juga, apa yang dilakukan oleh kaum Wahhabi saat itu merupakan goresan noda hitam. Goresan noda hitam inilah yang kini mengubah wajah Islam yang sejatinya pro damai menjadi sangat keras dan mengubah Islam yang semula ramah menjadi penuh amarah.
3. Muhammad ibn Abdul Wahhab
Sebagaimana dimaklumi, kaum Wahhabi adalah sebuah sekte Islam yang kaku dan keras serta menjadi yb. Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah pengikut Ahmad Ibn Hanbal. Ibnu Abd Wahab sendiri lahir pada tahun 1703 M/1115 H di Uyainah, masuk daerah Najd yang menjadi belahan Timur kerajaan Saudi Arabia sekarang.
Dalam perjalanan sejarahnya, Abdul Wahab, sang ayah harus diberhentikan dari jabatan hakim dan dikeluarkan dari Uyainah pada tahun 1726 M/1139 H karena ulah sang anak yang aneh dan membahayakan tersebut. Kakak kandungnya, Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran adik kandungnya tersebut (as-sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-wahhabiyah). (Abdurrahman Wahid: Ilusi Negara Islam, 2009, hlm. 62).
4. Wahhabi Merasa Paling Benar
Pemikiran Wahhabi yang keras dan kaku ini dipicu oleh pemahaman keagamaan yang mengacu bunyi harfiah teks al-Qur'an maupun al-Hadits. Ini yang menjadikan Wahhabi menjadi sangat anti-tradisi, menolak tahlil, maulid Nabi Saw, barzanji, manaqib, dan sebagainya.
Pemahaman yang literer ala Wahhabi pada akhirnya mengeklusi dan memandang orang-orang di luar Wahhabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam. Dus, orang Wahhabi merasa dirinya sebagai orang yang paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin dan juga paling selamat. Mereka lupa bahwa keselamatan yang sejati tidak ditunjukkan dengan klaim-klaim Wahhabi tersebut, melainkan dengan cara beragama yang ikhlas, tulus dan tunduk sepenuhnya pada Allah Swt.
5. Keras Terhadap Yang Tak Sepaham Dengan Wahhabi
Namun, ironisnya pemahaman keagamaan Wahhabi ini ditopang oleh kekuasaan Ibnu Saud yang saat itu menjadi penguasa Najd. Ibnu Saud sendiri adalah seorang politikus yang cerdas yang hanya memanfaatkan dukungan Wahhabi, demi untuk meraih kepentingan politiknya belaka.
Ibnu Saud misalnya meminta kompensasi jaminan Ibnu Abdul Wahhab agar tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan dari penduduk Dir'iyyah. Koalisipun dibangun secara permanen untuk meneguhkan keduanya. Jika sebelum bergabung dengan kekuasaan, Ibnu Abdul Wahhab telah melakukan kekerasan dengan membid'ahkan dan mengkafirkan orang di luar mereka, maka ketika kekuasaan Ibnu Saud menopangnya, Ibnu Abdul Wahab sontak melakukan kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
6. Tuduhan Wahhabi
Pada tahun 1746 M/1159 H, koalisi Ibnu Abdul Wahab dan Ibnu Saud memproklamirkan jihad melawan siapapun yang berbeda pemahaman tauhid dengan mereka. Mereka tak segan-segan menyerang yang tidak sepaham dengan tuduhan syirik, murtad dan kafir. Setiap muslim yang tidak sepaham dengan mereka dianggap murtad, yang oleh karenanya, boleh dan bahkan wajib diperangi.
Sementara, predikat muslim menurut Wahhabi, hanya merujuk secara eklusif pada pengikut Wahhabi, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd. Tahun 1802 M /1217 H, Wahhabi menyerang Karbala dan membunuh mayoritas penduduknya yang mereka temui baik di pasar maupun di rumah, termasuk anak-anak dan wanita.
7. Pembantaian Oleh Wahhabi
Tak lama kemudian, yaitu tahun 1805 M/1220 H, Wahhabi merebut kota Madinah. Satu tahun berikutnya, Wahhabi pun menguasai kota Mekah. Di dua kota ini, Wahhabi mendudukinya selama enam tahun setengah. Para ulama dipaksa sumpah setia dalam todongan senjata. Pembantaian demi pembantaian pun dimulai. Wahhabi pun melakukan penghancuran besar-besaran terhadap bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain al-Qur'an dan al-Hadits, pembacaan puisi Barzanji, pembacaan beberapa mau'idzah hasanah sebelum khutbah Jumat, larangan memiliki rokok dan menghisapnya bahkan sempat mengharamkan kopi.
8. Tercatat Dalam Sejarah Yang Kelam
Wahhabi selalu menggunakan jalan kekerasan baik secara doktrinal, kultural maupun sosial. Misalnya, dalam penaklukan jazirah Arab hingga tahun 1920-an, lebih dari 400 ribu umat Islam telah dibunuh dan dieksekusi secara publik, termasuk anak-anak dan wanita. (Hamid Algar: Wahhabism, A Critical Essay, hlm. 42). Ketika berkuasa di Hijaz, Wahhabi menyembelih Syaikh Abdullah Zawawi, guru para ulama Madzhab Syafii, meskipun umur beliau sudah sembilan puluh tahun. (M. Idrus Romli: Buku Pintar Berdebat dengan Wahhabi, 2010, hlm. 27).
Di samping itu, kekayaan dan para wanita di daerah yang ditaklukkan Wahhabi, acapkali juga dibawa mereka sebagai harta rampasan perang. Di sini, setidaknya kita melihat dua hal tipologi Wahhabi yang senantiasa memaksakan kehendak pemikirannya.
✓ Pertama, ketika belum memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahhabi melakukan kekerasan secara doktrinal, intelektual dan psikologis dengan menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka sebagai murtad, musyrik dan kafir.
✓ Kedua, setelah mereka memiliki kekuatan fisik dan militer, tuduhan-tuduhan tersebut dilanjutkan dengan kekerasan fisik dengan cara amputasi, pemukulan dan bahkan pembunuhan.
Ironisnya, Wahhabi ini menyebut yang apa yang dilakukannya sebagai dakwah dan amar maruf nahi mungkar yang menjadi intisari ajaran Islam.
9. Membanjirnya Buku-Buku Wahhabi
Beredarnya buku buku wahhabi di Toko Buku Gramedia, Toga Mas, dan sebagainya akhir-akhir ini, hemat saya, adalah merupakan teror dan jalan kekerasan yang ditempuh kaum Wahhabi secara doktrinal, intelektual dan sekaligus psikologis terhadap umat Islam di Indonesia. Wahhabi Indonesia yang merasa masih lemah saat ini menilai bahwa cara efektif yang bisa dilakukan adalah dengan membid'ahkan, memurtadkan, memusyrikkan dan mengkafirkan orang yang berada di luar mereka. Jumlah mereka yang minoritas hanya memungkinkan mereka untuk melakukan jalan tersebut di tengah-tengah kran demokrasi yang dibuka lebar-lebar untuk mereka.
10. Bahaya Jika Wahhabi Berkuasa Dipemeritahanan
Saya yakin seyakin-yakinnya jika suatu saat nanti kaum Wahhabi di negeri ini memiliki kekuasaan yang berlebih dan kekuatan militer di negeri ini, mereka akan menggunakan cara-cara kekerasan dengan pembantaian dan pembunuhan terhadap sesama muslim yang tidak satu paham dengan mereka.
Jika wong NU, jam'iyyah Nahdlatul Ulama, dan ormas lain yang satu barisan dengan keislaman yang moderat dan rahmatan lil alamien tidak mampu membentenginya, saya membayangkan Indonesia yang kelak menjadi Arab Saudi jilid kedua. Saya tidak dapat membayangkan betapa mirisnya jika para kiai dan ulama kita kelak akan menjadi korban pembantaian kaum Wahhabi, terutama ketika mereka sedang berkuasa di negeri ini. Naudzubillah wa naudzubilah min dzalik.
Wallahualam. **
* Wakil Sekretaris PCNU Jember, Wakil Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdaltul Ulama Jember, PW Lajnah Talif wa an-Nasyr NU Jawa Timur dan kini menjabat sebagai Deputi Direktur Salsabila Group.
0 komentar:
Posting Komentar