Enam Faktor Penyebab Santri Gagal dalam Menuntut IlmuRabu, 1 Januari 2020 | 22:30 WIB
Suasana mengaji kitab kuning di salah satu pesantren. (Foto: NU Online)
Cianjur, NU Online
Santri adalah harapan masa depan bagi tersebarnya pengetahuan agama di muka bumi. Karenanya, mereka selain memperhatikan sebab kesuksesan, juga harus tahu tentang penyebab kegagalan dalam menuntut ilmu agama.
Inilah yang menjadi salah satu pesan penting KH Abdurrohman Asnawi selaku Pengasuh Pesantren Talukagung dalam pengajian bulanan yang diadakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Cijati, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (1/1).
Dalam forum yang dikemas dengan pengajian kitab Tafsir Jalalain dan Fawa’idul Makkiyyah tersebut, Ajengan Abdurrohman menyebutkan setidaknya ada enam sebab seseorang gagal dalam menuntut ilmu agama.
“Ngandelaken hari esok, gumantung pada kacardasan, cacagnakaeun, mengaji sambil usaha, nyamper-nyamper jalma benghar, dan cicing dinu benghar,” demikian kiai sepuh tersebut bertutur dalam bahasa Sunda yang kental.
Artinya, seorang santri jangan sampai menunda-nunda mengaji. Menunda mengaji di pesantren hanya akan menyebabkan seseorang menyesal karena akan kehilangan kesempatan. Belum tentu di esok hari sempat mengikuti pengajian.
Berikutnya yakni seorang santri hendaknya tidak bergantung kepada kecerdasannya sendiri. Ia harus memperhatikan adab dan sopan santun kepada guru serta istikamah dalam mengaji.
“Cacagnakaeun artinya berpindah pondok pesantren padahal belum menuntaskan satu kitab pun. Ini akan menyebabkan santri tidak memperoleh ilmu yang cukup,” jelasnya.
Mengaji sambil berusaha juga menjadi sebab penting kegagalan belajar ilmu agama. Sehingga perlu totalitas, fokus dan konsentrasi dalam belajar agama.
“Nyamper jalma benghar berarti mendatangi orang kaya untuk meminta-minta sumbangan. Ini juga dapat menjadi sebab kegagalan,” katanya.
Sedangkan cicing dinu benghar berarti tinggal di rumah orang kaya.
“Terkadang hal itu akan membuat seorang santri terpalingkan semangat belajarnya dan terobsesi dengan kekayaan orang lain,” urainya.
Karena itu, Ajengan Abdurrohman juga mengingatkan agar para kiai NU yang hadir dalam pengajian tersebut yang umumnya adalah pengasuh pesantren di desanya, agar menyampaikan kepada santri bahwa jangan sampai dalam hati terbersit ingin dapat derajat mulia di masyarakat.
Selain itu, jangan putus harapan bagi santri yang kurang cerdas dan santri yang cerdas jangan sampai mengandalkan kecerdasannya sehingga jatuh dalam kesombongan.
“Yang bodoh jangan putus harapan, yang pintar jangan andalkan kapintaran,” pungkas pengasuh pesantren tertua di kawasan Cianjur Selatan tersebut.
MWCNU Cijati Cianjur telah aktif mengadakan kegiatan pengajian bulanan (syahriyahan) sejak dua tahun lalu. Kegiatan dilaksanakan sebulan sekali, biasanya pada awal bulan. Narasumber pengajian berganti-ganti demikian pula dengan materinya.
Tetapi, yang pasti para narasumber adalah kiai-kiai sepuh di kawasan Cianjur Selatan serta materi adalah kitab kuning yang menjadi spesialisasi mereka. Peserta adalah para kiai pengasuh pondok pesantren yang lebih muda. Setiap kali diadakan, pesertanya tidak kurang dari 200 an orang kiai.
“Forum ini menjadi ajang tabarrukan dengan para kiai sepuh, selain memperkuat silaturahim antar kiai NU di kawasan Cianjur Selatan,” kata Rais MWCNU Kecamatan Cijati, KH Sahlan Hidayat atau yang akrab disapa Ajengan Pelor.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari sejumlah pihak seperti IKASSA (Ikatan Keluarga Santri Cianjur Selatan), Pesantren Al-Jazair, Ngerayap Community, Pemuda Pancasila Cijati, Viking Parbol dan Djurig Djarian. Sebagai media partner bincangsyariah.com dan harakahislamiyah.com.
Kontributor: Dudu Abdurrohman, M Khoirul Huda
Editor: Ibnu NawawiDokumentasi:
Editor: Syaifullah Ibnu Nawawi
Hati-Hati: Inilah Faktor Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan manusia. Namun, tidak semua ilmu memberikan berkah yang sama kepada individu yang memilikinya.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan tidak berkahnya ilmu seseorang. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab tidak berkahnya ilmu:
1. Niat yang Salah
Jika seseorang memperoleh ilmu hanya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang negatif, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan berkah. Niat yang benar dan tulus dalam mencari ilmu adalah penting untuk mendapatkan keberkahan.
2. Penggunaan Ilmu dengan Buruk
Jika seseorang menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk tujuan yang salah, seperti menyakiti orang lain, menipu, atau merugikan orang lain, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan berkah. Penggunaan ilmu yang baik dan bertanggung jawab sangat penting untuk memperoleh keberkahan darinya.
3. Kebanggaan dan Kesombongan
Jika seseorang merasa sombong dan menganggap dirinya lebih unggul karena memiliki pengetahuan atau keahlian tertentu, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan berkah. Rendah hati dan bersikap rendah diri dalam menghadapi ilmu adalah penting agar ilmu tersebut memberikan berkah.
4. Kurangnya Amal Perbuatan
Ilmu tanpa amal perbuatan yang baik tidak akan memberikan berkah. Ilmu yang dimiliki seharusnya menginspirasi seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang baik dan menguntungkan diri sendiri maupun orang lain. Ketika seseorang tidak menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan berkah.
5. Ketidakseimbangan
Jika seseorang hanya fokus pada peningkatan ilmu secara materi dan melupakan aspek ibadah dan moral, maka ilmu tersebut tidak akan memberikan berkah. Keseimbangan antara ibadah, peningkatan pengetahuan, dan etika sangat penting untuk mendapatkan berkah dari ilmu.
Penting untuk diingat bahwa ilmu sendiri tidaklah memiliki kekuatan intrinsik untuk memberikan berkah. Berkah tergantung pada bagaimana seseorang memperoleh, memahami, dan menggunakan ilmu tersebut.
Semoga dengan kita mengetahui faktor-faktor di atas kita dapat meluruskan niat, menggunakan dan mengamalkan ilmu sebagai perwujudan ibadah dapat memberikan keberkahan atas ilmu yang kita miliki.
Penulis: Fuad Hasyim, S.E
Penyebab Sulitnya Ilmu Masuk Ke Dalam Hati
October 17, 2025/in Buletin Al-Rasikh 2025/by redaktur_alrasikh
Penyebab Sulitnya Ilmu Masuk Ke Dalam Hati
Nur Laelatul Qodariyah*
Pembaca Al-Rasikh yang diberkahI Allâh ﷻ, pernahkah kalian merasakan sulitnya belajar memahami dan mencerna suatu ilmu yang sedang dipelajari? bahkan untuk mempelajari satu kalimat saja itu sangat sulit, bukan kalian saja yang merasakannya sulitnya belajar, para ulama zaman dulu juga pernah merasakannya. Penulis teringat dengan salah satu ulama yang berjuang untuk tetap belajar walaupun dirinya dikenal dengan murid yang bodoh dan tertinggal di madrasahnya, dikisahkan beliau ini sudah lama belajar namun belum juga paham, pada akhirnya beliau sempat menyerah dan ingin kembali kerumahnya, namun kyainya berpesan untuk tetap belajar.
Kemudian beliau pulang ke rumahnya dan di tengah perjalannya hujan deras menimpa dan beliau harus meneduh di gua, beliau ini tidak sengaja mendengar suara yang ternyata tetasan dan gemercik air hujan itu mengenai batu besar. Batu itu berlubang karena telah bertahun-tahun terkena tetesan air hujan.
Dari kejadian hal tersebut beliau berfikir masa saya sebagai manusia kalah dengan batu, padahal akal dan pikiran saya tidak sekeras batu, beliau merenung. Kemudian beliau balik dan menuntut ilmu kembali, beliau adalah Ibnu Hajar al ‘Asqani, seorang ahli hadits dari Mazhab Syafi’i terkemuka. Karaya beliau yang sering menjadi bahan referensi antgara lain; Fath al-Bari, Bulûgh al-Maram, Tahdzib al-Tahdzib, dan lainnya.[1] Dari kisah beliau dapat kita renungkan bahwa mencari ilmu itu kuncinya adalah sabar dan berusaha untuk belajar bagaimana kita bisa mudah dalam belajar meski sulit untuk dilakukan.
Ilmu adalah Cahaya
Ilmu adalah cahaya yang datangnya dari Allâh ﷻ untuk menerangi dan memberikan kita nafas panjang agar selalu mengingat dan memberikan kita petunjuk tentang arah dan tujuan kita berlayar. Dasar untuk menuntut ilmu adalah dengan niat untuk memulai, agar kita bisa selalu konsisten dan hati kita bisa menerima tentang apa yang akan kita pelajari. Bukan hanya sekedar mempelajari namun juga memasukannya ke dalam hati, agar terus berkomitmen dan menjaga daripada ilmu yang akan masuk ke dalam diri kita.
Karena ilmu pengetahuan itu bisa membedakan kita antara yang benar dan yang salah, bisa memberikan petunjuk dan pedoman yang benar agar kita bisa bertakwa dan juga menjauhi larangan-Nya. Ilmu adalah bekal yang tidak akan pernah mati dan tidak akan pernah habis masanya, satu-satunya cara agar bisa memprotect kita dari segala sesuatu yang sebelumnya belum kita ketahui.
Cara agar kita bisa mendekatkan diri kepada Allâh ﷻ dan cara bagaimana kita bisa berdoa dengan adab-adab yang benar, bukankah itu perlu adanya ilmu? Tidak mungkin kita bisa mengetahui sesuatu tanpa sebelumnya kita pelajari? itu mustahil, kecuali atas kehendak Allâh ﷻ. Sebagai manusia kita diwajibkan untuk menuntut Ilmu hal itu sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Allâh ﷻ berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al-Mujadilah [58]: 11).[2]
Dalam riwayat disebutkan dari sahabat Anas bin Malik, Rasâlullâh ﷺ bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah no. 224).[3]
Sebab Ilmu Sulit Digapai
Ada beberapa hal yang perlu kita pahami, bahwa ada sebab-sebab yang dapat menghalangi datangnya ilmu dan membuatnya sulit untuk kita pahami, di antaranya ialah:
Niat yang Rusak
Niat adalah dasar atau permulaan, jika niatnya salah atau rusak maka keseluruhannya juga akan rusak juga.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasûlullâh ﷺ bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan bagi seseorang adalah apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).[4]
Oleh karena itu mulai sekarang perbaiki niat kita dan obati niat kita dengan mencari ilmu itu niatnya karena Allâh ﷻ, ilmu apapun itu niat kita ditujukan kepada Allâh ﷻ, jika niatnya itu hanya untuk perolehan dunia maka apa yang akan diperoleh nanti itupun sesuai dengan apa yang diniatkan.
Banyak Alasan untuk tidak memulai karena sibuk
Sampai kapan kita akan diperbudak dengan kata sibuk dan capek, sesibuk-sibuknya kamu tidak mungkin kerja itu tanpa istirahat, apalagi di era modern sekarang yang tidak ada kata perbudakan seperti zaman dulu, ditambah berkembangnya teknologi. Apakah berbagai kesibukan yang ada merupakan salah satu penyebab penghalang dirimu untuk menuntut ilmu? saya rasa tidak. Karena jika Allâh ﷻ buka pintu hatinya, ia akan bisa me manage waktunya untuk menuntut ilmu dan hadir di majelis-majelis ilmu.[5]
Bosan dalam menuntut ilmu
Salah satu penghalang untuk menuntut ilmu adalah dengan merasa bosan, ada kalanya seorang penuntut ilmu itu mengalami rasa bosan. Tetapi bukan berarti rasa bosan tersebut itu membuat kita itu mati untuk bergerak. Mati untuk berusaha melawan rasa bosan itu. Tidak masalah jika setiap hari waktu yang digunakan untuk belajar itu hanya 15 menit atau 30 menit. Hal tersebut lebih baik kan daripada tidak sama sekali dilakukan, atau bahkan berhenti untuk belajar lagi.
Menilai dirinya sudah bisa
Salah satu penyakit yang bisa menghalangi kita untuk teus mengexplore dan menuntut ilmu adalah dengan merasa bisa dengan apa yang baru kita pelajari, padahal ilmu pengetahuan itu sangat luas, bukan hanya luas tapi sesuatu ilmu yang baru kita pelajari perlu kita ulang agar tidak lupa dan menetap dihati, bukan seperti masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Tidak mau mengamalkan ilmu
Ilmu itu harus disebarkan jangan di tahan, semakin kamu mengamalkannya dan mengajarkannya, maka ilmu yang kamu peroleh tersebut akan menjadi berkah dan dengan cara mengamalkannya secara tidak langsung kamu juga belajar mengulang dan memperkuat ilmumu agar tidak lupa.
* Alumni Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
Beberapa Penghalang Dalam Menuntut Ilmu (bagian 1)
Oleh: Mukhamad Aliun*
Ilmu adalah simbol kemajuan suatu bangsa dan cahaya yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya. Di antara kemuliaan orang yang berilmu adalah Allah akan mengangkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai amalannya dan perbuatan baiknya terhadap manusia. Allah SWT akan mengangkat derajat mereka di surga sesuai dengan ilmu yang diamalkannya (Q.s. al-Mujadilah [58]: 11). Ilmu akan tetap kekal terhadap pemiliknya sekalipun ia telah meninggal dunia. Ilmu juga akan memudahkan pemiliknya menuju surga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
Artinya: “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga; yaitu: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan), dan anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
Artinya: “Barangsiapa yang menempuh jalan karena untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Namun, sudah menjadi hal yang lumrah bahwa suatu perbuatan yang mulia, apalagi yang dapat mengantarkan seseorang masuk surga—dalam hal ini menuntut ilmu—memiliki banyak penghalang. Berikut ini adalah 10 penghalang dalam menuntut ilmu.
Niat yang Rusak (فَسَادُالنِّيَّةِ)
Niat adalah dasar dan rukun amal. Dalam Islam, faktor niat sangat penting. Apa saja yang dilakukan oleh seorang Muslim haruslah berdasarkan niat karena mencari ridha Allah, bukan berdasarkan sesuatu yang lain. Begitu pula dengan kita sebagai penuntut ilmu, apabila niat kita dalam menuntut ilmu karena mencari ridha Allah, maka ilmu itu akan mudah kita dapatkan dan bermanfaat bagi kita dan orang lain. Apabila niat kita karena sesuatu yang lain, maka kita tidak mendapatkan apa-apa kecuali mendapatkan apa yang kita inginkan atau niatkan tersebut. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّ لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Artinya: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung kepada niat. Dan sesungguhnya setiap orang memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrah pada jalan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ialah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena ingin memperoleh keduniaan, atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya ialah ke arah yang ditujunya itu.”
Hadits tersebut di atas sangat populer di kalangan umat Islam. Hampir seluruh ulama hadits meriwayatkan hadits tersebut, derajatnya mencapai tingkatan mutawatir, yaitu sebuah hadits yang memiliki tingkat keotentikan tertinggi. Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Imam al-Bukhary dalam Shahih-nya (vol. I, hadits no. 1); Imam Muslim dalam Shahih-nya (vol. III, hadits no. 1907); al-Nasai (Sunan al-Nasai, vol. I, hadits no. 75); Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, vol. II, hadits no. 2201); Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. II, hadits no. 4227) dan lain-lain.
Cinta Ketenaran dan Selalu Ingin yang Terdepan (حُبُّ الشُّهْرَةِ وَحُبُ التَّصْدِر)
Ingin dikenal oleh orang lain dan ingin tampil yang terbaik kemudian kita menjadi bangga hati adalah salah satu bentuk riya’. Rasulullah mengibaratkan bahwa riya’ itu seperti semut hitam, yang berjalan di batu hitam pada malam yang gelap sehingga tidak kelihatan. Demikianlah perumpamaan riya’. Allah SWT juga akan menyiarkan aib orang yang suka menyiarkan amalannya dan membuka riya’ seseorang pada hari kiamat. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Saw:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ.
Artinya: “Barangsiapa yang memperdengarkan (menyiarkan) amalannya, maka Allah akan memperdengarkan (menyiarkan) pula aibnya. Dan barangsiapa yang beramal karena riya’, maka Allah akan membuka riya’nya (di hadapan manusia pada hari kiamat).”
Hadits tersebut tergolong muttafaq ‘alaih, yaitu hadits yang disepakati oleh Imam al-Bukhary (Shahih al-Bukhary, vol. VIII, hadits no. 6499) dan Imam Muslim (Shahih Muslim, vol. IV, hadits no. 2986).
Rasulullah juga menjelaskan mengenai orang yang suka berbuat sombong (unjuk diri) terhadap orang lain dan menarik perhatian manusia,
مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ، وَيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ جَهَنَّمَ.
Artinya: “Barangsiapa yang mencari ilmu karena untuk menyombongkan diri kepada para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau untuk memalingkan wajah manusia (menarik perhatiannya agar mereka memandang baik kepadanya), maka Allah akan memasukkannya keneraka Jahannam.”
Hadits tersebut diriwayatkan antara lain oleh, Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, vol. I, hadits no. 260); al-Hakim (al-Mustadrak, vol. I, dalam Kitab al-‘Ilm, hal: 86), keduanya menilai hadits ini sahih.
Enggan Menghadiri Majelis Ilmu (اَلتَّفْرِيْطُ فِي حَلَقَاتِ الْعِلْمِ)
Mengabaikan dan enggan menghadiri majlis ilmu banyak kita saksikan pada era sekarang ini, terlebih anak muda zaman sekarang. Mereka lebih suka menghadiri tempat-tempat yang berbau negatif, yang membuat mereka senang dan nyaman, daripada menghadiri majelis-majelis ilmu. Sebenarnya, yang lebih bermanfaat bagi mereka adalah menghadiri majelis ilmu, di mana ilmu mereka akan bertambah dan diri mereka akan selalu terkontrol dan senantiasa dalam kebaikan. Padahal, Rasulullah saw menggambarkan bahwa orang yang berilmu ibarat lembah yang dapat menampung air yang bermanfaat bagi alam sekitarnya,
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ.
Artinya: Dari Abu Musa, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus Aku untuk mengembannya adalah seperti hujan yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah yang keras, yang mampu menampung air sehingga manusia bisa mengambil air darinya untuk keperluan minum, menyirami taanaman, dan untuk irigasi. Dan di antaranya pula ada yang tidak mampu menampung air dan tidak mampu menumbuhkan pepohonan dan rerumputan. Seperti itulah perumpamaan orang yang diberi pemahaman agama yang Aku diutus untuk mengembannya: di antara mereka ada yang mampu mendalaminya, lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan ada juga yang di antaranya yang sama sekali tidak mau menerima petunjuk.”
Hadits panjang tersebut juga tergolong ke dalam hadits muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhary dalam Shahih-nya (vol. I, hadits no. 79) dan Imam Muslim juga dalam Shahih-nya(vol. IV, hadits no. 2282).
Beralasan dengan Banyak Kesibukan (اَلتَّذُّعُ بِكَثْرَةِالْإشْتِغَالِ)
Seringkali kita mendengarkan banyaknya alasan yang dikeluhkan para penuntut ilmu dengan banyaknya kesibukan yang sedang dialaminya. Padahal, sebenarnya mereka tidak sibuk, akan tetapi penyakit malaslah yang menghinggapi diri mereka, sehingga mereka menjadikan malas sebagai kesibukannya. Coba kita renungkan, berapa jamkah Allah SWT memberikan waktu kepada kita untuk bekerja, istirahat, dan berapa jamkah sisa dari itu semua? Apakah kita masih memberikan alasan kesibukan lagi dengan adanya sisa waktu dari jam kerja dan jam istirahat? Untuk itu, marilah kita selalu memanfaatkan waktu yang ada, terutama untuk menuntut ilmu. Bersambung
————————-






0 komentar:
Posting Komentar