Meniadakan Istilah ilmu Putih dan ilmu Hitam adalah menekankan nuansa atheisme (tak beriman kepada Allah, Malaikat Allah, Kitab Allah, Rosul Allah, Hari Qiyamah dan Qodho' dan Qodar termasuk Tak mengimani tentang adanya keberadaan Perilaku Sihir dan Peramal Nasib), padahal telah banyak penjelasan para Ulama' tentang Al Qur-aan dan Al Chadits yang menyatakan keberadaan Ilmu Putih (Mu'jizat, Karomah dan Ma'uunah) dan Ilmu Hitam (sihir/Santet & Tamalan nasib).
Sedangkan Ilmu merah ... Apa definisi ilmu merah itu ? Bisa anda jelaskan ? Sebab Allah dan Rosulullah tak pernah menjelaskannya dalam Al Qur-aan maupun Al Chadits-Nya !
**** COBA SIMAK URAIAN INI ****
SAAT NABI MUHAMMAD DISERANG TUKANG SIHIR, LABID BIN AL-ASHAM.
“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dan istrinya,” (Surat Al-Baqarah ayat 102).
Firman Allah di atas menjadi salah satu dalil bahwa SIHIR (Santet - Tenung - Parang Maya - Teluh dan istilah lainnya yang berarti ada kesamaan yaitu menggunakan unsur syethan dalam pelaksanaannya) itu benar-benar ada dan nyata, sama seperti perkara ghaib lainnya.
Sebagaimana diketahui, sihir adalah upaya yang dilakukan manusia dengan meminta pertolongan kepada syethan untuk mencelakai orang lain. Ayat di atas mencontohkan bahwa sihir bisa membuat sepasang suami-istri bercerai. Praktik sihir sudah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Kebencian dan sakit hati biasanya menjadi alasan mengapa seseorang mengirim sihir.
Metode yang dipakai tukang sihir untuk mencelakai korbannya begitu bervariasi; ada yang menggunakan rambut calon korban, baju, gambar, dan lainnya. Sihir bisa menyasar siapa saja, termasuk Nabi Muhammad. Seperti diriwayatkan Asy-Syaikhan dalam Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad pernah disihir oleh Labid Al-Asham.
Dikisahkan, suatu ketika Nabi Muhammad pernah membayangkan telah melakukan sesuatu (berhalusinasi mendatangi istrinya satu per satu), namun ternyata beliau tidak melakukannya. Kepada Sayyidah Aisyah, Nabi Muhammad mengatakan bahwa Allah telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang pernah beliau ajukan. Jawaban tersebut disampaikan oleh dua malaikat.
“Aku kedatangan dua laki-laki, salah seorang duduk di sisi kepalaku, seorang lainnya duduk di sisi kakiku,” kata Nabi Muhammad kepada Aisyah. Salah seorang malaikat yang berwujud laki-laki tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tengah terkena sihir. Labid bin Al-Asham adalah pelakunya. Kata malaikat tersebut, Labid menyihir dengan menggunakan sisir dan rambut Nabi Muhammad serta kulit mayang kurma jantan. Sihir Labid ditempatkan di bawah batu di dalam sumur Dzarwan.
Maka keesokan harinya, Nabi Muhammad memerintahkan Ammar bin Yasir dan beberapa sahabatnya untuk mendatangi sumur Dzarwan. Mereka mendapati bahwa air dalam sumur Dzarwan berwarna merah kecokelatan seperti air perasaan daun pacar sementara kepala mayangnya seperti kepala syethan.
Satu riwayat menyebutkan bahwa gulungan sihir tersebut dibiarkan di dalam sumur. Nabi Muhammad tidak meminta untuk mengangkatnya karena Allah telah menyembuhkannya. Beliau juga tidak suka menyebar keburukan kepada orang banyak. Nabi kemudian meminta agar sumur Dzarwan ditutup.
Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa gulungan sihir tersebut diangkat dari dalam sumur. Setelah dibakar, buhul tersebut memperlihatkan tali dengan 11 simpul yang susah untuk dibuka.
Pada saat itu, turun wahyu Surat Al-Falaq dan An-Naas (mu'aawwidzatayn) kepada Nabi Muhammad. Setiap Nabi Muhammad membaca dua surat itu, maka terbukalah satu simpul tali itu dan demikian seterusnya hingga sebelas kali. Sejak saat itu, sebelum tidur, Nabi Muhammad selalu membaca muawidzatain (Al-Falaq dan An-Naas)–ada yang menyebut Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas–sebelum beliau tidur. Tidak lain, ini adalah untuk melindungi dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti sihir.
Kalau seandainya beliau sakit parah, maka Sayyidah Aisyah yang membacakan surat-surat tersebut dan mengusapkan tangannya pada tubuh Nabi Muhammad.
Said Ramadhan Al-Buthy dalam The Great Episodes of Muhammad SAW (2017) mengatakan bahwa sihir yang menimpa Nabi Muhammad hanya berpengaruh pada jasad bagian luarnya saja. Artinya, sihir tersebut tidak sampai ‘menyerang’ hati, akal, dan keimanannya. Nabi memang maksum, namun kemaksumannya bukan berarti beliau terbebas dari berbagai macam penyakit dan berbagai faktor manusiawi lainnya.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad menderita ketika terkena sihir tersebut, layaknya manusia lain kalau terkena. Ketika seseorang mengalami sakit keras, maka wajar kalau dia diliputi khayalan atau bayangan akibat dari sakit yang dideritanya itu. Begitu pun dengan Nabi, beliau membayangkan telah melakukan sesuatu tapi nyatanya tidak.
Al-Buthy menegaskan bahwa Nabi Muhammad terkena sihir tersebut bukan aib atau kekurangan pada dirinya. Sekali lagi, Nabi Muhammad ma'shum (terjaga dari kesalahan dan kekurangan dalam menyampaikan syariat Allah). Namun kemaksumannya itu ‘tidak berlaku’ dalam hal-hal keduniawian seperti sakit, lapar, haus, dan lainnya. “Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah,” (Surat Al-Baqarah ayat 102).
(Muchlishon Rochmat)
BACA SURAH AL FALAQ & AN NAAS AGAR TERHINDAR DARI KEJAHATAN SYETHAN JINN DAN MANUSIA
الۤمّۤ ۚ - ١
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ - ٢
Artinya: "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,"
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ - ٣
Artinya: "(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,"
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ - ٤
Artinya: "dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat."
اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ - ٥
Artinya: "Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
DENGARKAN NASEHAT INI HAI PESULAP
Rasulullah mengingatkan kita menjaga lisan.
Dari Abu Barzah Al-Aslami, dia berkata, Rasululullah SAW bersabda: "Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tapi keimanannya belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang Muslim dan jangan pula mencari-cari kesalahannya. Sebab siapa saja yang mencari-cari kesalahan orang lain, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya. Maka siapa saja yang telah Allah cari-cari kesalahannya, Allah tetap akan menampakan kesalahannya meskipun ia ada di dalam rumahnya." (HR Abu Dawud).
Hadits Rasulullah ini memberikan peringatan kepada kita untuk menjaga lisan. Tidak membicarakan kekurangan orang lain dan mencari-cari kesalahannya. Islam adalah agama rahmat yang mengajarkan umatnya untuk tidak mengumpat dan membuka aib sesama. Orang yang beriman harus menjaga tutur kata dalam ucapan maupun sesuatu yang disampaikan dalam tulisan.
Menggunjing termasuk dosa besar yang dilarang dalam Islam. Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima tobat, Maha Penyayang" (QS al- Hujurat:12).
Kita harus sadar, manusia bukan malaikat yang terbebas dari dosa dan bukan iblis yang sepenuhnya durhaka. Manusia bisa benar, juga bisa salah. Tidak ada manusia yang sempurna dalam segalanya, selalu ada kekurangan yang menyertai nya. Nabi bersabda: "Setiap anak adam pernah berbuat salah dan sebaik-baiknya yang berbuat salah adalah yang bertobat dari kesalahannya" (HR Tirmidzi).
Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk manusia berbangga karena melakukan kebaikan lalu merendahkan orang yang pernah melakukan kesalahan. Karena pada dasarnya, setiap orang memiliki cela yang masih Allah tutupi.
Imam Ahmad bin Hambal ketika dipuji oleh seseorang dia berkata, "Demi Allah, seandainya engkau mengetahui apa yang ada padaku berupa dosa dan kesalahan, niscaya engkau taburkan tanah di atas kepalaku".
Dari pernyataan tersebut, kita bisa memahami bahwa setiap manusia memiliki aib yang masih dijaga oleh Allah yang Maha Penyayang. Dan kalau dibuka, keburukan akan tampak.
Sebagai seorang Muslim, kita harus belajar menjaga kekurangan orang lain. Renungi aib sendiri tanpa harus memikirkan kelemahan saudara Muslim lainnya. Alangkah baiknya jika kita menutup rapat aib sesama dan menjaga kehormatannya, karena orang yang menutupi aib saudaranya, Allah akan menjaga aibnya.
Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat" (HR Ibnu Majah).
"Cintailah kekasihmu sekadarnya saja, siapa tahu ia akan menjadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekadarnya saja, siapa tahu nanti ia akan menjadi kekasihmu". – Ali bin Abi Thalib.
*
0 komentar:
Posting Komentar