Jumat, 26 Agustus 2022

BAHAYA GHIBAH & SAAT PEMBOLEHANNYA

BAHAYA GHIBAH & SAAT PEMBOLEHANNYA

Ghibah dan adu domba (namimah) adalah salah satu dosa besar yang Allah SWT dan Rasulullah SAW larang. 

Syekh Ali Jumah, mantan Mufti Agung Mesir dan anggota senior Dewan Ulama Mesir, mengatakan dilarang duduk bersama orang-orang yang melakukan dosa-dosa tersebut, sebagaimana dilarang bagi seseorang untuk mendengarkan pantangan dan melihat hal-hal yang buruk.  

Syekh Jumah mengutip pernyataan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan sebagai berikut:  

الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الدَّيْنِ، الدَّيْنُ يُقْضَى، وَالْغِيبَةُ لَا تُقْضَى 

"Ghibah lebih parah daripada utang. Utang bisa saja ditunaikan, tetapi ghibah tidak bisa ditunaikan (maafnya).” 

Oleh karenanya, Komite Kajian Islam Mesir, menyarankan jika seseorang duduk di majelis dan ada banyak omong kosong, membuang-buang waktu, atau berbicara berdosa atau tidak berguna, atau bahkan berbicara fitnah dan gosip, lebih baik dia memperbanyak dzikir dan doa kafaratul majelis.   

مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ، فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang duduk di dalam suatu majlis, lalu banyak senda guraunya yang tidak bermanfaat dalam majlis tadi, lalu dia mengucapkan sebelum berdiri meninggalkan majelis itu: 

(subhanakallahum wa bihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik / Mahasuci Engkau, ya Allah dan saya mengucapkan puji-pujian padaMu. Saya menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Engkau, saya mohon ampun serta bertaubat pada-Mu), melainkan orang tersebut pasti diampunkan untuknya apa-apa yakni dosa yang diperolehnya dari majlis yang sedemikian tadi. 

Komite menjelaskan ghibah dan adu domba termasuk sifat-sifat tercela dan perbedaan di antara mereka, bahwa ghibah adalah menyebut seseorang dalam ketidakhadirannya dengan apa yang dia benci.

Sedangkan adu domba adalah melihat orang yang dibicarakan sedang berjalan di antara orang-orang demi menjatuhkan mereka. Allah pun melarang ghibah dan gosip melalui firman Nya, dalam Al Hujurat ayat 11-12

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). 

Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. 

Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahapenerima Taubat, Mahapenyayang."

Sumber: askthescholar


BUKA AIB YANG DIPERBOLEHKAN

 Alasan Dibolehkan Membuka Aib Orang Lain dan Bahaya Ghibah

Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan. Membuka aib orang lain atau ghibah. Allah ﷻ melarang untuk membuka aib seseorang. Ini adalah aturan umum yang harus diikuti karena Islam ingin membantu melindungi orang dan juga menjaga masyarakat bebas dari aktivitas memata-matai dan mencari kesalahan.

Hal ini sebagaimana penggalan hadits Rasulullah ﷺ sebagai berikut ini: 

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ 

"Barangsiapa menutupi aib orang lain, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” 

Melansir laman askthescholar, ulama asal Kanada Ahmad Kutty mengatakan aturan hadits di atas tidak berlaku untuk alasan berikut yaitu: 

  • Pertama, ketika mengungkapkan kesalahan itu penting untuk melindungi orang dari kemungkinan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh seseorang atau beberapa orang. Misalnya, jika seseorang tidak dapat dipercaya dalam urusan keuangan, atau diketahui melanggar kepercayaan, kita perlu membocorkan karakter buruk ini kepada mereka yang berpikir untuk menjalin kemitraan bisnis atau kontrak dengannya. 
  • Kedua, demikian juga, jika kita ditanya tentang seseorang yang kita kenal untuk menentukan kelayakannya untuk menjadi pasangan pernikahan, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui tentang mereka. Walaupun kita tidak perlu masuk ke rincian spesifik.  
  • Ketiga, jika kita dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu masalah di mana kita memiliki fakta-fakta dimana juri atau hakim dapat memberikan putusan yang adil. 
  • Keempat, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui untuk melindungi diri kita sendiri jika kita memiliki kekhawatiran yang tulus tentang keselamatan kita sendiri. Ini juga berlaku untuk pasangan pernikahan, di mana misalnya seorang istri disakiti secara serius oleh suaminya. Dalam hal ini, dia dapat mengadukan suaminya kepada mereka yang memiliki otoritas untuk melindunginya atau membimbingnya dalam hal seperti itu.  
  • Kelima, jika kita mengetahui seseorang menyebarkan kepercayaan atau praktik sesat, kita harus memperingatkan orang-orang yang mudah tertipu agar mereka diselamatkan. 
  • Keenam, kita perlu menunjukkan kelemahan karakter individu yang mencalonkan diri sebagai calon pejabat publik atau posisi otoritas, terutama jika kita memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa mereka akan merugikan kepentingan masyarakat atau bangsa.
  • Ketujuh, untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan , “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?”

Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya, “Bagaimana hukumnya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperbolehkan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.

Allah SWT dalam Alquran telah melarang keras umat Islam membuka kejelekan orang lain. Selain dosa besar, ghibah juga dapat merugikan orang lain karena dengan ghibah yang kita lakukan, kepercayaan terhadap orang tersebut akan berkurang.

Meski Allah melarang dan melaknat orang yang suka bergibah, ulama memperbolehkan ghibah dalam keadaan tertentu. Islam telah memberikan kesempatan orang boleh berghibah atau menceritakan perbuatan buruk orang lain.

  • Pertama, saat orang itu berada di hadapan majelis hakim saat bersidang di pengadilan, baik pengadilan umum atau pengadilan khusus. “Maka, saksi boleh membuka aib terdakwa,”
  • Kedua, ulama yang melakukan kesesatan danperbuatannya dikhawatirkan akan menjerumuskan umat. “Itu boleh dibukakan aibnya,”
  • Ketiga, seorang istri yang menuntut hak atas suaminya yang tidak ditunaikan. “Istri berhak membuka aib suaminya itu untuk mendapatkan haknya,” katanya. Pada zaman Rasulullah SAW ada seorang istri yang mengadu kepada Rasulullah jika suaminya tidak pernah memberikan uang belanja yang cukup. “Dia mengadu sama Nabi Muhammad, terus nabi Muhammad bilang ambil sebagian harta dari suamimu untuk mencukupi belanjamu, tetapi masih dalam batasan wajar,”
  • Keempat, orang boleh berghibah untuk menolong orang yang nyawanya terancam. Orang yang akan dibunuh itu harus diberi tahu jika nyawanya terancam oleh seseorang. “Maka boleh dibuka jika si Anu mau membunuhmu,” katanya. Selain empat keadaan tersebut, seseorang juga bisa membuka keburukan dalam hal kepemimpinan. Mengungkapkan, kita boleh berghibah terhadap seorang pemimpin jika aibnya dapat membahayakan agama dan negara. “Kalau aibnya itu membahayakan agama atau membahayakan rakyatnya, boleh dibuka,”.

Dia menyampaikan untuk menasihati seorang pemimpin yang telah melakukan kesalahan, caranya tidak memberi tahu di muka umum. “Harus dinasihati empat mata,” katanya. Akan tetapi, kalau pemimpinnya itu telah melakukan dosa terang-terangan, boleh ditegur secara terang-terangan pula.

Secara umum, dia mengungkapkan, boleh seorang melakukan ghibah demi kemaslahatan, terutama menyelamatkan nyawa seseorang. Namun, pada dasarnya perbuatan membuka aib orang lain itu konsekuansinya besar. Jika dilakukan sembarangan, akibatnya akan buruk. Allah akan melaknatnya di dunia dan akhir dan amal salehnya hilang,” ujarnya.

Guru Tetap Majelis Taklim Masjid Kosgoro, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, Habib Umar Bin Ahmad Al Hamid, menyebut boleh menceritakan keburukan orang kepada pihak yang dapat dipercaya menyelesaikan persoalan. Dalam hal ini hakim dan orang orang yang dipercayai keilmuannya. Kasus hukum seperti ini jika tidak diceritakan keburukan orang lain apa adanya, masalah tidak akan pernah selesai.

Selain itu, ada batasan-batasan tertentu saat seorang pemimpin aibnya tidak boleh dibuka di hadapan publik. “Dari hadis Nabi beliau mengatakan, ‘Jangan kamu mencaci penguasa".

Dari hadis lain, disampaikan Habib Umar, daripada membicarakan keburukan seorang pemimpin lebih baik mendoakannya. “Kalau bisa doakan supaya mereka baik. Karena  baiknya dia (pemimpin) kamu bakal baik juga,”

Habib Umar berpesan kita dianjurkan untuk mendoakan karena dengan membicarakan kejelekan mereka, tidak menyelesaikan masalah. Kita berharap doa untuk pemimpin yang melenceng akan dikabulkan oleh Allah. “Pemimpin itu butuh doa bukan kecaman.”

Sebagai individu jika ditanya, kita pun pasti tidak mau aibnya dibuka orang lain. Karena hakikatnya, membuka aib orang lain sama saja dengan memakan daging saudara sendiri. “Janganlah kamu satu sama lain mengghibah apakah kamu senang memakan daging saudaramu yang masih hidup.”

Karena itu, Nabi Muhammad SAW meminta kepada umatnya berdoa untuk kedua orang tua, saudara, dan para pemimpin. Karena, kata Habib Umar, disampaikan Imam Syafi’i doa itu bagaikan panah pada malam hari yang tepat sasaran.

“Jadi, yang kita lihat dalam sejarah penguasa-penguasa masa lalu itu mereka dibenahi oleh Allah dengan doa-doa orang-orang saleh,”.

Habib Umar mengatakan sebuah ketetapan Allah seorang menjadi pemimpin Indonesia saat ini. Maka, tugas umat selanjutnya, yakni memohon kepada Allah agar pemimpin kita diberikan petunjuk.

“Yang jelas saat dia sudah menduduki kekuasaan, kita minta kepada Allah biar dia baik karena dengan baiknya dia, kita mendapatkan dampaknya,” ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar