*KITA HAMBA ALLAH* yang berbuat atas perintah Allah. Perbuatan yang sekedar bahkan yang sebaik apapun itu hanya kedudukan sebagai *SESUATU.* Walaupun demikian, tak ada seorang pun boleh melecehkan perbuatan yang remeh dan tak ada yang boleh membanggakan perbuatan yang besar. Karena seluruhnya *Hanyalah Karunia Dari Allah* yang wajib disyukuri. *DENGAN RAHMAT ALLAAH* sajalah seorang hamba akan mampu melaksanakannya. Dan *seluruh ketha'atan itu hanya suatu upaya menjalankan perintah Allah.* Kecil ataupun besar perbuatan tha'at seorang hamba, hanya berkedudukan sebagai *Usaha Kehambaan* kepada Allah dimana itu masih membutuhkan pengakuan dan penerimaan dari-NYA.
*HANYA RAHMAT ALLAAH* Tak satupun dari perbuatan kecilnya ataupun yang besarnya *Yang Mampu Menentukan Hasil.* Maka tak ada seorangpun yang boleh mengandalkan amalnya sendiri. Apapun yang berasal dari diri manusia itu tak ada yang bisa diandalkan apalagi disombongkan‼️ Tetap beramallah, tetapi hanya Allah semata yang boleh diandalkan dan diharapkan ‼️ Segala ketentuan akibat atau hasil yang bakal kita dapatkan adalah *KEWENANGAN ALLAH semata ‼️* DIA Allah satu-satunya yang mampu menentukan hasil atau akibat terbaik. Dan Allah, DIA lah yang lebih baik pembalasannya. Kita beramal sebaik-baiknya, tetapi *Rahmat yaitu Ridho-NYA lah yang lebih kita harapkan.*
Pun ketika kita *BERDOSA* kecil hingga yang besar sekalipun, *SEGALA ISTIGHFAR* yang kita ucapkan itu TERLAMPAU SEDIKIT, bila dibandingkan dengan *AGUNGNYA AMPUNAN ALLAH* kepada kita‼️Dan *TAUBAT* yang kita lakukan itu terlampau remeh bila dibandingkan *KERIDHOAN ALLAAH* kepada kita‼️ Keagungan Ampunan & Keridhoan Allaah *LEBIH KITA HARAPKAN* saat kita beristighfar dan bertaubat kepada-NYA daripada upaya kita sendiri. *BUKAN YANG DARI DIRI KITA SENDIRI* yang bisa kita andal dan harapkan, tetapi *SEGALA YANG DARI SISI ALLAH SEMATA ‼️* Walaupun hanya secuil yang dapat dilakukan, tetapi dengan yakin kepada Qudroh & Irodah Allah lalu terwujud cita-cita & harapan kita berkat Rahmat Allah.
*MANUSIA BERAKAL* Akal ditugaskan untuk menyesuaikan diri dengan *Hukum Sebab & Akibat* sebagai sebuah *Ketentuan Yang Ditetapkan Allah* yang diberlakukan atas alam & manusia. Manusia hanya diperintahkan untuk menyelaraskan diri dengan *HUKUM SEBAB & AKIBAT* yang Allah ciptakan. Segala yang dibebankan Allah kepada manusia dan apapun yang akan diperolehnya adalah *BENTUK UJIAN BAGINYA.* Kewenangan manusia hanya pada urusan kehambaan semata. Sedangkan *URUSAN ALLAH ‼️* Misal: *Sembuh atau Tidak, Mendapat atau Hilang, Berhasil atau Gagal, Untung atau Rugi,* semua itu _Bukan Urusan & Ranah Manusia dan Tak Satupun Manusia Mampu Mencapainya,_ sebab itu termasuk *AREA GHAIB KEWENANGAN ALLAH.*
*MANUSIA BERUSAHA ALLAH PENENTUNYA.* Manusia harus _menggunakan akalnya semaksimal mungkin_ menggunakan berbagai macam cara dalam usaha mewujudkan harapannya. Dan harus berusaha *Memilih Yang Terbaik Baginya.* Memilih Jenis Pekerjaan yang terbaik & yang dimampuinya, Memilih cara-cara yang terbaik untuk meraih apa sedang ingin dicapainya. Berdoa & Menyerahkan segala hasil atau akibat kepada Allah ‼️ *Begitulah seharusnya manusia pada area kemanusiaannya.* Janganlah sampai memasuki *Area Ketuhanan Yang Ghaib,* pasti ia takkan bisa mengetahui & tak mampu menjangkaunya, sebab itu bukan bagiannya ‼️ *Jangan memikirkan Dzat & Urusan Allah, nanti bisa SESAT ‼️*
*PETUNJUK ALLAAH* Urusan petunjuk adalah kewenangan Allaah Ta'ala. Manusia tak punya wenang dalam urusan ini ‼️Manusia hanya ditugasi atau dibebankan berda'wah dalam Islam. Menda'wahi dirinya sendiri maupun orang lainnya. Agar dengan Da'wah itu dirinya dan orang lain memahami pengajaran Allaah. Dan Allaah sendiri mengingatkan kepada kita bahwa menyampaikan kebenaran dan kebaikan harus *diiringi dengan niat yang tulus* melaksanakan perintah Allaah dan *dengan cara-cara yang benar dan baik.* Baik dengan *segala ilmu pengetahuan,* dengan segala bentuk *kelembutan sikap akhlaq yang baik yang penuh kasih sayang* dan dengan segala bentuk *perhatian dan pertolongan* kepada orang yang dida'wahi.
Agar dengan dengan begitu, *Tujuan Da'wah Dapat Tercapai.* Allaah melarang menyakiti hati orang yang sedang dida'wahi, dan juga melarang membuat permusuhan atau menyakiti fisik, dan juga melarang dengan sikap sombong angkuh dan menghina merendahkan yang hendak dida'wahi. Seumpama hendak memasukkan air yang bening tapi menggunakan pipa atau alat penyalur yang kotor, hal itu perbuatan yang sia-sia. *Perlu ketenangan jiwa dalam berda'wah,* seumpama memasukkan cairan kepada botol, maka tangan harus dalam keadaan tenang (tak boleh bergoyang). Maka tugas mulia yaitu berda'wah harus dengan cara-cara yang mulia pula. Dan yang terpenting adalah *HARUS MEMILIKI SATU KESADARAN* yaitu ....
Bahwa dengan cara dan upaya apapun seseorang penda'wah menyampaikan da'wahnya, namun ada yang ia wajib ketahui yaitu bahwa
*SEGALA KETENTUAN TERJADINYA PETUNJUK KE DALAM HATI* seseorang itu bukan ditentukan oleh dirinya ‼️Hanya KUASA dan KEHENDAK Allaah sajalah yang berlaku ‼️ _Tak satupun manusia yang dapat memaksakan petunjuk ke dalam hati seseorang & Tak ada satupun yang mampu mengetahui dengan cara bagaimana seseorang itu bisa dapat petunjuk Allaah ‼️_ Jika *PENDA'WAH TULUS IKHLASH* kepada Allaah dan *TELAH MENYAMPAIKAN DA'WAHNYA,* maka berhasil / tidak berhasil tujuan da'wahnya, maka tetap sempurna baginya pahala tanpa dikurangi‼️
*ILMU AL-QUR'AN* _Maksud Nabi Melarang Penafsiran Al-Qur’an dengan Akal Bebas_ Nabi Muhammad melarang penafsiran dengan akal bebas *tanpa mengindahkan kaidah penafsiran.* Ada beragam penafsiran al-Qur’an yang _menambah khazanah umat islam._ Bagaikan sebuah lautan ilmu, para ulama *menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan cabang ilmu yang ia tekuni.* Ada yang menafsirkan al-Qur’an dari *cabang ilmu gramatika bahasa arab* seperti _Kitab Anwar at-Tanzil karya Qadhi al-Baidhawi._ Ada yang menafsirkan al-Qur’an dari cabang *ilmu tauhid* seperti _kitab tafsir Ta’wilat al-Qur’an karya Abu Manshur al-Maturidi_ dan masih banyak lagi.
Dari sekian banyak tafsir yang berkembang hingga saat ini tidaklah terlepas dari *kategori tafsir bir ra’yi* _(penafsiran yang dimaksud menggunakan akal adalah dengan ijtihad.)_ _Definisi tafsir bir-ra’yi adalah bentuk ijtihad menafsirkan al-Qur’an yang dilandasi dengan *pengetahuan mufassir* terhadap *ungkapan* orang arab dan *kecenderungan ucapan* mereka, *penguasaan kosakata* bahasa arab dan pemakaiannya, pengetahuan atas *syi’ir jahili,* *sebab turunnya ayat,* *bentuk-bentuk penyalinan* dalam ayat al-Qur’an, dan *ilmu-ilmu yang lain* yang dibutuhkan oleh seorang mufassir,”_ (Dr. Muhammad Adz-Dzahabi, Kitab at-Tafsir wal Mufassirun [Kairo: Maktabah Wahbah 2005 M] juz I halaman 183).
Bagaimana dengan sebagian *GOLONGAN RADIKAL yang menolak adanya tafsir bir ra’yi?* Golongan radikal ini *termasuk Ibnu Taimiyah* menolak tafsir bir ra’yi khususnya pada *penafsiran 'ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah* terhadap _ayat-ayat yang mutasyabihat_ (samar maknanya). Contoh : *الرحمن على العرش استوى* Ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah menafsiri dengan _“Allah menguasai dan memiliki ‘Arsy”._ Sedangkan, Ibnu Taimiyah dan golongannya menolak hal tersebut dan menyatakan bahwa Allah bersemayam di ‘Arsy. Hal ini karena *Ibnu Taimiyah menolak model tafsir begitu serta _cenderung tekstual_ dalam menanggapi ayat-ayat yang mutasyabihat (samar maknanya).*
Berikut *DALIL GOLONGAN KELOMPOK RADIKAL* beserta sanggahannya:
*PERTAMA* *عن ابن عباس قال رسول الله من قال في القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النار*
_“Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda ‘Barangsiapa yang berpendapat pada al-Qur’an dengan akalnya maka hendaknya ia ambil tempatnya di neraka."_ (HR Turmudzi). *Maksud hadits ini bukanlah menolak penafsiran dengan akal secara mutlak.* Menurut Abu Bakar Muhammad al-Anbari, ada dua kemungkinan maksud hadits ini: *Pertama,* _Barangsiapa yang berpendapat pada permasalahan al-Qur’an dengan pendapat yang tidak dikenal di kalangan ulama ..._
... _generasi awal dari para sahabat dan tabi’in maka ia sedang mengarah kepada murka Allah._ *Kedua,* _Barangsiapa yang berpendapat pada ayat al-Qur’an dan ia tahu bahwa pendapat yang benar adalah selain pendapatnya maka hendaknya ia ambil tempatnya di Neraka._ Kemungkinan *makna kedua ini adalah yang paling tepat.* “Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbari dalam kitab ar-Radd mengatakan ‘Hadits Ibnu Abbas dapat ditafsirkan dengan dua penafsiran. *Tafsiran 1* _Barangsiapa yang berpendapat pada permasalahan al-Qur’an dengan (pendapat) yang tidak diketahui oleh ulama generasi awal dari para shahabat dan tabi’in maka ia sedang mengarah kepada kemurkaan Allah._
*Tafsiran 2 (pendapat yang paling unggul),* _Barangsiapa yang berpendapat pada ayat al-Qur’an dan ia tahu bahwa kebenaran adalah pendapat selain pendapatnya, maka hendaknya ia ambil tempatnya di neraka."_ (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, [Beirut, Dar al-Fikr: 2008], juz I, halaman 32). *KEDUA:* _“Dari Jundub bin Abdullah bahwa Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang berpendapat pada al-Qur’an dengan pendapatnya, ia telah melakukan kesalahan meskipun pendapatnya benar"._ (HR.Turmudzi). Maksud hadits ini *bukan menyalahkan penafsiran dengan akal secara mutlak.* Menurut Ibnu ‘Athiyah, hadits ini ditunjukkan kepada orang yang terburu-buru dalam menafsirkan ayat al-Qur’an ....
.... tanpa mengambil pendapat para ulama tafsir serta tanpa menerapkan kaidah ilmu seperti _kaidah ilmu gramatika bahasa arab. Hadits ini tidak ditunjukkan kepada seorang ahli tafsir yang berlandaskan ilmu dan pertimbangan._ Karena, *para ahli tafsir yang berlandaskan ilmu tidak sekedar menggunakan pendapat pribadi.* “Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda _“Barangsiapa yang berpendapat pada al-Qur’an dengan pendapatnya, ia telah melakukan kesalahan meskipun pendapatnya benar”._ Dan makna (hadits) ini adalah ketika seseorang ditanyai tentang makna dari ayat al-Qur’an kemudian ia terburu-buru menjawab dengan pendapatnya sendiri tanpa ....
.... *mempertimbangkan pendapat para ulama ataupun ketetapan kaedah ilmu seperti kaedah ilmu gramatika bahasa arab.* Dan _tidak termasuk dalam cakupan hadits ini_ *bila seorang ahli bahasa arab menafsirkan al-Qur’an* dari _sudut pandang tata bahasanya,_ *seorang ahli fikih* menafsirkan _makna ayat al-Qur’an,_ dan setiap orang yang berpendapat dengan ijtihadnya yang *sesuai dengan kaedah ilmu serta penuh pertimbangan.* _Hal ini karena mereka tidak sekedar berbicara dengan pendapatnya sendiri”_ (Ibnu Athiyah, al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz, [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: 2002] juz.I hal.41)
Walhasil, *meneliti tafsir al-Qur’an* bagaikan _mengarungi samudera ilmu yang sangat luas._ Seseorang yang *memiliki ilmu yang cukup* dapat _menggali mutiara keilmuan al-Qur’an yang belum dibahas oleh para ulama sebelumnya._ Karena ada banyak sekali makna al-Qur’an yang *tidak dijelaskan secara langsung oleh Rasulullah.* _“Dan sangat aneh orang yang menyangka bahwa ilmu tafsir sebatas merujuk pada dalil naql (nukilan al-Qur’an dan hadits)_ dalam memahami makna susunan al-Qur’an, ia tidak melihat *perbedaan beragam penafsiran,* dan ia _tidak tahu bahwa penjelasan dari Rasulullah_ terkait *makna susunan al-Qur’an* _bagaikan emas merah_ (:sangat sedikit).”
*TUROTS*
Turots (تراث) dalam bahasa Arab berarti warisan atau peninggalan, khususnya yang berkaitan dengan budaya dan pengetahuan dari masa lalu. Dalam konteks Islam, *turats sering merujuk pada karya-karya ulama klasik,* seperti _kitab kuning, yang berisi berbagai disiplin ilmu agama_ seperti *fikih, tafsir, hadis, dan lainnya.* Istilah ini juga bisa _merujuk pada tradisi lisan dan praktik keagamaan_ yang diwariskan dari generasi ke generasi. Lebih detailnya, turats bisa diartikan sebagai: *Peninggalan tertulis:* Kitab-kitab, manuskrip, & karya tulis lainnya yang merupakan _hasil pemikiran ulama & cendekiawan Muslim di masa lalu._
*Warisan budaya:* Tradisi, adat istiadat, dan praktik keagamaan yang diwariskan secara turun temurun dalam suatu masyarakat Muslim. *Sumber pengetahuan:* Turats berisi berbagai disiplin ilmu & pengetahuan yang relevan untuk memahami ajaran Islam & kehidupan umat Islam. *Spirit pembaharuan:* Turats bisa menjadi inspirasi & panduan untuk menghadapi tantangan zaman modern. *Secara umum,* turats merupakan bagian penting dari identitas dan khazanah keilmuan Islam yang perlu dipelajari, dipahami, dan dilestarikan.
*Turots, dalam konteks keislaman,* merujuk pada warisan intelektual dan budaya dari ulama-ulama terdahulu, _terutama dalam bentuk tulisan dan karya sastra._ Manfaatnya sangat beragam, termasuk memberikan panduan kebaikan, memperkuat persatuan dan kesatuan umat, serta menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berharga. *Berikut beberapa manfaat turots secara terperinci*
*Sumber ilmu pengetahuan:* Turots berisi berbagai bidang ilmu, seperti _fikih, tafsir, hadits, tasawuf, dan lain-lain,_ yang dapat *menjadi rujukan bagi umat Islam* dalam _memahami ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari._
*Memperkuat identitas keislaman:* Turots menjadi penanda peradaban Islam di suatu wilayah, termasuk Indonesia, yang kaya akan khazanah keilmuan dan kebudayaan.
*Membantu menyelesaikan masalah umat:* Melalui kajian dan pemahaman terhadap turots, umat Islam dapat menemukan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi, baik dalam konteks individu maupun sosial. *Meningkatkan pemahaman terhadap ajaran Islam:* Turots memberikan perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang ajaran Islam, membantu umat untuk memahami ajaran agama secara komprehensif.
*Menumbuhkan semangat keilmuan:* Kajian terhadap turots dapat memicu semangat para generasi muda untuk terus belajar, meneliti, dan mengembangkan khazanah keilmuan Islam. *Membangun peradaban Islam:* Turots menjadi dasar bagi pembangunan peradaban Islam yang lebih maju dan berdaya guna, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, sosial, maupun budaya. Dengan demikian, turots memiliki peran penting dalam menjaga warisan intelektual dan budaya Islam, serta memberikan manfaat yang luas bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
****
KEHENDAK ALLAH
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Syaibah Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Qaddah dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa pernah disampaikan kepada Ali, sesungguhnya di tempatnya ada seorang lelaki yang membicarakan tentang masyi'ah (kehendak). Maka Ali r.a. berkata kepada lelaki itu, "Hai hamba Allah, jawablah pertanyaanku ini. Allah menciptakanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana yang kamu kehendaki?" Lelaki itu menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki."
Ali bertanya, "Allah membuatmu sakit sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan sebagaimana yang Dia kehendaki" Ali bertanya, "Allah menyembuhkanmu sebagaimana yang Dia kehendaki ataukah sebagaimana yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki." Ali bertanya, "Dia memasukkanmu menurut apa yang Dia kehendaki ataukah menurut apa yang kamu kehendaki?" Ia menjawab, "Tidak, bahkan menurut apa yang Dia kehendaki (ke surgakah atau ke neraka)." Kemudian Ali r.a. berkata, "Demi Allah, seandainya kamu mengatakan selain itu, tentulah aku akan memukul bagian tubuhmu yang ada kedua matanya (kepala) dengan pedang."
*ALLAH PUNYA KUASA & KEHENDAK ABSOLUT* Allah mau menciptakan, mengatur, menetapkan, mewajibkan / membolehkan, memerintahkan / malarang, menguji / memberi, menolak / menerima, meridhoi / memurkai atau segala urusan apapun itu *TERSERAH DIA‼️* Apapun yang hendak DIA lakukan, DIA melakukan begini / begitu, tidak satupun yang boleh bertanya ‼️ Sedangkan manusia, merekalah *yang akan ditanyai tentang apa yang diperbuatnya‼️* Allah bebas mau menguji siapa yang Dikehendaki-NYA. Orang yang baik atau orang yang jahat ... terserah DIA‼️ Mengapa begitu? ... DIA tak seperti manusia jahat yang hendak menganiaya. DIA berbuat apa saja yang DIA mau dan DIA mengganjar dengan *Balasan Yang Berlipat Ganda‼️*






0 komentar:
Posting Komentar