ADAB DAN FIQH
Ada perbedaan sudut pandang antara Adab Akhlaq dan Fiqh pada beberapa sisi atau sudut pandang yakni antara keutamaan dan sopan santun (tahu diri).
• Melihat kekurangan diri sehingga tak melayakkan diri pada keutamaan.
• Memenuhi undangan itu baik dan kewajiban, akan tapi pada saat yang sama melihat jika ia hadir akan menjadikan pemberatan bagi yang mengundangnya pada sisi-sisi tertentu seperti akan merepotkan pengundang pada banyak hal, maka ia urungkan mendatangi undangan.
Orang orang yang mengutamakan fiqih akan nampak dengan pelbagai macam aturan yang mengikatnya. Sedangkan Adab Akhlaq akan lebih mengedepankan sikap sopan santun atau ta'zhim.
Semisal diangkat satu perkara seumpama "sholat" saja. Jika ada sebuah pertanyaan "Si Fulan tak sempurna sholatnya, apakah ia perlu sholat atau tak usah sholat saja, karena percuma sholat jika tak sah?"
Menjawab secara fiqih memang akan selalu mutlak yakni apasaj yang disyaratkan sebagai membantalkan ya batal.
Akan tetapi jika ditimbang dari segi "adab kepada Allah" yakni Bahwa itu urusan Allah dimana Allah sebagai Tuhan Yang Menilai hamba-NYA. Maka diterima atau tidak adalah Kewenangan Allah sendiri. Ikut campur pada Hak Kewenangan Allah dinilai sebagai suatu yang tak beradab.
Bagaimana jika ditinjau dari sisi yang lain yakni SISI NIATNYA YANG BAIK yakni "Mau melaksanakan perintah Allah yakni Melaksanakan Perintah Sholat", maka pertimbangan antara masih perlu dan tak perlu sholat, akan lebih baik sholat daripada meninggalkannya.
Segala sesuatu pada sisi-sisi tertentu tetap ada kebaikannya dan sisi keburukannya. Bukan dari sebab perbuatan baiknya , akan tetapi masih ada keburukan dalam hatinya yang belum dibersihkan. Oleh sebab itu tak semua hal yang ada itu benar-benar sempurna.
Kadang pelaku kebaikan masih mengiringi kebaikan dengan keburukan saat ia berbuat kebaikan. Masih sempat memaki, menganggap orang lain buruk, sombong, 'ujub, riya' dan iri dengki, marah dan lain sebagainya.
Rajin beribadah malam lalu memaki orang tidur dan berani menilai atau mengatakan jika orang lain yang sedang tidur sebagai pemalas dan tak pandai bersyukur misalnya.
atau seperti
Misalnya baru sempat menjadi dermawan selama seminggu, lalu sudah berani mengatakan orang lainnya dengan penilaian buruk seperti orang yang tak perduli dengan orang miskin dan menilainya sebagai orang yang pelit.
atau seperti
Memberikan kebaikan dalam bentuk pemberian kepada orang lain akan tetapi sambil mempermalukannya dihadapan manusia, masih suka mengundang pemberiannya, atau memberi sambil mengata-ngatai dengan perkataan yang buruk kepada si penerima pemberian.
atau seperti
Meluruskan atau menasehati seseorang tentang sesuatu yang bengkok atau salah dalam urusan agama. Namun dilakukan disaat dihadapan banyak orang lain berada disana, sehingga hal itu dapat menjatuhkan harkat martabatnya dihadapan orang banyak.
Itulah diantara perbedaan fiqh dan adab akhlaq. Yang memiliki tinjuan yang berbeda. Dan akan sangat sempurna bilamana setiap sesuatu urusan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan sebijak-bijaknya. Agar yang baik tetaplah menjadi baik, dan yang buruk dapat diselesaikan dengan cara yang membaikkan.
*Berbuat kebaikan* itu tidaklah mudah, karena masih harus berupaya mempertahankan keutuhan kebaikannya. *Memperbaiki* itu juga tak mudah, karena harus menimbang aspek buruk yang harus tetap dihindarkannya. Agar tak terjadi keaniayaan kepada orang lainnya. Menjadi sempurna kebaikan dan memperbaiki bilamana sudah seimbang antara kefahaman *Nilai Kehambaan Dirinya* dihadapan Allah dan *Kedudukan Persaudaraannya* dihadapan manusia lainnya. Dengan *Mengenal Allah dengan Segala Asma' dan Shifat Kesempurnaan-NYA serta Mengasihi manusia sebagaimana mengasihi dirinya sendiri.* Dengan Modal Kebersihan Hati Dan Kecerdasan Yang Bijak, barulah layak sebagai Ahlu Al Jannah.
*ADAB AKHLAQ HAMBA ALLAH*
Selain itu juga *"Adab Mulia Kepada Allah"* adalah Mengedapankan Allah dalam segala sesuatu yakni *Menyegerakan* urusan Perintah Allah dan *Mengemudiankan* segala urusan selain Allah. Demikian itu sebagai wujud *Rasa Syukur* kepada Allah, Dzat Yang Kasih - Maha Penyayang - Maha Memberi - Maha Meluaskan dan Maha Membalasi Kebaikan. Dan juga *"Bersungguh-sungguh Ta'zhim saat Menghadapkan Diri Kepada Allah"* sebagai Rasa Takut sebab Allah adalah Dzat Yang Maha Mulia Maha Agung - Maha Sempurna dan Maha Perkasa. Dimana kita sebagai hamba pastilah tak luput dari kesalahan dan dosa, dengan merendah diri dihadapan-NYA seraya berharap Ampunan - Kemaafaan dan Ridho Dari-NYA.
0 komentar:
Posting Komentar