Jumat, 17 Oktober 2025

QORIN – ARWAAH – ASROOR

 

 QORIN – ARWAAH – ASROOR

QORIN

Qorin merupakan istilah yang digunakan untuk menunjuk kepada malaikat dan jin (dari golongan Syethan) yang mendampingi setiap manusia. Istilah ini disebutkan dalam Al-Qur’an dan disebutkan bahwa jin qorin tersebut mengikuti manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.

Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, di mana beliau bersabda:

"مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ"
“Setiap orang di antara kalian telah diutus untuknya seorang Qarin (pendamping) dari golongan jin.”
Para sahabat bertanya, “Termasuk Anda, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Termasuk saya, hanya saja Allah membantuku untuk menundukkannya, sehingga dia masuk Islam. Maka dia tidak memerintahkan kepadaku kecuali yang baik.”
(HR. Muslim 7286, Ibnu Hibban 6417, dan lainnya)

Hadis ini menjadi dalil bahwa jin kafir dapat masuk Islam, sebagaimana yang terjadi pada jin yang mendampingi Nabi SAW.

Jin Qorin dan Malaikat Qorin yang Mendampingi Manusia

Jin qorin bertugas membisikkan kejahatan, melalaikan ibadah, menghalangi kebaikan, dan menanamkan was-was. Untuk mengimbangi ini, Allah mengutus malaikat qorin yang membisikkan kebenaran dan mengajak kepada kebaikan.

Dalam beberapa hadis, disebutkan bahwa jin qorin yang mendampingi Nabi Muhammad SAW telah masuk Islam, sehingga beliau selalu terjaga dari kesalahan.

“Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syaitan sebagai teman setia.”
(QS. Az-Zukhruf: 36)

Bila Allah memberikan karunia kepada hamba-Nya berupa hati yang baik, jujur, dan tunduk kepada-Nya, maka jin qorin tidak akan mampu menyesatkannya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim, Nabi SAW bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud:

“Setiap kamu memiliki qorin dari bangsa jin dan dari bangsa malaikat.”

Dialog Iblis dan Allah tentang Qorin

Dalam kisah dari Jabir bin Abdillah, ketika Iblis diberi kesempatan untuk berbicara, ia berkata:

“Ya Tuhanku, jika Engkau tidak menjaga manusia, aku akan mudah menyesatkannya.”

Allah berfirman:

“Tidak akan dilahirkan satu anak dari manusia kecuali dilahirkan pula satu dari golonganmu.”

Iblis meminta tambahan kekuatan, maka Allah izinkan ia untuk:

“Berjalan dalam tubuh manusia sebagaimana darah mengalir, dan menjadikan hati mereka sebagai rumahmu.”

Hal ini dikuatkan dengan QS. Qaaf: 27, yang menyebut qarin sebagai sosok yang akan menyertai manusia di akhirat.

Hadis tentang Qorin dan Gangguan Jin

Aisyah ra. meriwayatkan:

“Rasulullah SAW keluar malam, aku cemburu. Ketika ia kembali dan melihat sikapku, beliau bertanya: ‘Apakah kamu telah didatangi syethan?’ Aku bertanya, ‘Apakah syethan bersamaku?’ Nabi menjawab, ‘Ya, bahkan setiap manusia memilikinya.’ Aku bertanya lagi, ‘Termasuk engkau?’ Nabi menjawab, ‘Benar, tetapi Allah menolongku hingga aku selamat dari godaannya.’”
(HR. Ahmad)

Dari sini kita tahu, bahwa qorin juga mendampingi Nabi, namun telah ditundukkan oleh Allah.

Tundukkan Qorinmu Sendiri

Jin adalah makhluk ghaib dan tidak bisa dilihat manusia biasa, sebagaimana firman Allah:

"Sesungguhnya dia dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dari tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka."
(QS. Al-A’raf: 27)

Dilarang keras dalam Al-Qur’an untuk meminta bantuan jin:

"Dan sesungguhnya ada beberapa laki-laki dari manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa jin, maka jin-jin itu menambah dosa dan kesalahan kepada mereka."
(QS. Al-Jin: 6)

ARWAH DAN ASROR

Dalam istilah modern, qorin bisa disebut sebagai black box-nya manusia—yang merekam seluruh perbuatan kita. Seperti kaset yang memutar lagu, hanya lagu-lagu tertentu yang sering terulang dan menjadi rekaman dalam qorin.

Sebagian Ahli Kasyaf seperti Mbah Sholeh Bagusan Comal mampu membedakan mana qorin dan mana ruh arwah sejati. Misalnya saat berziarah, beliau tahu apakah yang ada di makam adalah ruh asli atau hanya muwakkal (perwakilan), sehingga bisa langsung berkata: “Balik ae, percuma ra ono wonge” (Pulang saja, percuma tidak ada orangnya).

Arwah para wali seringkali tidak berada di kuburnya karena sedang berkumpul (‘ala masyrabahum) bersama ruh wali lain, seperti:

Arwah Syadziliyah dengan Imam Asy-Syadzili

Qadiriyah dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

Tijaniyah, Syathariyah, dll. dengan para imam thariqah mereka

Ruh kadang hanya hadir di makam pada waktu tertentu, misalnya menjelang subuh. Seperti ruh Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’roni yang baru bisa ditemui pada Sabtu pagi karena di waktu lain sedang bersama Nabi SAW.

Di maqam, para malaikat bertugas menjadi muwakkal menyampaikan doa atau hajat peziarah kepada Allah, dengan izin wali tersebut.

Hakikat Arwah dan Asrar

Kematian adalah ketetapan mutlak. Ruh tidak bisa keluar tanpa dicabut oleh Malaikat Izrail. Jika ada ritual yang mengklaim bisa memanggil arwah, itu bukan ruh, melainkan asrar (rahasia spiritual). Seperti setrum tanpa bohlam, cahaya tetap ada karena bersumber dari energi.

"Cahaya orang alim dan asrar di dalamnya ada cahaya-cahaya."

Asrar para wali luar biasa karena mereka memiliki ibadah yang sangat tinggi: khataman, tahajjud, dzikir, sholawat, dll. Jasmani mereka terjaga, ruh mereka bisa hadir dalam momen penting seperti:

Kematian ulama

Kondisi negara genting

Jihad fi sabilillah

Contohnya: ketika Sayyidina Umar bin Abdul Aziz wafat, para wali dan syuhada’ hadir bertakziah meskipun telah wafat.

Perbedaan Ruh, Asrar, dan Madad

Jasad yang sudah hancur, tidak berarti ruhnya hilang. Ruh bisa hadir kembali jika Allah berkehendak, tapi yang sering masuk ke jasad manusia bukan ruh sejati, melainkan asrar.

Dalam kasus ahli thariqah, yang masuk adalah madad min madadillah, bukan kesurupan. Ketika mereka wafat, seringkali menyambut ruh-ruh yang datang, bukan karena “hilang akal”, tapi karena mereka melihat siapa yang datang menjemput.

Namun, tidak semua orang yang mengaku mengalami hal tersebut layak dipercaya. Bisa saja dia tidak dapat membedakan antara malaikat dan iblis, atau antara ruh yang mahfudz dan yang ghairu mahfudz.

Keterangan dari Ihya’ ‘Ulumiddin

Imam al-Ghazali menjelaskan hadits “al-arwah junudun mujannadah”:

“Ruh-ruh itu laksana tentara yang berkumpul. Ruh yang saling mengenal akan mudah menyatu, sementara ruh yang bertentangan akan saling menjauh.”
(HR. Muslim & Bukhari)

Disebutkan juga bahwa Allah menciptakan ruh, memecahnya, dan mengelilingkan di Arsy. Ruh-ruh yang bertemu di sana, akan bertemu kembali di dunia, meskipun mereka belum pernah bertatap muka.

Disusun oleh: Syaroni As-Samfuriy
Disampaikan oleh: Maulana Habib Luthfi bin Yahya
(Pengajian Ramadhan di ndalem beliau, tahun 2016)

0 komentar:

Posting Komentar