Jumat, 16 Juli 2021

HAL HAL GHOYB DALAM PERISTIWA ISRO'MI'ROJ

BUROQ

Imamam At-Tirmidziy meriwayatkan dari jalan Qataadah dari Anas bin Maalik, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam ketika di Isra`kan, beliau diberi Buraq yang lengkap dengan tali (kendali) dan pelana, tetapi ia mempersulit beliau (tidak mau ditunggangi) lalu Jibril berkata padanya: “Patutkah kamu lakukan ini pada Muhammad? padahal belum ada yang menunggangimu yang paling mulia disisi Allah selain Muhammad?” Beliau bersabda: “Lantas mengalirlah keringatnya (karena takut).” [HR Tirmidziy no. 3056, beliau berkata hasan gharib. Diriwayatkan pula oleh Ahmad no. 12211].

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu An-Nadhr, telah menceritakan kepada kami Syaibaan, dari ‘Aashim, dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata; “Aku mendatangi Hudzaifah bin Al-Yamaan saat ia bercerita tentang malam isra` Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda: “Kami pergi hingga sampai Baitul Maqdis.” Hudzaifah berkata : “Tapi keduanya tidak masuk”. Aku (Zirr) berkata; “Tapi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa salam memasukinya di malam itu dan shalat di dalamnya”. Hudzaifah bin Al-Yamaan bertanya; “Siapa namamu wahai orang yang botak? Aku mengenali wajahmu tapi aku tidak kenal namamu”. Aku menjawab: “Aku Zirr bin Hubaisy”. Berkata Hudzaifah bin Al Yamaan: “Apa dalilmu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa salam shalat di masjid itu dimalam itu?”. Aku menjawab: “Al Quran memberitahukan hal itu padaku”. Berkata Hudzaifah bin Al-Yamaan: “Barangsiapa berbicara dengan Al Quran maka ia beruntung, bacalah!” Lalu aku membaca: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram.” (QS Al-Israa` :

1). Berkata Hudzaifah bin Al-Yaman: “Wahai orang yang botak! Apa kau menemukan (dalam dalil itu) bahwa beliau shalat di dalamnya?” Aku menjawab: “Tidak.” Ia berkata; “Demi Allah beliau tidak shalat di dalamnya pada malam itu, andai beliau shalat di dalamnya pastilah diwajibkan atas kalian untuk shalat ditempat itu seperti halnya diwajibkan untuk shalat di Baitul ‘Atiiq (Masjidil Haram), demi Allah keduanya tetap bersama Buraq hingga dibukakan baginya pintu-pintu langit, keduanya melihat surga dan neraka serta janji akhirat seluruhnya, kemudian keduanya kembali ditempat semula,” lalu Hudzaifah tertawa hingga aku melihat gigi gerahamnya, ia mengatakan: “Mereka bercerita bahwa Jibril mengikatnya (Buraq) agar tidak lari tapi Allah yang mengetahui alam gaib dan nyata menundukkannya untuk beliau (Rasulullah).” Aku bertanya: “Hai Abu ‘Abdillah! Hewan apakah Buraq itu?” Hudzaifah menjawab: “Hewan putih dan panjang seperti ini, langkahnya sejauh mata memandang.” [HR Ahmad no. 22197].

Tentang hadits Imam Ahmad ini, Al-Haafizh Ibnu Katsiir berkata, pendapat yang dikemukakan oleh Hudzaifah ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh sahabat lainnya dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam yang mengatakan bahwa Buraq ditambatkan di halqah (tempat berbentuk lingkaran) dan bahwa Rasulullah melakukan shalat di Baitul Maqdis seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, keterangan sebelumnya lebih didahulukan daripada pendapat Hudzaifah ini. Wallahu a’lam.


SUARA PENA (QALAM) YANG MENULIS

Imam Al-Bukhaariy meriwayatkan, Ibnu Syihaab Az-Zuhriy berkata, Ibnu Hazm mengkhabarkan kepadaku bahwa Ibnu ‘Abbaas dan Abu Habbaah Al-Anshaariy (‘Amiir bin ‘Amr) keduanya berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemudian aku dimi’rajkan hingga sampai ke suatu tempat yang disitu aku dapat mendengar suara pena (qalam) yang menulis”. Berkata Ibnu Hazm dan Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memfardhukan kepadaku lima puluh kali shalat (matan selanjutnya sama seperti hadits Malik bin Sha’sha’ah). Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, terlihat kubahnya terbuat dari mutiara dan tanahnya dari misik”. [HR Al-Bukhaariy no. 3094].


MELIHAT JIBRIL AS

وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13-18)

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa sidratul muntaha adalah tempat tertinggi di langit yang menjadi batas ujung pengetahuan dan amal aktifitas para makhluk. Tidak seorang makhluk pun mengetahui apa yang ada di belakangnya.

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Imam Ahmad mengetengahkan sebuah riwayat, telah menceritakan kepada kami Abu An-Nadhr, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Thalhah, dari Al-Waliid bin Qais, dari Ishaaq bin Abu Al-Kahtalah, Muhammad berkata, aku kira dari Ibnu Mas’uud bahwa ia berkata; “Sesungguhnya Muhammad tidak melihat Jibril dalam wujud aslinya kecuali dua kali, pertama karena beliau meminta untuk memperlihatkan dirinya dalam wujud asli, ia pun menampakkan wujud aslinya yang menutup seluruh ufuk, sedang kesempatan lain beliau naik bersamanya ketika beliau mi’raj.”

FirmanNya : “Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.” [QS An-Najm : 7-10]. Ibnu Mas’uud berkata : “Tatkala Jibril mengetahui Rabbnya, ia kembali kepada wujud aslinya dan bersujud.”

Melihat Jibril dengan Wujud Aslinya

Penampakan Jibril ‘alaihissalam dengan wujud aslinya adalah salah satu dari tanda-tanda besar kekuasaan Allah. Rasulullah menyaksikan hal itu pada malam perjalanan yang suci itu. Di saat isra’ dan mi’raj. Biasanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu Jibril dalam wujud manusia. Ia sering datang dalam wujud Dihyah al-Kalbi radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّهُ لَجِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ نَزَلَ فِي صُورَةِ دِحْيَةَ الْكَلْبِيِّ

“Sesungguhnya dia itu Jibril. Ia turun dengan tampilan Dihyah al-Kalbi.” (HR. An-Nasai dalam Kitab al-Iman wa Syara’ihi, Shifatul Iman wal Islam (11722) dishahihkan al-Albani).

Kedatangan Jibril dengan wujud manusia, apalagi dalam tampilan sahabat Nabi, adalah cara Allah dalam menjaga kondisi batin Nabi. Karena manusia akan merasa nyaman dengan manusia. Efek psikis yang ditimbulkan saat berinteraksi dengan manusia, tentu akan berbeda dengan interaksi dengan malaikat. Apalagi dengan wujud asli mereka.

Tapi di lain sisi, Allah hendak memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang tak pernah kita dengar pernah terjadi pada keturunan Adam yang lainnya. Yaitu melihat Jibril ‘alaihissalam dengan wujud aslinya.

Apa yang beliau lihat kemudian dikabarkan kepada kita. Tentu hal ini menjadi ujian. Apakah kita akan membenarkan keajaiban yang beliau sampaikan. Atau malah menolaknya. Terdapat sebuah riwayat dari Muslim tentang penjelasan Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha. Dari Masruq, ia bertanya pada Aisyah:

فَأَيْنَ قَوْلُهُ؟ {ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى (8) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (9) فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى} [النجم: 8 -10]، قَالَتْ: “إِنَّمَا ذَاكَ جِبْرِيلُ عليه السلام كَانَ يَأْتِيهِ فِي صُورَةِ الرِّجَالِ، وَإِنَّهُ أَتَاهُ فِي هَذِهِ الْمَرَّةِ فِي صُورَتِهِ الَّتِي هِيَ صُورَتُهُ فَسَدَّ أُفُقَ السَّمَاءِ

“Bagaimana dengan firman Allah: ‘Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.” [Quran An-Najm: 10].

Aisyah menjawab, “Sesungguhnya yang dimaksud adalah Jibril ‘alaihissalam. Biasanya ia datang menemui Nabi dalam sosok seorang laki-laki. Tapi pada kesempatan itu, ia menemuinya dengan wujud aslinya yang menutupi langit’.” (HR. Muslim dalam Kitabul Iman, 177).

Pertemuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Jibril dalam wujud aslinya untuk kali kedua terjadi di sisi Sidrataul Muntaha. Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، عَلَيْهِ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ، يُنْتَثَرُ مِنْ رِيشِهِ التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ

“Aku melihat Jibril di sisi Sidratul Muntaha. Ia memiliki 600 sayap. Dari bulu sayapnya bertaburan permata dan batu-batu mulia.” (HR. Ahmad 3915 dan selainnya).

Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

وَقَدْ أَخْرَجَ الأُمَوِيُّ فِي مَغَازِيهِ، وَمِنْ طَرِيقِهِ الْبَيْهَقِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ ابن عباس فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى} [النجم: 13]، قَالَ: “دَنَا مِنْهُ رَبُّهُ”. وَهَذَا سَنَدٌ حَسَنٌ، وَهُوَ شَاهِدٌ قَوِيٌّ لِرِوَايَةِ شَرِيكٍ

“Dikeluarkan oleh al-Umawi dalam Maghazinya dari jalan al-Baihaqi. Dari Muhammad bin Amr, dari Abi Salamah, dari Ibnu Abbas ketika menafsirkan firman Allah ‘Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain’. [Quran An-Najm: 13]. Ibnu Abbas berkata, ‘Rabbnya mendekat kepadanya’. Sanad ini hasan. Dan ia menjadi poin penguat dari riwayat Syarik. (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 13/484).


APAKAH MELIHAT ALLAH

berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari dari Masruq. Masruq bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anhu.

يَا أُمَّتَاهْ؛ هَلْ رَأَى مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم رَبَّهُ؟ فَقَالَتْ: لَقَدْ قَفَّ شَعَرِي مِمَّا قُلْتَ، أَيْنَ أَنْتَ مِنْ ثَلاَثٍ؛ مَنْ حَدَّثَكَهُنَّ فَقَدْ كَذَبَ: مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ. ثُمَّ قَرَأَتْ: {لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الخَبِيرُ} [الأنعام: 103]، {وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ} [الشورى: 51]. وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ فَقَدْ كَذَبَ. ثُمَّ قَرَأَتْ: {وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا} [لقمان: 34]. وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ كَتَمَ فَقَدْ كَذَبَ. ثُمَّ قَرَأَتْ: {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ} [المائدة: 67] الآيَةَ؛ وَلَكِنَّهُ “رَأَى جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِي صُورَتِهِ مَرَّتَيْنِ

“Wahai Ibu, apakah benar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Rabbnya?”

Aisyah menjawab, “Sungguh buluku berdiri (merinding) dengan apa yang kau tanyakan. Tiga perkara, yang barang siapa mengatakannya kepadamu, maka sungguh ia telah berdusta. (1) Siapa mengatakan padamu bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Rabbnya, ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat; Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Al An’am: 103). Dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (As Syura: 51). (2) Siapa yang mengatakan padamu bahwa beliau mengetahui apa yang akan terjadi pada hari esok, ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat; Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. (Luqman: 34). Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa beliau menyembunyikan sesuatu, ia telah berdusta. Lalu Aisyah membaca ayat; Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al Maidah; 67). Hanya saja beliau pernah melihat wujud asli Jibril dua kali.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab at-Tafsir, 4574).


Dalam riwayat Muslim:

وعند مسلم: عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ: كُنْتُ مُتَّكِئًا عِنْدَ عَائِشَةَ، فَقَالَتْ: يَا أَبَا عَائِشَةَ، ثَلاَثٌ مَنْ تَكَلَّمَ بِوَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِرْيَةَ. قُلْتُ: مَا هُنَّ؟ قَالَتْ: مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِرْيَةَ. قَالَ: وَكُنْتُ مُتَّكِئًا فَجَلَسْتُ، فَقُلْتُ: يَا أُمَّ المُؤْمِنِينَ، أَنْظِرِينِي، وَلاَ تُعْجِلِينِي؛ أَلَمْ يَقُلِ اللهُ عز وجل: {وَلَقَدْ رَآهُ بِالأُفُقِ الْمُبِينِ} [التكوير: 23]، {وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى} [النجم: 13]؟ فَقَالَتْ: أَنَا أَوَّلُ هَذِهِ الأُمَّةِ سَأَلَ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: “إِنَّمَا هُوَ جِبْرِيلُ، لَمْ أَرَهُ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِي خُلِقَ عَلَيْهَا غَيْرَ هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ، رَأَيْتُهُ مُنْهَبِطًا مِنَ السَّمَاءِ سَادًّا عِظَمُ خَلْقِهِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ”. فَقَالَتْ: أَوَ لَمْ تَسْمَعْ أَنَّ اللهَ يَقُولُ: {لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ} [الأنعام: 103]؟! أَوَ لَمْ تَسْمَعْ أَنَّ اللهَ يَقُولُ: {وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولاً فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ} [الشورى: 51]؟، قَالَتْ: وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَتَمَ شَيْئًا مِنْ كِتَابِ اللهِ، فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِرْيَةَ، وَاللهُ يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ} [المائدة: 67]، قَالَتْ: وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ يُخْبِرُ بِمَا يَكُونُ فِي غَدٍ، فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِرْيَةَ، وَاللهُ يَقُولُ: {قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ} [النمل: 65] [12]. وأوضح من ذلك ما رواه مسلم عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: “نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ” [13].

Dari Masruq rahimahullah, ia berkata, “Dulu aku berada di sisi Aisyah.” Aisyah mengatakan, “Hai Abu Aisyah, ada tiga hal yang kalau salah seorang dari mereka menbicarakan salah satunya saja dari yang tiga itu, maka sesungguhnya ia telah mengadakan dusta yang paling besat terhadap Allah.”

Aku (Masruq) mengatakan, Apa itu? Kata Aisyah, “Barangsiapa yang mengira bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya ia telah mengadakan dusta yang paling besar terhadap Allah.”

Masruq berkata, “Tadinya aku bersandar, lalu aku duduk dan mengatakan, “Wahai Ummul Mukminin, sebentar, jangan terburu-buru. Bukankah dengan firman Allah Azza wa Jalla: “Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.” (Qs. At Takwir 81:23) “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain”. (Qs. An Najm 53:13).

Lalu Aisyah mengatakan, “Aku adalah yang pertama kali dari umat ini bertanya tentang ayat itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: ‘Sesungguhnya ia adalah Jibril, yang belum pernah aku melihatnya dengan wujud aslinya sebagaimana ia diciptakan kecuali hanya dua kali itu saja. Aku melihatnya turun dari langit, keagungan penciptaannya meliputi antara langit dan bumi (sangat indah sekali).”

Aisyah berkata, “Apakah belum engkau dengar bahwa Allah berfirman, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Al An’aam 6:103), Apakah belum juga engkau dengar bahwa Allah berfirman, “Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana” (Qs. Asy Syuuraa 42:51).

Dalam riwayat Muslim dari Abdullah bin Syaqiq, aku bertanya kepada Abu Dzar:

لَوْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَسَأَلْتُهُ. فَقَالَ: عَنْ أَيِّ شَيْءٍ كُنْتَ تَسْأَلُهُ؟ قَالَ: كُنْتُ أَسْأَلُهُ: هَلْ رَأَيْتَ رَبُّكَ؟ قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ قَدْ سَأَلْتُ فَقَالَ: ((رَأَيْتُ نُوْرًا)). (رواه مسلم)

“Kalau aku sempat bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh aku akan bertanya. Abu Dzar balik bertanya, “Apa yang akan kau tanyakan?” Aku akan bertanya, “Apakah beliau melihat Rabbnya?” Abu Dzar pun berkata, “Sungguh aku telah bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menjawab, ‘Aku melihat cahaya’.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 178).


Melihat Baitul Ma’mur di Kisah Isra Mi’raj

Dalam perjalanan isra’ mi’raj ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Beliau lihat bapak para nabi itu tengah bersandar di Baitul Ma’mur. Terjadilah dialog antara kedua rasul. Sebagaimana yang sudah kita bahas di artikel sebelumnya. Namun, ada poin penting lainnya dalam kejadian tersebut yang belum kita bahas. Yaitu tentang Baitul Ma’mur. Apa itu Baitul Ma’mur?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ رُفِعَ لِي البَيْتُ المَعْمُورُ”. وفي رواية مسلم: “ثُمَّ رُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ مَا هَذَا؟ قَالَ: هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، إِذَا خَرَجُوا مِنْهُ لَمْ يَعُودُوا فِيهِ آخِرُ مَا عَلَيْهِمْ

“Kemudian aku dinaikkan menuju Baitul Ma’mur.” Dalam riwayat lain, “Kemudian ditampakkan padaku Baitul Ma’mur. Aku bertanya, ‘Apa ini Jibril?’ Ia menjawab, ‘Ini adalah Baitul Ma’mur yang setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat. Jika mereka telah memasukinya, mereka tak akan kembali. Itulah kali pertama dan untuk terakhir mereka masuk ke dalamnya’.”

Dalam riwayat an-Nasai terdapat keterangan tambahan:

إِذَا خَرَجُوا مِنْهُ لاَ يَعُودُونَ إِلَيْهِ أَبَدًا

“Kalau mereka telah keluar dari Baitul Ma’mur, mereka tak akan kembali lagi selama-lamanya.” (HR. an-Nasai dalam Kitab at-Tafsir Surat ath-Thur (11530) dari Anas radhiallahu ‘anhu).

Malaikat hanya sakali seumur hidup mereka memasuki Baitul Ma’mur. Teringat akan kewajiban yang Allah berikan kepada kita, wajib ke Baitullah al-Haram seumur hidup satu kali. Hanya saja bedanya, kita bisa dan diizinkan untuk melakukannya lebih dari satu kali.

Merenungkan hadits ini menimbulkan rasa khusyuk dan tunduk kepada Allah Ta’ala. Sejak Baitul Ma’mur diciptakan, setiap hari 70.000 malaikat memasukinya. Dan tidak mengulanginya. Alangkah banyaknya jumlah malaikat-malaikat yang mereka itu sangat taat dan tunduk kepada Allah. Dan kita juga semakin memahami sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ، وَأَسْمَعُ مَا لاَ تَسْمَعُونَ أَطَّتِ السَّمَاءُ، وَحُقَّ لَهَا أَنْ تَئِطَّ مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلاَّ وَمَلَكٌ وَاضِعٌ جَبْهَتَهُ سَاجِدًا لِلهِ .

“Sesungguhnya aku melihat apa yang tak kalian lihat. Aku mendengar apa yang tak kalian dengar. Langit itu merintih. Dan sudah sewajarnya ia merintih. Tidak ada tempat tersisa empat jari pun kecuali ada malaikat yang meletakkan dahinya sujud kepada Allah.” (HR. at-Turmudzi dalam Kitab az-Zuhd 2312 dan selainnya).

Saking banyaknya jumlah malaikat yang memadati langit, langit pun layak untuk merintih. Jadi, beliau melihat Baitul Ma’mur sebanyak dua kali. Saat perjumpaan dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Saat itu, beliau hanya bertanya tentang Nabi Ibrahim. Karena Nabi Ibrahimlah yang jadi inti pertemuan kali itu. Kemudian saat naik ke Sidraul Muntaha, disitulah beliau melihat Baitul Ma’mur dengan lebih jelas.

Lalu seperti apa bentuk Baitul Ma’mur itu? Baitul Ma’mur adalah sesuatu yang gaib. Kita tidak bisa mengetahui dengan cara rekaan dan khayalan. Satu-satunya cara untuk mengetahui seperti apa Baitul Ma’mur itu adalah melalui wahyu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالطُّورِ (1) وَكِتَابٍ مَسْطُورٍ (2) فِي رَقٍّ مَنْشُورٍ (3) وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ (4) وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِ (5) وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ (6) إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَاقِعٌ}

“Demi bukit, dan Kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Ma’mur, dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api. Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi.” [Quran Ath-Thur: 1-7].

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan menyebut Baitul Ma’mur. Sumpah Allah dengan menggunakan makhluknya menunjukkan bahwa makhluk itu besar dan agung.


MELIHAT NERAKA

Imam Ibnu Maajah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muusaa, dari Hammaad bin Salamah, dari ‘Aliy bin Zaid, dari Abu Ash-Shalt, dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Pada malam Isra mi’raj aku mendatangi suatu kaum, perut mereka seperti rumah-rumah yang dihuni oleh ular dan dapat dilihat dari luar perut-perut mereka. Aku pun bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” ia menjawab, “Mereka adalah pemakan riba.” [HR Ibnu Maajah no. 2264].

Imam Abu Daawud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mushaffaa, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mughiirah, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Shafwaan, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Raasyid bin Sa’d dan ‘Abdurrahman bin Jubair, dari Anas bin Maalik, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.” [HR Abu Daawud no. 4235. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad no. 12861].


RINGKASAN PERISTIWA ISRO'MI'ROJ

 Memulai Malam Isra Mi’raj

Perjalanan isra’ mi’raj menempatkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di kedudukan yang tinggi. Sebuah kedudukan yang mengantarkan beliau pada derajat dengan limpahan kenikmatan. Ditampakkan perkara-perkara gaib yang tidak diketahu manusia selain beliau. Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}

“Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” [Quran An-Najm: 18].

Usai shalat isya’ dan beristirahat sejenak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang saat itu berbaring di Masjidil Haram didatangi malaikat Jibril. Dada beliau dibelah.

“Lalu hatiku dikeluarkan dan dicuci dengan air zamzam kemudian dikembalikan ke tempatnya dan memenuhinya dengan iman dan hikmah,” sabda beliau dalam riwayat Imam Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah.

Setelah itu didatangkanlah buraq yang nantinya menjadi kendaraan beliau sewaktu isra. Buraq berarti barq yang artinya kilat.

“Didatangkan kepadaku Buraq –yakni seekor tunggangan berwarna putih, tinggi, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal, ia meletakkan langkahnya sejauh pandangannya,” sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik.

Setiba di Masjidil Aqsa, beliau shalat dua rakaat, mengimami ruh para Nabi. Usai shalat dan keluar dari Masjid Al Aqsa, Malaikat Jibril datang membawa dua wadah minuman. Satu berisi susu dan satu lagi khamar. Rasulullah pun memilih susu. “Sungguh engkau telah memilih kesucian,” kata Jibril dalam lanjutan hadits tersebut.


Perjalanan Suci Kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad

Kisah isra mi’raj pun dimulai. Rasulullah naik buraq bersama Jibril hingga tiba di langit pertama. Mari kita simak kisah beliau dalam hadits yang panjang, lanjutan dari hadits Shahih Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah di atas.

“Lalu aku dibawa di atas punggung Buraq dan Jibril pun berangkat bersamaku hingga aku sampai ke langit dunia lalu dia meminta dibukakan pintu langit.

Dia ditanya, “Siapakah ini?”
Ia menjawab, “Jibril.”
Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad.”
“Apakah dia telah diutus?”
“Dia telah diutus.”

Kami pun dibukakan pintu, lalu aku bertemu Nabi Adam ‘alaihis salam. Ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit kedua. Maka Jibril minta dibukakan pintu.

“Siapakah ini?”
“Jibril.”
“Siapakah yang bersamamu?”
“Muhammad.”
“Apakah dia telah diutus kepadaNya?”
“Dia telah diutus kepadaNya.”

Kami pun dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan dua orang sepupuku yaitu Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria ‘alaihimussalam. Maka keduanya menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit ketiga. Maka Jibril minta dibukakan pintu.

“Siapakah ini?”
“Jibril.”
“Siapakah yang bersamamu?”
“Muhammad.”
“Apakah dia telah diutus kepadaNya?”
“Dia telah diutus kepadaNya.”

Kami pun dibukakan pintu, lalu aku bertemu Nabi Yusuf yang telah dianugerahi setengah dari ketampanan manusia sejagat. Maka Yusuf menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Lalu berlanjut hingga di langit ke tujuh.

Kami pun dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul makmur. Di mana tempat itu setiap harinya dimasuki oleh 70.000 malaikat dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.


Menuju Sidratul Muntaha

Kemudian Buraq tersebut pergi bersamaku ke sidratul muntaha yang lebar daun-daunnya seperti telinga gajah dan besar buah-buahnya seperti tempayan besar. Tatkala perintah Allah memenuhi sidratul muntaha, sidratul muntaha berubah dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya. Maka Allah memberiku wahyu dan mewajibkan kepadaku sholat 50 kali dalam sehari semalam.

Kemudian aku turun dan bertemu Musa lalu ia bertanya, “Apa yang diwajibkan Rabbmu terhadap umatmu?”

Aku menjawab, “Sholat 50 kali.”

Musa berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Sesungguhnya aku telah menguji Bani Israel dan aku telah mengetahui bagaimana kenyataan mereka.”

“Aku akan kembali kepada Rabbku.”

Lalu aku memohon, “Ya Rabb, berilah keringanan kepada umatku.” Aku diberi keringanan lima sholat. Lalu aku kembali kepada Musa ‘alaihis salam. Aku berkata kepadanya, “Allah telah memberikan keringanan lima kali.” Musa mengatakan, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan hal itu, maka kembalilah kepada Rabbmu dan minta keringanan.”

Aku terus bolak-balik antara Rabbku dengan Musa hingga Rabbku berfirman, “Wahai Muhammad sesungguhnya kewajiban sholat itu lima kali dalam sehari semalam. Setiap sholat mendapat pahala 10 kali lipat, maka 5 kali sholat sama dengan 50 kali sholat. Barangsiapa berniat melakukan satu kebaikan yang dia tidak melaksanakannya maka dicatat untuknya satu kebaikan. Dan jika ia melaksanakannya, maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu kejelekan namun dia tidak melaksanakannya maka kejelekan tersebut tidak dicatat sama sekali. Dan jika ia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejelekkan.”

Kemudian aku turun hingga bertemu Musa lalu aku beritahukan kepadanya. Maka ia mengatakan, “Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan lagi.”

Aku menjawab, “Aku telah berulang kali kembali kepada Rabbku hingga aku merasa malu kepadaNya.”


Hadits-hadits Peristiwa Isra’ Mi’raj

Hadits-hadits yang menerangkan peristiwa Isra’ Mi’raj adalah hadits-hadits yang mutawatir. Asy-Syaikh Al-Albaaniy didalam kitabnya, Al-Isra’ wal Mi’raj menyebutkan bahwa ada 16 sahabat yang meriwayatkan peristiwa ini, diantaranya adalah Anas bin Maalik, Abu Dzar Al-Ghifaariy, Maalik bin Sha’sha’ah, Ibnu ‘Abbaas, Jaabir bin ‘Abdillaah, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’b, Buraidah Al-Aslamiy, Hudzaifah bin Al-Yamaan, Syaddaad bin ‘Aus, Shuhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’uud, ‘Aliy bin Abi Thaalib, ‘Umar bin Al-Khaththaab -radhiyallahu ‘anhum-.

Telah menceritakan kepada kami Anas bin Maalik, dari Malik bin Sha’sha’ah -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku berada di sisi Baitullah antara tidur dan sadar”. Lalu Beliau menyebutkan, yaitu: “Ada seorang laki-laki diantara dua laki-laki yang datang kepadaku membawa baskom terbuat dari emas yang dipenuhi dengan hikmah dan iman, lalu orang itu membelah badanku dari atas dada hingga bawah perut, lalu dia mencuci perutku dengan air zamzam kemudian mengisinya dengan hikmah dan iman.

Kemudian aku diberi seekor hewan tunggangan putih yang lebih kecil dari pada bighal namun lebih besar dibanding keledai bernama Al-Buraq. Maka aku berangkat bersama Jibril Alaihissalam, hingga sampai di langit dunia. Lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang telah tiba”. Kemudian aku menemui Adam Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari anak keturunan dan Nabi”.

Kemudian kami naik ke langit kedua lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui ‘Iisaa dan Yahyaa Alaihimassalam lalu keduanya berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.

Kemudian kami naik ke langit ketiga lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Yuusuf Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.

Kemudian kami naik ke langit keempat lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baik kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Idriis Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.

Manusia dengan akhlak terbaik? Siapakah dia? Apa gunanya memiliki akhlak: moral, pandangan, dan tingkah laku…

Kemudian kami naik ke langit kelima lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Lalu aku menemui Haaruun Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.

Kemudian kami naik ke langit keenam lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Kemudian aku menemui Muusaa ‘Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”. Ketika aku sudah selesai menemuinya, tiba-tiba dia menangis. Lalu ditanyakan; “Mengapa kamu menangis?”. Muusaa menjawab; “Ya Rabb, anak ini yang diutus setelah aku, ummatnya akan masuk surga dengan kedudukan lebih utama dibanding siapa yang masuk surga dari ummatku”.

Kemudian kami naik ke langit ketujuh lalu ditanyakan; “Siapakah ini?”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baiknya kedatangan orang yang datang”. Kemudian aku menemui Ibraahiim ‘Alaihissalam dan memberi salam kepadanya lalu dia berkata; “Selamat datang bagimu dari saudara dan Nabi”.

Kemudian aku ditampakkan Al-Baitul Ma’mur. Aku bertanya kepada Jibril, lalu dia menjawab; “Ini adalah Al-Baitul Ma’mur, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat mendirikan sholat disana. Jika mereka keluar (untuk pergi shalat) tidak ada satupun dari mereka yang kembali”. Kemudian diperlihatkan kepadaku Sidratul Muntaha yang ternyata bentuknya seperti kubah dengan daun jendelanya laksana telinga-telinga gajah. Di dasarnya ada empat sungai yang berada di dalam (disebut Bathinan) dan di luar (Zhahiran) “. Aku bertanya kepada Jibril, maka dia menjawab; “Adapun Bathinan berada di surga sedangkan Zhahiran adalah An-Nail dan Al-Furat (dua nama sungai di dunia)”.

Kemudian diwajibkan atasku shalat lima puluh kali (dalam sehari). Aku menerimanya hingga aku datang pada Muusaa ‘Alaihissalam dan bertanya; “Apa yang telah diwajibkan?”. Aku jawab: “Aku diwajibkan shalat lima puluh kali”. Muusaa berkata; “Akulah orang yang lebih tahu tentang manusia daripada engkau. Aku sudah berusaha menangani Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Dan ummatmu tidak akan sanggup melaksanakan kewajiban shalat itu. Maka itu kembalilah kau kepada Rabbmu dan mintalah (keringanan) “. Maka aku meminta keringanan lalu Allah memberiku empat puluh kali shalat lalu aku menerimanya dan Muusaa kembali menasehati aku agar meminta keringanan lagi, kemudian kejadian berulang seperti itu (nasehat Muusaa) hingga dijadikan tiga puluh kali lalu kejadian berulang seperti itu lagi hingga dijadikan dua puluh kali kemudian kejadian berulang lagi hingga menjadi sepuluh lalu aku menemui Muusaa dan dia kembali berkata seperti tadi hingga dijadikan lima waktu lalu kembali aku menemui Muusaa dan dia bertanya; “Apa yang kamu dapatkan?”. Aku jawab; “Telah ditetapkan lima waktu”. Dia berkata seperti tadi lagi. Aku katakan; “Aku telah menerimanya dengan baik”. Tiba-tiba ada suara yang berseru: “Sungguh Aku telah putuskan kewajiban dariku ini dan Aku telah ringankan untuk hamba-hambaKu dan aku akan balas setiap satu kebaikan (shalat) dengan sepuluh balasan (pahala) “. [HR Al-Bukhaariy no. 2968, dan ini adalah lafazh Al-Bukhaariy].

Didalam lafazh Muslim no. 234,

Dari Anas bin Maalik bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: (tanpa menyebutkan peristiwa pembelahan dada)… “Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.” Beliau bersabda lagi: “Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke BAITUL MAQDIS.” Beliau bersabda lagi: “Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Dan aku pun memilih susu. Lalu Jibril berkata, ‘Kamu telah memilih fitrah’. Lalu Jibril membawaku naik ke langit.…(matan hadits selanjutnya sama dengan lafazh Al-Bukhari hingga…)…

Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Rabbku dan Nabi Muusaa, sehingga Allah berfirman: “Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardhukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardhu dilipatgandakan dengan pahala sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardhu. Begitu juga barangsiapa yang berniat untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya”. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Muusaa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu, mintalah keringanan”. Aku menjawab, “Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Rabbku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.”

AL CHADITS MU'JIZAT ISRO' DAN MI'ROJ SOAL PERISTIWA PERINTAH Sholat

AL CHADITS MU'JIZAT ISRO' DAN MI'ROJ  SOAL PERISTIWA PERINTAH SHOLAT

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ فَرَحَّبَ بِي وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِابْنَيْ الْخَالَةِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَيَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّاءَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا فَرَحَّبَا وَدَعَوَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قَالَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِدْرِيسَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا } ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِهَارُونَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى السِّدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلَالِ قَالَ فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَ تَغَيَّرَتْ فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ مَا أَوْحَى فَفَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ خَمْسِينَ صَلَاةً قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي فَقُلْتُ يَا رَبِّ خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقُلْتُ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ قَالَ فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلَاةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً قَالَ فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ قَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.” Beliau bersabda lagi: “Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke Baitul Maqdis.” Beliau bersabda lagi: “Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Dan aku pun memilih susu. Lalu Jibril berkata, ‘Kamu telah memilih fitrah’. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, maka ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Ditanyakan lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutus? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutus.’ Maka dibukalah pintu untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Adam, dia menyambutku serta mendoakanku dengan kebaikan. Lalu aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril lalu minta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis Salam, ternyata dia telah dikaruniakan dengan kedudukan yang sangat tinggi. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris Alaihis Salam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Allah berfirman: ‘(Dan kami telah menganggkat ke tempat yang tinggi darjatnya) ‘. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihissalam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawabnya, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan.” Beliau bersabda: “Ketika beliau menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu Allah memberikan wahyu kepada beliau dengan mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa Alaihissalam, dia bertanya, ‘Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ‘ Beliau bersabda: “Shalat lima puluh waktu’. Nabi Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan menguji mereka’. Beliau bersabda: “Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, ‘Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku’. Lalu Allah subhanahu wata’ala. mengurangkan lima waktu shalat dari beliau’. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku’. Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’. Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya’. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’. Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.” (HR. Muslim No. 234)

KILASAN ISRO' MI'ROJ

ISRO' MI'ROJ


Kata Penghantar

Isra’ Mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. sebelum hijrah ke Madinah. Kaum Quraisy saat itu menjadikan pengalaman Nabi ini sebagai bahan olok-olok sambil mengatakan tidak mungkin perjalanan sejauh itu ditempuh dalam semalam. Namun, bagi orang mukmin, kabar dan pengalaman Nabi Muhammad ini adalah sesuatu yang harus dipercaya dan dilihat sebagai mukjizat yang diberikan Allah kepada hamba pilihan-Nya.


Ayat-ayat Al Qur’an terkait Isra’ Mi’raj

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Isra‘: 1)


Makna Al-Isra’

Isra adalah Allah memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjdil Aqsha di Al-Quds, secara fisik dan ruh, dalam keadaan sadar, lalu kembali ke Makkah dalam sebagian malam. Kaum mukminin tidak merasa aneh dengan hal ini karena semuanya terjadi dengan perintah dan kekuasaan Allah Ta’ala.

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: Jadilah! Maka terjadilah ia. (QS. Yaasiin, 36: 82)

Latar Belakang Terjadinya Isro' Mi'roj

Dengan wafatnya Abu Thalib dan Khadijah radhiyallahu ‘anha, kaum Quraisy merasa lebih leluasa mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semakin meningkatkan penganiayaan mereka kepada para sahabat, sehingga kondisi itu memaksa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Thaif untuk berdakwah dan meminta bantuan kepada para pemimpinnya agar bersedia melindungi dakwahnya.  Namun para pemimpin dan penduduk Thaif ternyata  tidak lebih baik dari peduduk Makkah. Beliau dilukai dan dihina sampai akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke Makkah dengan perasaan duka yang mendalam. Dalam situasi penuh duka dan kesedihan inilah Allah Ta’ala muliakan Nabinya dengan mukjizat Isra’ mi’raj untuk meringankan jiwanya yang terluka dan hatinya yang berduka.

Di dalam peristiwa mukjizat ini beliau menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah ta’ala yang agung serta isyarat-isyarat pertolongan-Nya sehingga bertambahlah keyakinannya bahwa Allah Ta’ala akan selalu menolongnya. Semakin kuat pula azam dan ruhiyah beliau dalam menyampaikan risalah Rabbnya.


Hikmah Isra ke Masjidil Aqsha

Isra menuju ke Masjidil Aqsha dan tidak ke masjid lainnya adalah karena kedudukan dan kemuliaan masjid ini di sisi Allah Ta’ala, serta untuk menjelaskan hubungan erat di antara para nabi, juga menjelaskan hubungan antara agama yang mereka bawa dari Allah Ta’ala. Dalam hal ini terdapat pula isyarat pewarisan risalah kepada rasul terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Masjidil Aqsha dan sekitarnya menjadi tanah Islam yang harus dijaga oleh kaum muslimin, dan dibebaskan dari tangan-tangan para penjarah.


Diantara Tiga Pilihan (Khamr, Susu, dan Madu)

Saat di Baitul Maqdis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dihidangkan susu dan khamr. Kemudian beliau memilih susu. Di langit ketujuh, beliau kembali mendapat jamuan demikian. Hanya saja bedanya, saat di langit tidak disebutkan beliau mengalami haus seperti ketika di dunia. Jadi jamuan ini seakan pemuliaan dan sambutan setelah beliau menyaksikan banyak hal yang menakjubkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ أُتِيتُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ، وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ، وَإِنَاءٍ مِنْ عَسَلٍ، فَأَخَذْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ: هِيَ الفِطْرَةُ الَّتِي أَنْتَ عَلَيْهَا وَأُمَّتُكَ

“Setelah itu aku diberi wadah yang berisi khamr, susu, dan madu. Aku mengambil wadah yang berisi susu. Jibril berkata, ‘Itu adalah fitrah, yang engkau dan umatmu berada di atasnya.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab al-Mi’raj, 3674).

Hal ini menunjukkan pujian untuk Nabi dan umatnya. Jibril mengabarkan bahwa umat ini berada di atas fitrah yang bersih. Hanya saja manusia terkadang mengotori sendiri sesuatu yang bersih itu.


Ringkasan Kejadian Mi’raj

Perjalanan isra’ diteruskan dengan perjalanan mi’raj. Nabi naik bersama Malaikat Jibril, ke langit dunia, kemudian ke langit berikutnya. Setiap penghuni langit menyambutnya, para nabi yang ada di setiap langit memberikan salam kepadanya. Adam di langit pertama, Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya di langit kedua, Idris di langit keempat, Harun di langit keempat, Musa di langit keenam, dan Ibrahim di langit ketujuh. Kemudian setelah melintasi mereka sehingga sampai di langit ke tujuh, dan melihat Sidratul Muntaha di sana. Di sinilah berhenti ilmunya para malaikat. Di sinilah Malaikat Jibril berhenti, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maju melewatinya sehingga dekat dengan Allah Ta’ala. Tidak ada yang pernah melintasinya selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada malam itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Jibril dalam bentuk aslinya. Inilah kali kedua melihat Jibril dalam bentuk asli. Kali pertama terjadi setelah masa fatrah (jeda) wahyu sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ

“Dan Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.” (QS. At Takwir, 81: 29)

Pada malam itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat Baitul Ma’mur, surga dan neraka; Allah wajibkan shalat limapuluh waktu, kemudian diringankan sampai lima waktu sebagai salah satu bentuk rahmat dan kelembutan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya.

Hal ini menunjukkan perhatian besar terhadap kemuliaan shalat, menunjukkan hikmah disyariatkannya. Seolah-olah Allah Ta’ala berkata kepada hamba-hamba-Nya yang beriman: “Jika mi’raj rasul kalian dengan fisik dan ruhnya ke langit sebagai mukjizat, maka hendaklah setiap hari kalian lima kali mi’raj dengan ruh dan hati kalian kepada-Ku, sehingga bersih dari maksiat dan dosa. Dan ini adalah buah yang sangat besar dari shalat.

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al Ankabut, 29: 45)

Setelah itu,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari langit ke Baitul Maqdis, naik buraq kembali ke Makkah saat malam masih gelap dan mulai bercampur dengan cahaya shubuh.


Kejadian dalam Isra’

Ketika Jibril usai membedah dada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’ itu, dan mempersiapkan sarana untuk perjalanan mengagumkan ini dengan Buraq –kendaraan berwarna putih, lebih besar dari keledai, lebih kecil dari bighal, sangat cepat, jangkauan kaki depannya sejauh pandangan matanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengendarainya didampingi Malaikat  Jibril, lalu Buraq itu pergi ke Baitul Maqdis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun. Jibril mengikat Buraq lalu masuk masjid, beliau  bertemu dengan Ibrahim, Musa, dan Isa alaihimassalam bersama dengan sejumlah para nabi yang telah berkumpul untuk menyambutnya. Malaikat Jibril membawa beliau ke depan, lalu mengimami shalat dua rakaat. Kemudian keluar dari masjid dan Jibril membawa dua gelas –satu berisi khamr dan satunya berisi susu- lalu nabi memilih susu, dan Jibril berkata: “Engkau telah memilih yang fitrah, engkau telah memilih tanda Islam dan istiqamah.


Makna Mi’raj

Mi’raj adalah naiknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan fisik dan ruhnya dalam keadaan sadar, dari Baitul Maqdis sampai ke langit ke tujuh, dan seterusnya, kemudian kembali ke Baitul Maqdis, di sebagian malam yang singkat.

Kisah Isra Mi’raj menurut al-Maududi dan mayoritas ulama terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 Masehi. Mi’raj secara bahasa artinya adalah naik. Secara istilah adalah naiknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke sidratul muntaha. Dalam Al Qur’an, mi’raj ini disinggung dalam surat An Najm. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, isra (اسرى) atau sara (سرى) artinya adalah perjalanan di malam hari. Secara istilah, isra’ adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina.

Ujian Bagi Mukminin

Mukjizat isra mi’raj ini pun sekaligus menjadi ujian bagi  kaum muslimin, sehingga tersaringlah mana yang kuat keimanannya dan mana yang lemah keimanannya di antara mereka. Ibnu Ishaq rahimahullah berkata:

وَكَانَ فِي مَسْرَاهُ وَمَا ذُكِرَ عَنْهُ بَلَاءٌ وَتَمْحِيصٌ وَأَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ فِي قُدْرَتِهِ وَسُلْطَانِهِ فِيهِ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ وَثَبَاتٌ لِمَنْ آمَنَ وَصَدّقَ وَكَانَ مِنْ أَمْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى يَقِينٍ فَأُسْرِيَ بِهِ كَيْفَ شَاءَ لِيُرِيَهُ مِنْ آيَاتِهِ مَا أَرَادَ حَتّى عَايَنَ مَا عَايَنَ مِنْ أَمْرِهِ وَسُلْطَانِهِ الْعَظِيمِ وَقُدْرَتِهِ الّتِي يَصْنَعُ بِهَا مَا يُرِيدُ

“…Perjalanan ini dan seluruh peristiwa yang disebutkan di dalamnya menjadi ujian dan penyaringan; menjadi  salah satu bukti kekuatan kehendak dan kekuasaan-Nya.  Di dalamnya terdapat pelajaran bagi kaum yang berfikir, petunjuk dan rahmat-Nya, serta peneguhan bagi mereka yang beriman dan membenarkan. Peristiwa ini adalah urusan Allah Ta’ala yang harus diyakinibagaimana Allah memperjalankan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya untuk menunjukkan kepadanya ayat-ayat yang dikehendaki-Nya. Sehingga terlihat jelas sebagian ayat-ayat dan kekuatan-Nya yang agung serta kehendaknya untuk melakukan apa yang diinginkan-Nya.” (Siratun Nabiy libni Hisyam, Juz 2 hal. 2)


Rasulullah Menghadapi Reaksi Kaumnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke rumah Ummu Hani’, menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya kepada Ummu Hani’. Kemudian ia bangkit memberitahukan hal ini kepada umat manusia. Ummu Hani berusaha untuk mencegahnya, memintanya untuk tidak membicarakan hal ini karena khawatir mereka akan mendustakannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terpengaruh dengan hal ini, dan dengan terang-terangan ia sampaikan hal ini  kepada kaumnya untuk membuka mata mereka akan keagungan Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya serta membuktikan kedudukannya di sisi Rabbnya; beliau  tidak takut pendustaan dan cemoohan mereka karena tsiqah dengan risalah yang dibawanya serta kebenaran yang dialaminya malam itu.

Hal ini menjadi teladan bagi ashabudda’wah, agar berani dalam menyatakan kebenaran. Ia tidak takut posisinya di hati umat manusia. Tidak menyembunyikannya hanya karena ingin selalu dekat dengan mereka. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا

(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan. (QS. Al-Ahzab, 33: 39)


Sikap Kaum Kafir terhadap Isra’ Mi’raj

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar di pagi hari ke tempat berkumpulnya kaum Quraisy. Ketika Abu Jahal sudah datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan pengalamannya itu. Maka Abu Jahal berseru, “Wahai Bani Ka’b bin Lu’aiy kemarilah.” Setelah kafir Quraisy berkumpul, Rasulullah sampaikan kejadian yang baru saja dialaminya. Ada di antara mereka yang bertepuk tangan, ada yang memegang kepalanya, karena aneh dan tidak percaya.

Kemudian  mereka menguji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memintanya untuk menerangkan tentang Baitul Maqdis, karena di antara mereka ada yang pernah melihatnya ketika mereka berdagang ke Syam. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah melihat sebelumnya, dan tidak sempat memperhatikan sifat-sifatnya ketika berada di sana. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat tegang, tidak pernah setegang itu sebelumnya. Lalu Allah Ta’ala hadirkan Masjidil Aqsha itu dalam pandangannya, sehingga dapat menerangkannya dari satu pintu ke pintu lainnya, dari satu tempat ke tempat lain.

Mereka berkata: Penjelasannya tepat sekali. Kemudian mereka menanyakan tentang rombingan dagang mereka yang baru sampai di Syam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menerangkan jumah onta dan keadaan mereka di sana. Rasulullah mengatakan kepada kaum Quraisy: Mereka akan tiba pada hari anu, bersamaan dengan terbitnya matahari, didahului oleh onta berwarna abu-abu. Lalu mereka pada hari itu segera keluar dan menunggu rombongan dagang untuk membuktikan kebenaran cerita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka sedang menunggu, ada seseorang yang berkata, Demi Allah, sekarang matahari telah terbit, dan yang lain mengatakan, Demi Allah, kafilah dagang telah tiba, onta terdepan berwarna abu-abu seperti yang telah Muhammad sampaikan. Kemudian hal ini tidak menambah kepada mereka kecuali sikap sombong dan durhaka. Sehingga mereka berkata: “Ini jelas-jelas sihir. (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, hal. 72, 37; Ad-Dalail, Juz 2, hal. 108; dan Sirah Al-Halabiyah, Juz 1, hal. 397).


Sikap Kaum Muslimin Terhadap Isra’ Mi’raj

Beberapa perawi menyebutkan bahwa ada beberapa orang yang lemah iman murtad dan meninggalkan agamanya karena hati dan akal mereka tidak sanggup menerima hal ini. Mereka tidak percaya karena belum mampu memahaminya. Kepada mereka inilah firman Allah Ta’ala diturunkan,

وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِالنَّاسِ ۚ وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ ۚ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْيَانًا كَبِيرًا

“Dan (ingatlah), ketika kami wahyukan kepadamu: ‘Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia’, dan kami tidak menjadikan mimpi yang telah kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka. (QS. Al Isra’, 17: 60)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ جَاءَ مِنْ لَيْلَتِهِ، فَحَدَّثَهُمْ بِمَسِيرِهِ، وَبِعَلاَمَةِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَبِعِيرِهِمْ، فَقَالَ نَاسٌ: نَحْنُ لاَ نُصَدِّقُ مُحَمَّدًا بِمَا يَقُولُ! فَارْتَدُّوا كُفَّارًا، فَضَرَبَ اللهُ أَعْنَاقَهُمْ مَعَ أَبِي جَهْلٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam isra’ ke Baitul Maqdis, kemudian pada suatu malam beliau datang dan menceritakan pengalaman perjalanannya, ciri-ciri Baitul Maqdis dan rombongan dagang mereka (yang datang dari sana). Maka ada sebagian orang yang berkata: ‘Kami tidak membenarkan ucapan Muhammad’. Kemudian mereka murtad –kembali kafir, sehingga di kemudian hari Allah Ta’ala penggal leher mereka bersama dengan Abu Jahal.” (HR. An-Nasa’i dan Abu Ya’la, berkata Husain bin Salim: isnadnya shahih).

Sedangkan kaum mukminin lainnya, yang Allah lapangkan dadanya, Allah terangi hatinya, mereka tetap teguh dalam iman dan membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –dan yang terdepan dalam hal ini adalah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata,

 لَمَّا أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى أَصْبَحَ يَتَحَدَّثُ النَّاسُ بِذَلِكَ ، فَارْتَدَّ نَاسٌ مِمَّنْ  كَانُوا آمَنُوا بِهِ وَصَدَّقُوهُ ، وَسَعَوْا بِذَلِكَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَقَالُوا : هَلْ لَكَ فِي صَاحِبِكَ ؟ يَزْعُمُ أَنَّهُ أُسْرِيَ بِهِ فِي اللَّيْلِ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، قَالَ : أَوَ قَالَ ذَلِكَ ؟ قَالُوا : نَعَمْ ، قَالَ : لَئِنْ كَانَ قَالَ ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ ، قَالُوا : وَتُصَدِّقُهُ أَنَّهُ ذَهَبَ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، وَجَاءَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، إِنِّي لأُصَدِّقُهُ بِمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ : أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غُدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ ، فَلِذَلِكَ سُمِّيَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقَ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam isra ke masjdil Aqsha, pada pagi harinya beliau sampaikan hal itu kepada orang-orang. Lalu ada sebagian orang yang telah beriman menjadi murtad  padahal sebelumnya telah beriman dan membenarkannya. Mereka segera menemui Abu Bakr dan bertanya: ‘Apakah engkau telah mendengar sahabatmu yang mengaku telah diperjalankan ke Baitul Maqdis malam tadi?’ Abu Bakar bertanya: ‘Betulkah ia mengatakan hal itu?’ Mereka mejawab: ‘Ya, betul.’ Lalu kata Abu Bakar: ‘Jika ia yang mengatakan hal itu, pasti benar’. Mereka berkata: ‘Kamu membenarkannya telah pergi malam tadi ke Baitul Maqdis kemudian sebelum subuh sudah tiba kembali?’ Kata Abu Bakar: ‘Sesungguhnya aku telah membenarkan yang lebih aneh dari itu, aku membenarkannya telah menerima berita dari langit, ketika pagi atau sore.’ Karena itulah ia digelari Abu Bakar ash Shiddiq.” (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir , Juz 5, hal. 26, 38; Ad-Dalail, Juz 2, hal. 106; dan Musnad Ahmad).

MENCAPAI CHUSNUL KHOTIMAH

MENCAPAI CHUSNUL KHOTIMAH

Syeikh Sihabuddin Ibn Hajar al Asqalani mendapat Ijazah dari Al 'Allamah Syeikh Muhammad Al Khotib Asy Syamiy yang berasal dari Syam/sekarang Siria kemudian menjadi penduduk Madinah dan bermadzhab Hambali, beliau adalah putera Usman bin Abbas bin Usman dari guru-gurunya, bersambung sampai Abu Dzar Al Ghifari ra., dari Rasulullah saw. mengenai hal yang beliau riwayatkan dari Tuhannya. Allah ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا، يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ ضَآلٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُوْنِيْ اَهْدِكُمْ ، يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ جَآئِعٌ اِلاَّ مَنْ اَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِيْ اُطْعِمْكُمْ ، يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ عَارٍ اِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِيْ اَكْسُكُمْ ، يَا عِبَادِيْ اِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَاَنَا اَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ اَغْفِرْ لَكُمْ ، يَا عِبَادِيْ اِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوْا ضُرِّيْ فَتَضُرُّوْنِيْ وَلَنْ تَبْلُغُوْا نَفْعِيْ فَتَنْفَعُوْنِيْ ، يَا عِبَادِيْ لَوْ اَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى اَتْقَى قَلْبِ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِيْ مُلْكِيْ شَيْئًا ، يَا عِبَادِيْ لَوْ اَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى اَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذلِكَ مِنْ مُلْكِيْ شَيْئًا ، يَا عِبَادِيْ لَوْ اَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَا مُوْ ا فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِيْ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْئَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِك َ مِمَّا عِنْدِيْ إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ ، يَا عِبَادِيْ إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيْكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

"Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim atas Dzat-Ku sendiri dan Aku telah menjadikan perbuatan dhalim tersebut sebagai perbuatan yang diharamkan di antara kamu sekalian; oleh karena itu janganlah kamu sekalian saling berbuat dhalim.

Wahai para hamba-Ku, setiap orang dari kamu sekalian adalah orang yang sesat, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk; oleh karena itu mintalah kamu sekalian petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi petunjuk kepada kamu sekalian.

Wahai para hamba-Ku, masing-masing dari kamu sekalian adalah orang yang lapar kecuali orang yang telah Aku beri makan; oleh karena itu mintalah makan kamu sekalian kepada-Ku, niscya Aku akan memberi makan kamu sekalian.

Wahai para hamba-Ku, masing-masing dari kamu sekalian adalah orang yang telanjang kacuali orang yang telah aku beri pakaian; oleh karena itu mintalah pakaian kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan pakaian kepada kamu sekalian.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang berbuat salah pada malam dan siang hari, sedangkan Aku dapat mengampunkan dosa-dosa semuanya; oleh karena itu mintalah ampun kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunkan dosa-dosa bagi kamu sekalian.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu sekalian tidak akan sampai pada kemelaratan-Ku sehingga kamu sekalian dapat memberi melarat kepadaku; dan kamu sekalian tidak akan sampai pada kemanfaatan-Ku sehingga kamu dapat memberi manfaat kepada-Ku.

Wahai para hamba-Ku, sungguh andaikata permulaan kamu dan akhir kamu, manusia kamu dan jin kamu berada pada keadaan yang paling taqwa dari hati satu orang dari kamu sekalian, niscaya hal itu tidak menambah sesuatupun pada apa yang ada di kerajaan-Ku.

Wahai para hamba-Ku, sungguh andaikata permulaan kamu dan akhir kamu, manusia kamu dan jin kamu adalah berada pada keadaan yang paling durhaka dari hati satu orang dari kamu sekalian, niscaya hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari apa yang ada pada kerajaan-Ku.

Wahai para hamba-Ku, sungguh andaikata permulaan kamu dan akhir kamu, manusia kamu dan jin kamu mereka itu berdiri di sebuah padang, kemudian mereka meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap orang akan permintaannya, niscaya pemberian tersebut tidak mengurangi dari apa yang ada pada-Ku kecuali seperti pengurangan jarum jahit ketika dimasukkan ke dalam laut.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya amal-amal kamu Aku catat untuk kamu sekalian, kemudian Aku cukupi kamu sekalian akan balasan dari amal-amal tersebut. Maka barangsiapa yang mendapat balasan baik, hendaklah dia memuji kepada Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan balasan selain kebaikan, maka janganlah sekali-kali dia mencela kecuali kepada dirinya sendiri".

Hadits yang kedua telah diijazahkan kepada Syeikh Sihabuddin Ibn Hajar al Asqalani oleh Al ‘Allamah Sayyid Ahmad Al Marshafi Al Misri, setelah beliau diberi ijazah oleh Sayyid Abdul Wahhab bin Ahmad Farhat Asy Syafi'i dari guru-gurunya yang bersambung-sambung sampai Abdullah bin Amar bin Ash dari Nabi saw., bahwa beliau telah bersabda:

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَآءِ

"Para penyayang itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah olehmu sekalian makhluk yang ada di bumi, niscaya akan menyayangi kamu sekalian makhluk yang ada di langit".

Pengertian dari hadits ini adalah bahwa orang-orang yang sayang kepada makhluk yang ada di bumi dari manusia dan binatang yang tidak diperintah membunuhnya dengan berbuat baik kepadanya, maka Dzat Yang Maha Penyayang akan berbuat baik kepada mereka. Sayangilah olehmu sekalian siapa saja yang kamu sekalian mampu menyayangi mereka dari jenis-jenis makhluk Allah ta’ala, meskipun makhluk yang tidak berakal, dengan membelasi mereka dan berdoa bagi mereka dengan rahmat dan ampunan, niscaya para malaikat akan memohonkan ampun bagi kamu sekalian. Dan siapakah orang yang disayangi oleh penduduk langit pada umumnya yang mereka itu lebih banyak dari pada penduduk bumi?

Tidak boleh bagi seseorang untuk mendoakan bagi semua orang Islam agar diampunkan semua dosanya atau mendoakan untuk seorang fakir agar diberi uang seratus dinar. Tidak ada jalan baginya yang memudahkan berdoa seperti itu dan dia mengatakan:

"Ini adalah termasuk menyayangi makhluk, karena berdoa seperti itu, yaitu menentukan semua orang, semua dosa, dan seratus dinar adalah bertentangan dengan nash-nash syara’.


Imam Al Ghozali telah dimimpikan dalam tidur lalu dikatakan kepadanya:

"Apakah yang diperlakukan oleh Allah swt. kepadamu?"

Beliau berkata:

"Aku telah dihadapkan kehadapan Allah swt. seraya Allah swt. berfirman kepadaku: "Sebab apa engkau dihadapkan kepada-Ku?" Maka aku mulai menyebutkan amal-amalku.

Kemudian Allah swt. berfirman:

"Aku tidak menerima amal-amal tersebut. Sesungguhnya yang Aku terima dari kamu hanyalah pada suatu hari ada sekor lalat yang hinggap pada tinta penamu untuk meminum tinta tersebut, sedangkan engkau lagi menulis, lalu engkau berhenti menulis karena sayangmu pada lalat tersebut sehingga lalat tersebut dapat mengambil bagiannya".

Allah swt. berfirman:

"Wahai para malaikat, bawalah hamba-Ku Al Ghozali ini ke dalam sorga!"

Dalam hadits Nabi saw. tersebut di atas, lafal يَرْحمَكُمْ ada dua riwayat; ada yang membaca jazam sebagai jawab amar dan ada yang membaca rafa' sebagai jumlah du'aiyyah. Dan membaca rafa' adalah lebih utama, karena doa Nabi saw. tidaklah ditolak.

Di antara sebab-sebab untuk mendapatkan husnul khatimah adalah mengajegkan membaca doa-doa berikut:

اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ هَذِهِ الاُمَّةَ الْمُحَمَّدِيَّةَ بِجَمِيْلِ عَوَائِدِكَ فِيْ الدَّارَيْنِ اِكْرَامًا لِمَنْ جَعَلْتَهَا مِنْ اُمَّتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

"Ya Allah, muliakanlah ummat Nabi Muhammad ini dengan kebagusan dari kebiasaanmu di dunia dan akhirat dengan benar-benar kemuliaan bagi orang yang telah Engkau menjadikannya termasuk ummat Nabi Muhammad saw".

Melanggengkan doa berikut pada waktu antara shalat sunnat subuh dan fardhu shubuh:

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لاُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ اجْبُرْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمِّدٍ اَللَّهُمَّ عَافِ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ احْفَظْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّ دٍ رَحْمَةً عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لاُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مَغْفِرَةً عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فَرْجًا عَاجِلاً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ 

"Ya Allah, ampunkanlah dosa bagi ummat pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, berilah rahmat ummat dari pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, tutupilah cacat dari ummat pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, tamballah kekurangan dari ummat pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, perbaikilah kerusakan dari ummat pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, sejahterakanlah ummat dari pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, jagalah ummat pemimpin kami Nabi Muhammad.

Ya Allah, berilah rahmat ummat pemimpin kami Nabi Muhammad dengan rahmat yang umum wahai Tuhan seru sekalian alam.

Ya Allah, ampunkanlah dosa dari ummat pemimpin kami Nabi Muhammad dengan ampunan yang umum wahai Tuhan seru sekalian alam.

Ya Allah, berilah jalan keluar dari kesulitan ummat pemimpin kami Nabi Muhammad dengan jalan keluar yang segera wahai Tuhan seru sekalian alam".

Mendawamkan membaca doa berikut:

يَا رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ بِقُدْرَتِكَ عَلَى كُلَّ شَيْءٍ اِغْفِرْلِيْ كُلَّ شَيْءٍ وَلاَ تَسْأَلْنِيْ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلاَ تُحَاسِبْنِيْ كُلِّ شَيْءٍ وَأَعْطِنِيْ كُلَّ شَيْءٍ .

"Wahai Tuhan dari setiap sesuatu, demi kekuasaan-Mu terhadap setiap sesuatu, ampunilah daku pada setiap sesuatu, janganlah Engkau menanyai daku tentang setiap sesuatu, janganlah Engkau memperhitungkan daku pada setiap sesuatu, dan berilah daku setiap sesuatu".

Kedua hadits yang diterima oleh Syeikh Sihabuddin tersebut diatas, mengisyaratkan kepada kita untuk tidak pernah berhenti untuk selalu berdoa disamping upaya ikhtiar kita dalam menjalani kehidupan. Dan larangan untuk meremehkan setiap amal kebaikan sekecil apapun dan menyepelekan kemaksiatan remeh apapun. Karena akhiran yang diburu orang mukmin dalam kehidupan ini adalah Khusnul Khotimah/akhiran yang baik, maka kita harus selalu ingat bahwa Allah menyimpan ridlanya dalam setiap amal kebaikan dan menyimpan amarahnya dalam setiap kemaksiatan. Jangan-jangan Allah meridloi pekerjaan yang kita anggap remeh dan mengabaikan segala amal yang kita anggap besar dan patut dibanggakan.

Begitu juga ketika kita menjalankan kemaksiatan yang menurut kita dosa kecil tetapi Allah marah dan memasukkan kita ke neraka. Untuk itu upaya selalu melanggengkan membaca doa agar mendapat akhiran yang baik sebagai bukti kerelaan Allah atas kita haruslah diistiqamahkan disertai upaya untuk menghindar dari perbuatan dzalim dan kemaksiatan dengan sabar. Semoga sukses!

*


URAIAN PERISTIWA ISRO'MI'ROJ

HADITS-HADITS TENTANG ISRA DAN MIRAJ NABI MUHAMMAD SAW

BAB I

PENDAHULUAN

Perjalanan malam (Isrâ) dan naik ke langit (Mi’râj) melahirkan berbagai tafsiran, baik ketika Nabi mengisahkan kejadian itu maupun saat ini dikalangan ulama. Ketika Muhammad pergi ke Ka’bah dan menceritakan pengalamannya, ejekan, tawa, dan hinaan segera bermunculan. Orang Quraisy percaya bahwa akhirnya mereka memiliki bukti bahwa orang yang mengaku Nabi ini sesungguhnya orang gila, karena ia telah berani mengklaim telah melakukan perjalan ke Yerusalem dalam satu malam (yang biasanya membutuhkan waktu beberapa minggu), dan lebih dari itu, juga telah dibawa ke hadapan Tuhannya Yang Maha Esa. Kegilaannya tampak nyata.

Pengalaman Isrâ yang diceritakan dalam kitab-kitab klasik tentang kehidupan Nabi sebagai sebuah hadiah dari Tuhan dan penobatan untuk Rasul pilihan (Al-Musthafa), merupakan cobaan nyata bagi Muhammad dan para pengikutnya. Ia menandai garis pembatas antara orang beriman yang keimanannya dibuktikan dengan kepercayaan mereka pada Nabi dan misinya, dan orang lain yang dibuat terperanjat oleh kemustahilan cerita semacam itu. Seorang utusan Quraisy pergi menemui Abu Bakar dan menanyakan pendapatnya tentang temannya yang gila dan konyol itu, tapi jawabannya yang langsung dan terang-terangan mengejutkan mereka: “jika ia berkata seperti itu, hal itu tidak lain adalah sebuah kebenaran.” Keimanan dan kepercayaan Abu Bakar begitu besar sehingga sedikitpun ia tidak terguncang. Setelah itu ia langsung menemui Nabi dan menanyakan hal itu, yang Nabi kemudian membenarkannya. Lalu Abu Bakar dengan tegas mengatakan “ Aku percaya padamu, engkau selalu berkata benar”. Sejak saat ituNabi memanggil Abu Bakar dengan julukannya al-Shiddiq (orang yang dipercaya yang meneguhi kebenaran).[1]

Dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan tentang peristiwa Isrâ dan Mi’râj yang sangat fenomenal ini, disertai dengan hadits-hadits yang menjelaskan tentang peristiwa – peristiwa yang dialami Rasulullah SAW ketika beliau di Isrâ dan Di Mi’râj-kan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Isrâ dan Mi’râj

Isrâ secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah Isrâ ialah perjalanan menakjubkan  dimalam hari, yang dimulai dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsha di Jerussalem.

Mi’râj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah Sedangkan Mi’râj ialah perjalanan sesudah Isrâ, naik ke tujuh petala langit hingga tiba di mustawa, suatu tempat yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia dan tidak diketahui hakikatnya oleh siapapun juga selain beliau sendiri. [2]


B.   Kisah Isrâ dan Mi’râj Dalam Al-Qur’an

Secara umum, kisah yang menakjubkan mengenai dua peristiwa perjalanan tersebut diisyaratkan oleh Al-Qur’an dalam dua surah yang berlainan. Kisah Isrâ dan hikmahnya diterangkan oleh Al-Qur’an sebagai berikut:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Sedangkan kisah Mi’râj diisyaratkan oleh Al-Qur’an seperti dibawah ini:

النَّجْمِ إِذَا هَوَى. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى. عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى. وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى. ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. An-Najm : 1-18)


C.   Waktu Terjadinya Isrâ dan Mi’râj

Sebagian orang meyakini bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab. Padahal, para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal kejadian kisah ini. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri hafidzahullah menjelaskan Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai penetapan waktu terjadinya Isrâ dan Mi’râj , yaitu :

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nubuwah (kenabian). Ini adalah pendapat Imam Ath Thabari rahimahullah.

Perisitiwa tersebut terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi dan Al Qurthubi rahimahumallah.

Peristiwa tersebut terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al Manshurfuri rahimahullah.

Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi enam bulan sebelum hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.

Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.

Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga belas setelah kenabian.

Menurutnya tiga pendapat pertama tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara ketika beliau meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu. Juga tidak ada perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat lima waktu adalah pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj. Sedangakan tiga pendapat lainnya, aku  tidak mengetahui mana yang lebih rajih. Namun jika dilihat dari kandungan surat Al Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada masa-masa akhir sebelum hijrah.”[3]

Dapat kita simpulkan dari penjelasan di atas bahwa Isra` dan Mi’raj tidak diketahui secara pasti pada kapan waktu terjadinya.

Waktu Isra’ Mi’raj

Ibnu Katsir menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Isra’ mi’raj itu terjadi pada masa sepuluh tahun setelah kenabian. (Lihat: Al-Bidayah Wan Nihayah, Juz 3 hal. 111). Dan yang masyhur mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 23 bulan Rajab (Pembahasan lebih lengkap silahkan dirujuk di Fathul Bari, Juz 8, hal. 201)

D.   Pembahasan Tentang Hadits-Hadits yang berkenaan Dengan Peristiwa – Peristiwa Yang Dialami Rasulullah SAW Ketika Beliau Di Isrâ dan Di Mi’râj-kan

a.     Pembedahan Pertama Sebelum Kenabian

Seperti yang banyak diceritakan dalam kitab-kitab sirah, tentang apa yang dialami Rasulullah saw ketika beliau kecil. Dimana beliau dibelah dadanya oleh Jibril untuk mensucikan hati beliau dari keburukan. Dan peristiwa ini berulang lagi ketika beliau sudah dewasa sebelum beliau di Isrâ dan di Mi’râj-kan. Hal memberikan pertanda bahwa Rasulullah saw memang manusia pilihan yang telah dijauhkan dari keburukan dan begitu bersih hatinya, sehingga 7 pintu langitpun dibukakan untuknya.

Pada malam Isra’ itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam bersama dengan pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib, anak pamannya, Ja’far bin Abi Thalib, di rumah Ummi Hani’ bin Abi Thalib.

Jibril mendatanginya melewati atap rumah, turun dan mengambil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membawanya ke masjidil haram kemudian membaringkannya, membelah dadanya, dari bawah leher sampai ke bawah perutnya, mengeluarkan hatinya, membersihkannya dengan air zam-zam, kemudian memenuhinya dengan iman dan hikmah, lalu mengembalikannya dan tidak ada lagi bekas belahan, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak merasakan sakit.  (lihat: Fathul Bari, Juz 4, hal. 203).

حدثنا شيبان بن فروخ. حدثنا حماد بن سلمة. حدثنا ثابت البناني عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً فَقَالَ هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ لَأَمَهُ ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ يَعْنِي ظِئْرَهُ فَقَالُوا إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ قَالَ أَنَسٌ وَقَدْ كُنْتُ أَرْئِي أَثَرَ ذَلِكَ الْمِخْيَطِ فِي صَدْرِهِ

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam didatangi Jibril Alaihi wa Sallam ketika beliau bermain bersama anak-anak (sebayanya). Lalu beliau diambil, kemudian dibedah dadanya. Dikeluarkanlah jantung (qolbu, hati), lalu dikeluarkan dari jantung itu segumpal darah. Dia (Jibril) berkata: "Ini adalah bagian setan darimu." Kemudian jantungnya dibasuh dalam bejana emas dengan Air Zam Zam, lalu dikembalikan ke tempatnya semula. Sementara anak-anak tadi datang mengabarkan kepada ibunya, yaitu ibu susuannya. Mereka berkata: "Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh." Kemudian mereka mendatanginya (Muhammad) dan beliau dalam keadaan berubah kulitnya (menjadi pucat). Anas berkata: "Dan sungguh aku pernah melihat bekas pembedahan itu di dada beliau." (HR.Muslim[4]Perkataan Anas tentang bekas pembedahan inilah yang mungkin sekarang dikenal sebagai jaringan parut.

Hikmah pembelahan dada adalah untuk menambah kekuatan keyakinan. Sebab ketika melihat perutnya telah terbelah dan tidak merasa sakit, maka semakin yakin bahwa ia akan aman dari semua hal yang biasanya menakutkan. Dari itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi manusia yang sangat pemberani.


b.    Peristiwa Ketika Isrâ

1.      Pembedahan Kedua Sesudah Kenabian

Rasulullah saw telah berisrâ dan bermi’râj, tetapi bagaimanakah caranya? Apakah beliau menhendarai pesawat yang kecepatannya melebihi kecepatan suara sebagaimana yang diciptakan manusia di zaman mutakhir ini? Beliau mengendarai “Buraq” yang setiap langkahnya sejauh mata memandang, seolah-olah ia lari dengan kecepatan cahaya. Kata “Buraq” berasal dari asal kata “barq” yang berarti kilat, yakni semacam kekuatan arus listrik, yang secara khusus diciptakan untuk keperluan perjalanan beliau itu.

Akan tetapi, dalam keadaan biasa, tubuh manusia tidak sanggup menempuh perjalanan dicakrawala secepat kilat menyambar. Untuk itu pasti diperlukan persiapan khusus untuk melindungi anggota tubuh dalam perjalanan sejauh dan secepat itu.

Mengenai “pembelahan dada” dan “pencucian hati” bukan lain adalah perlambang yang menunjukkan persiapan persiapan yang telah ditetapkan. Kisah Isrâ dan Mi’râj itu sendiri banyak mengandung perlambang yang tidak dapat dicerna oleh pikiran sederhana. Isrâ dan Mi’râj dialami oleh Rasulullah saw dalam lingkup diri disaat ruh beliau mencapai daya pancar (isyraq) tertinggi. Kepadatan jasad beliau telah menjadi sedemikian ringan sehingga dapat terlepas dari ketentuan hukum alam yang lazim berlaku bagi manusia biasa.[5]

Cerita “pembelahan dada”, “pencucian hati” dan diperjalankannya Rasulullah dengan mengendarai “buraq” terdapat dalam hadits berikut ini:

حدثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ ح و قَالَ لِي خَلِيفَةُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ وَهِشَامٌ قَالَا حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ صَعْصَعَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَا أَنَا عِنْدَ الْبَيْتِ بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ وَذَكَرَ يَعْنِي رَجُلًا بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ فَأُتِيتُ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا فَشُقَّ مِنْ النَّحْرِ إِلَى مَرَاقِّ الْبَطْنِ ثُمَّ غُسِلَ الْبَطْنُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا وَأُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ دُونَ الْبَغْلِ وَفَوْقَ الْحِمَارِ الْبُرَاقُ............................

Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah radhiyallahu anhuma, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka'bah) antara tidur dan jaga", kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. "Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq.........(HR.Bukhari) [6]. Hadits ini akan dilanjutkan pada bagian Langit Ke-1.

حدثني عبدالله بن هاشم العبدي. حدثنا بهز بن أسد. حدثنا سليمان بن المغيرة. حدثنا ثابت عن أنس بن مالك قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُتِيتُ فَانْطَلَقُوا بِي إِلَى زَمْزَمَ ، فَشُرِحَ عَنْ صَدْرِي ، ثُمَّ غُسِلَ بِمَاءِ زَمْزَمَ ، ثُمَّ أُنْزِلْتُ {حديث مرفوع}

Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Aku didatangi mereka (malaikat), kemudian mengajakku ke Sumur Zam Zam. Lalu dadaku dibedah, kemudian dibasuh dengan Air Zam Zam. Lalu aku dikembalikan." (HR.Muslim) [7]

2.      Rasulullah Mengimami Para Rasul dan Nabi Terdahulu Dalam Shalat Jamaah dan Kemudian Disodorkan Kepada Beliau SAW Dua Gelas Minuman

Ketika beliau di Isrâkan ke Baitul Maqdis, beliau bertemu dengan Ibrahim, Musa dan Isa alaihimus salam, dan juga beberapa Nabi dan Rasul terdahulu yang dikumpulkan oleh Allah swt untuk menyambut kedatangan beliau. Kemudian beliau mengimami mereka sholat jama’ah dua rakaat.[8]

Kedudukan beliau sebagai imam merupakan pengakuan tegas bahwa Islam merupakan risalah Allah yang terakhir bagi manusia yang dipercayakan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan risalah para Nabi terdahulu merupakan landasan bag i risalah terakhir tersebut. [9]

Kemudian disodorkan kepada beliau dua gelas minuman berisi khamr dan susu, dan  beliau memilih susu. Jatuhnya pilihan Rasulullah yang memilih susu atas khamr merupakan perlambang bahwasanya Islam adalah agama yang suci, yaitu agama yang menyatu dalam aqidahnya dan syari’atnya hal-hal yang sesuai dengan fitrah asli manusia, maka dalam Islam tidak ada sesuatu yang berlawanan dengan tabi’at asli manusia yang mencintai hal-hal yang baik. Dan inilah diantara rahasia luasnya penyebaran Islam dan cepat diterima manusia.[10]

و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حُجَيْنُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي الْحِجْرِ وَقُرَيْشٌ تَسْأَلُنِي عَنْ مَسْرَايَ فَسَأَلَتْنِي عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ لَمْ أُثْبِتْهَا فَكُرِبْتُ كُرْبَةً مَا كُرِبْتُ مِثْلَهُ قَطُّ قَالَ فَرَفَعَهُ اللَّهُ لِي أَنْظُرُ إِلَيْهِ مَا يَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَنْبَأْتُهُمْ بِهِ وَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي جَمَاعَةٍ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَإِذَا مُوسَى قَائِمٌ يُصَلِّي فَإِذَا رَجُلٌ ضَرْبٌ جَعْدٌ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ وَإِذَا عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيُّ وَإِذَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَشْبَهُ النَّاسِ بِهِ صَاحِبُكُمْ يَعْنِي نَفْسَهُ فَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَأَمَمْتُهُمْ فَلَمَّا فَرَغْتُ مِنْ الصَّلَاةِ قَالَ قَائِلٌ يَا مُحَمَّدُ هَذَا مَالِكٌ صَاحِبُ النَّارِ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَبَدَأَنِي بِالسَّلَامِ

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : Aku telah melihat diriku sendiri dalam sebuah mimpi ketika di hijr, orang-orang quraisy bertanya kepadaku mengenai perjalanan malamku (pada waktu isra' & mi'raj, pent). Mereka menanyakan beberapa hal mengenai baitul maqdis yg belum aku ketahui dgn pasti sehingga aku pun merasakan kesusahan yg sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya. Beliau bersabda lagi: Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Dan ada pula 'Isa bin Maryam alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim 'alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): "Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!" Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam. (HR.Muslim) [11]

حدثنا عبدان: حدثنا عبد الله: أخبرنا يونس (ح). وحدثنا أحمد ابن صالح: حدثنا عنبسة: حدثنا يونس، عن ابن شهاب: قال ابن المسيب: قال أبو هريرة: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ بِإِيلِيَاءَ بِقَدَحَيْنِ مِنْ خَمْرٍ وَلَبَنٍ فَنَظَرَ إِلَيْهِمَا فَأَخَذَ اللَّبَنَ ، فقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ : " الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَاكَ لِلْفِطْرَةِ لَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ ؛ غَوَتْ أُمَّتَكَ " .

Abu Hurairah telah berkata: Pada malam beliau diisra`kan, disodorkan kepada Rasulullah SAW dua gelas minuman: khamr (minuman keras) dan susu. Beliaupun melihat keduanya, lalu mengambil susu. Jibril berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki engkau kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu." (HR.Bukhari) [12]

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أُسْرِيَ بِي لَقِيتُ مُوسَى قَالَ فَنَعَتَهُ فَإِذَا رَجُلٌ حَسِبْتُهُ قَالَ مُضْطَرِبٌ رَجِلُ الرَّأْسِ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ قَالَ وَلَقِيتُ عِيسَى قَالَ فَنَعَتَهُ قَالَ رَبْعَةٌ أَحْمَرُ كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيمَاسٍ يَعْنِي الْحَمَّامَ وَرَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ وَأَنَا أَشْبَهُ وَلَدِهِ بِهِ قَالَ وَأُتِيتُ بِإِنَاءَيْنِ أَحَدُهُمَا لَبَنٌ وَالْآخَرُ خَمْرٌ فَقِيلَ لِي خُذْ أَيَّهُمَا شِئْتَ فَأَخَذْتُ اللَّبَنَ فَشَرِبْتُهُ فَقِيلَ لِي هُدِيتَ لِلْفِطْرَةِ أَوْ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ أَمَا إِنَّكَ لَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika aku diisra`kan, aku bertemu Musa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Dia adalah lelaki, aku mengira beliau bersabda: Kurus, agak tinggi. Rambutnya ikal, seakan-akan dari suku Syanu'ah. Beliau bersabda: Dan aku bertemu 'Isa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Beliau bersabda: Tingginya sedang, berkulit kemerahan, seperti baru keluar dari Dimas, yaitu pemandian. Dan aku telah melihat Ibrahim. Beliau bersabda: Dan aku adalah keturunannya yang paling mirip dengannya. Beliau bersabda: Dan disodorkan kepadaku dua gelas minuman. Salah satunya susu, dan yang lain khamr. Kemudian dikatakan kepadaku: Ambillah yang mana dari keduanya yang engkau kehendaki! Akupun mengambil susu, kemudian meminumnya. Lalu dikatakan kepadaku: "Engkau telah ditunjuki kepada fitrah" atau "Engkau telah menepati fitrah. Adapun sungguh seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu." (HR.Turmudzi) [13]. Beliau berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih."[14]

3.      Beliau SAW Bertemu Nabi Ibrahim yang Berwasiat Untuk Umat Beliau

Pada malam Rasulullah di Isrâ-kan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpesan kepada beliau untuk menyaimpaikan wasiatnya kepada umat Islam, dan isi wasiat tersebut tercantum dalam hadit berikut :

ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ ثنا سَيَّارٌ ثنا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ ، عن ابن مسعود قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي ، فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ ، أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلامَ , وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ , وَأَنَّهَا قِيعَانٌ , وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ " .

Dari Ibnu Mas'ud, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diisra'kan. Iapun berkata: "Wahai Muhammad, suruhlah umatmu mengucapkan salam kepadaku, dan kabarkanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya surga subur tanahnya, manis airnya, dan terhampar luas. Dan bahwasanya tanamannya adalah (ucapan dzikir) Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar." (HR.Turmudzi) [15].

 Beliau berkata: Ini adalah hadits hasan gharib dari sisi ini dari hadits Ibnu Mas'ud.[16] Dihasankan  Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam ash-Shahihah (I:105) dengan dua syahid (penguat) dari hadits Ibnu 'Umar dan hadits Abu Ayyub al-Anshari.

4.      Beliau SAW Melihat Nabi Musa, Nabi Isa, Dajjal, dan Malaikat Malik

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwasanya beliau saw telah bertemu dan menjadi imam shalat Musa dan Isa, dan beliau juga menceritakan bahwasanya beliau melihat malaikat Malik dan juga Dajjal. Ini merupakan tanda kebesaran Allah yang begitu nyata

وحدثنا علي بن خشرم. أخبرنا عيسى (يعني ابن يونس). ح وحدثنا عثمان بن أبي شيبة. حدثنا جرير. كلاهما عن سليمان التيمي، عن أنس. ح وحدثناه أبو بكر بن أبي شيبة. حدثنا عبدة بن سليمان عن سفيان، عن سليمان التيمي. سمعت أنسا يقول: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى وَهُوَ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ " ، وَزَادَ فِي حَدِيثِ عِيسَى : مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: "Pada malam aku diisra'kan aku melewati Musa di gundukan tanah merah ketika dia sedang shalat di dalam kuburnya." (HR.Muslim) [17]

حدثنا محمد بن بشار: حدثنا غندر: حدثنا شعبة، عن قتادة. وقال لي خليفة: حدثنا يزيد بن زريع: حدثنا سعيد، عن قتادة، عن أبي العالية: حدثنا ابن عم نبيكم، يعني ابن عباس رضي الله عنهما،
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (رأيت ليلة أسري بي موسى، رجلا آدم، طوالا جعدا، كأنه من رجال شنوءة، ورأيت عيسى رجلا مربوعا، مربوع الخلق إلى الحمرة والبياض، سبط الرأس، ورأيت مالكا خازن النار، والدجال، في آيات أراهن الله إياه: {فلا تكن في مرية من لقائه}). قال أنس وأبو بكرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم: (تحرس الملائكة المدينة من الدجال).

Dari Abu al-'Aliyah: Telah mengisahi kami sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu 'Abbas radhiya`llahu 'anhuma, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda: "Pada malam aku diisra'kan aku telah melihat Musa, seorang lelaki berkulit sawo matang, tinggi kekar, seakan-akan dia adalah lelaki Suku Syanu'ah. Dan aku telah melihat 'Isa, seorang lelaki bertinggi sedang, berambut lurus. Dan aku juga telah melihat Malaikat Penjaga Neraka dan Dajjal" termasuk ayat yang telah diperlihatkan Allah kepada beliau. {maka janganlah kamu ragu tentang pertemuan dengannya (yaitu Musa) (as-Sajdah, 32: 23)}.Dari Anas dan Abu Bakrah, dari Nabi SAW: "Malaikat-malaikat kota Madinah berjaga-jaga dari Dajjal." (HR.Bukhari) [18]

5.      Beliau SAW Melihat Gambaran Para Nabi dan Umatnya

Pada malam Isrâ, beliau saw juga melihat gambaran para Nabi dan Umatnya. Diantara mereka ada yang mempunyai banyak pengikut dan ada pula yang tidak sama sekali. Beliau melewati kelompok yang besar, yaitu Musa dan kaumnya. Kemudian beliau juga melihat ada kelompok besar yang memenuhi ufuk dari dua penjuru, lalu dikatakan (oleh Jibril): “Mereka adalah umatmu dan yang lainnya adalah kelompok dari umatmu yang berjumlah tujuh puluh ribu (70.000) orang yang akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal).

حدثنا حصين عبد الله بن أحمد بن يونس كوفي, حدثنا عبثر بن قاسم, حدثنا حصين هو ابن عبد الرحمن, عن سعيد بن جبير عن ابن عباس قَالَ : " لَمَّا أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَمُرُّ بِالنَّبِيِّ وَالنَّبِيَّيْنِ وَمَعَهُمُ الْقَوْمُ وَالنَّبِيِّ وَالنَّبِيَّيْنِ وَمَعَهُمُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيِّ وَالنَّبِيَّيْنِ وَلَيْسَ مَعَهُمْ أَحَدٌ حَتَّى مَرَّ بِسَوَادٍ عَظِيمٍ ، فَقُلْتُ : مَنْ هَذَا ؟ قِيلَ : مُوسَى وَقَوْمُهُ ، وَلَكَنِ ارْفَعْ رَأْسَكَ فَانْظُرْ ، قَالَ : فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ مِنْ ذَا الْجَانِبِ وَمِنْ ذَا الْجَانِبِ ، فَقِيلَ : هَؤُلَاءِ أُمَّتُكَ وَسِوَى هَؤُلَاءِ مِنْ أُمَّتِكَ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ فَدَخَلَ ، وَلَمْ يَسْأَلُوهُ وَلَمْ يُفَسِّرْ لَهُمْ ، فَقَالُوا : نَحْنُ هُمْ ، وَقَالَ قَائِلُونَ : هُمْ أَبْنَاؤُنَا الَّذِينَ وُلِدُوا عَلَى الْفِطْرَةِ وَالْإِسْلَامِ ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : هُمُ الَّذِينَ لَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ، فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ : أَنَا مِنْهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ : أَنَا مِنْهُمْ ؟ فَقَالَ : سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ " , قَالَ أَبُو عِيسَى : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ، وفي الباب عن ابْنِ مَسْعُودٍ ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ .

Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Ketika Nabi SAW diisra`kan, beliau melewati seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka ada banyak orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka beberapa orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka tidak ada seorangpun sampai beliau melewati kelompok yang besar. Aku berkata: “Siapa Ini?” Dijawablah (oleh Jibril): “Musa dan kaumnya. Akan tetapi angkatlah kepalamu, kemudian lihatlah!” Kemudian ada kelompok besar yang memenuhi ufuk dari sebelah sana dan dari sebelah sana. Lalu dikatakan (oleh Jibril): “Mereka adalah umatmu dan yang lainnya adalah kelompok dari umatmu yang berjumlah tujuh puluh ribu (70.000) orang yang akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal).” Kemudian beliau masuk (ke kamar beliau) dan mereka (para sahabat) tidak menanyai beliau dan beliau tidak menerangkan kepada mereka. Maka mereka berkata: "Kami adalah mereka itu tadi". Dan ada pula yang berkata: "Mereka adalah anak-anak kami yang lahir dalam fitrah dan Islam". Kemudian Nabi SAW keluar, lalu bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan besi panas, tidak meruqyah, dan tidak pula bertakhayul (tathayyur). Dan mereka bertawakal kepada Tuhan mereka.” Lantas Ukasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata: “Saya termasuk mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian yang lain lagi berdiri lalu berkata pula: “Saya termasuk mereka?" Beliau menjawab: “Kamu telah didahului oleh Ukasyah (dalam bertanya demikian).” (HR.Turmudzi) [19] . Beliau berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih".

Dalam hadits ini terdapat tambahan seorang sahabat lagi yang mendapat kabar gembira akan masuk surga, yaitu Ukasyah bin Mihshan.

6.      Beliau SAW Bertemu Beberapa Kelompok Malaikat dan Mereka Berwasiat Sama Untuk Umat Beliau

Rasulullah menceritakan bahwa beliau juga bertemu beberapa kelompok malaikat yang berwasiat sama untuk beliau dan umat Islam, yaitu wasiat untuk berbekam, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits dibawah ini:

حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ سُلَيْمٍ قَالَ : سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : مَا مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي بِمَلَإٍ ، إِلاَّ قَالُوا : يَا مُحَمَّدُ ، مُرْ أُمَّتَكَ بِالْحِجَامَةِ.

Dia (Anas) berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali mereka berkata: Wahai Muhammad, suruhlah umatmu berbekam." (HR.Ibnu Majah)[20]. Disahihkan Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih al-Jami` (II: 5671), dan Takhrij al-Misykat (4544).

حدثنا نصر بن علي الجهضمي. حدثنا زياد بن الربيع. حدثنا عباد بن منصور عن عكرمة، عن ابن عباس؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((مَا مَرَرْتُ ليلة أسري بي بِمَلَإٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ ، إلا كلهم يقول لي: عَلَيْكَ ، يَا مُحَمَّدُ! بِالْحِجَامَةِ)).

Dari Ibnu 'Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: "Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali tiap mereka berkata kepadaku: Wajib bagimu wahai Muhammad untuk berbekam."(HR.Ibnu Majah) [21]. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam ash-Shahihah (V: 2263) dan Shahih al-Jami` (II: 5672).

c.      Peristiwa Ketika Mi'râj

1.      Langit Ke-1 (ar-Rafî'ah): Rasulullah saw bertemu Adam as

حدثنا هدبة بن خالد: حدثنا همام، عن قتادة. وقال لي خليفة: حدثنا يزيد بن زريع: حدثنا سعيد وهشام قالا: حدثنا قتادة: حدثنا أنس بن مالك، عن مالك بن صعصعة رضي الله عنهما قال:
 قال النبي صلى الله عليه وسلم: ....................................... فَانْطَلَقْتُ مَعَ جِبْرِيلَ حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى آدَمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ ابْنٍ وَنَبِيٍّ

Sambungan hadits riwayat Bukhari (no.3207) tentang Pembedahan Kedua Sesudah Kenabian.........................................”Akupun pergi bersama Jibril hingga kami mendatangi Langit Dunia. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Begitu menjumpai Adam, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu wahai anak dan nabi!".

2.      Langit Ke-2 (al-Mâ’ûn): Rasulullah saw bertemu Isa dan Yahya as

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ الثَّانِيَةَ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى عِيسَى وَيَحْيَى فَقَالَا مَرْحَبًا بِكَ مِنْ أَخٍ وَنَبِيٍّ

Kemudian kami mendatangi Langit Kedua. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Ketika menjumpai Isa dan Yahya, keduanya berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".

3.      Langit Ke-3 (al-Mazînah): Rasulullah saw bertemu Yusuf as

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ الثَّالِثَةَ قِيلَ مَنْ هَذَا قِيلَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قِيلَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى يُوسُفَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ قَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ أَخٍ وَنَبِيٍّ

Lalu kami mendatangi Langit Ketiga. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Saat menjumpai Yusuf, aku memberinya salam. Dia berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".

4.      Langit Ke-4 (azh-Zhahîrah): Rasulullah saw bertemu Idris as

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ الرَّابِعَةَ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قِيلَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قِيلَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى إِدْرِيسَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ أَخٍ وَنَبِيٍّ

Lantas kami mendatangi Langit Keempat. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba". Tatkala menjumpai Idris, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".

5.      Langit Ke-5 (al-Munîrah): Rasulullah saw bertemu Harun as

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ الْخَامِسَةَ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قِيلَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْنَا عَلَى هَارُونَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ أَخٍ وَنَبِيٍّ

Kemudian kami mendatangi Langit Kelima. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Saat kami menjumpai Harun, aku memberinya salam. Diapun menjawab: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".

6.      Langit Ke-6 (al-Khalîshah): Rasulullah saw bertemu Musa as

7.      فَأَتَيْنَا عَلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ قِيلَ مَنْ هَذَا قِيلَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قِيلَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى مُوسَى فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ أَخٍ وَنَبِيٍّ فَلَمَّا جَاوَزْتُ بَكَى فَقِيلَ مَا أَبْكَاكَ قَالَ يَا رَبِّ هَذَا الْغُلَامُ الَّذِي بُعِثَ بَعْدِي يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِهِ أَفْضَلُ مِمَّا يَدْخُلُ مِنْ أُمَّتِي

Lantas kami mendatangi Langit Keenam. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Dikatakan: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba." Ketika menjumpai Musa, aku memberinya salam. Diapun dia berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!". Tatkala aku berlalu, dia menangis sehingga ditanya: "Apa yang menyebabkanmu menangis?". Dia menjawab: "Wahai Tuhan, (yang menyebabkanku menangis yaitu) pemuda ini yang diutus sesudahku. Umatnya yang masuk surga lebih utama daripada umatku yang memasukinya."

8.      Langit Ke-7 (al-‘Ajîbah): Rasulullah saw bertemu Ibrahim as

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ السَّابِعَةَ قِيلَ مَنْ هَذَا قِيلَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قِيلَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ ابْنٍ وَنَبِيٍّ

Lalu kami mendatangi Langit Ketujuh. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Dikatakanlah: "Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba." Saat menjumpai Ibrahim, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu, wahai putra dan nabi!".

9.      Bait al-Makmur : Rasulullah saw bertemu dengan 70.000 malaikat

فَرُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ فَقَالَ هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ

Tatkala dinaikkan ke Baitul Makmur, aku menanyai Jibril. Maka ia menjawab: "Ini adalah Baitul Makmur. Setiap hari di dalamnya shalat tujuh puluh ribu (70.000) malaikat. Jika mereka telah keluar, mereka tidak akan pernah kembali lagi ke sana sampai yang terakhir dari mereka."

10.  Peristiwa di Sidratul Muntaha : Rasulullah saw melihat empat sungai

وَرُفِعَتْ لِي سِدْرَةُ الْمُنْتَهَى فَإِذَا نَبِقُهَا كَأَنَّهُ قِلَالُ هَجَرَ وَوَرَقُهَا كَأَنَّهُ آذَانُ الْفُيُولِ فِي أَصْلِهَا أَرْبَعَةُ أَنْهَارٍ نَهْرَانِ بَاطِنَانِ وَنَهْرَانِ ظَاهِرَانِ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ فَقَالَ أَمَّا الْبَاطِنَانِ فَفِي الْجَنَّةِ وَأَمَّا الظَّاهِرَانِ النِّيلُ وَالْفُرَاتُ ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ خَمْسُونَ صَلَاةً

Dan aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha yang mana buahnya seperti bejana batu dan daunnya seperti telinga gajah. Pada akarnya terdapat empat sungai: dua sungai batin dan dua sungai lahir. Begitu kutanyai Jibril, ia menjawab: "Adapun dua yang batin (tidak tampak dari dunia) berada di surga, sedangkan dua yang lahir (tampak di dunia) adalah Nil dan Eufrat." Kemudian aku diwajibkan lima puluh shalat.

11.  Keringanan Kewajiban Shalat dan Saran Musa

Di sidratul muntaha beliau mendapat kewajiban syari’at shalat 50 shalat dari Allah swt, namun ketika beliau turun kembali ke langit dunia hingga bertemu Musa as, ia menyarankan Nabi saw untuk meminta keringanan dari Tuhannya, hingga akhirnya allah ringankan menjadi 5 shalat

فَأَقْبَلْتُ حَتَّى جِئْتُ مُوسَى فَقَالَ مَا صَنَعْتَ قُلْتُ فُرِضَتْ عَلَيَّ خَمْسُونَ صَلَاةً قَالَ أَنَا أَعْلَمُ بِالنَّاسِ مِنْكَ عَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ وَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَسَلْهُ فَرَجَعْتُ فَسَأَلْتُهُ فَجَعَلَهَا أَرْبَعِينَ ثُمَّ مِثْلَهُ ثُمَّ ثَلَاثِينَ ثُمَّ مِثْلَهُ فَجَعَلَ عِشْرِينَ ثُمَّ مِثْلَهُ فَجَعَلَ عَشْرًا فَأَتَيْتُ مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ فَجَعَلَهَا خَمْسًا فَأَتَيْتُ مُوسَى فَقَالَ مَا صَنَعْتَ قُلْتُ جَعَلَهَا خَمْسًا فَقَالَ مِثْلَهُ قُلْتُ سَلَّمْتُ بِخَيْرٍ فَنُودِيَ إِنِّي قَدْ أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي وَأَجْزِي الْحَسَنَةَ عَشْرًا وَقَالَ هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ

Saat aku kembali (turun) hingga menjumpai Musa, ia bertanya: "Apa yang engkau bawa?".Kujawab: "Aku diwajibkan lima puluh shalat". Ia berkata: "Aku lebih mengetahui manusia daripadamu. Aku telah berurusan dengan Bani Israil dengan urusan yang sulit. Dan sesungguhnya umatmu tidak akan mampu. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, kemudian mintalah (keringanan) kepada-Nya." Oleh karena itu aku kembali. Akupun meminta (keringanan) kepada-Nya sehingga Dia menjadikannya empat puluh. Kemudian seperti tadi (ketika bertemu Musa), lalu tiga puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan dua puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan sepuluh. Ketika aku bertemu Musa, ia berkata seperti tadi. Dia pun menjadikannya lima. Tatkala aku bertemu Musa, ia berkata: "Apa yang engkau bawa?". Begitu kujawab: "Dia jadikan lima", ia (masih) berkata seperti tadi. Maka aku katakan: "Aku berserah diri dengan baik", sehingga diserukanlah: "Sesungguhnya Aku (Allah) telah menetapkan kewajiban-Ku serta meringankan hamba-Ku, dan Aku akan memberi pahala kebajikan sepuluh kalinya." (HR al-Bukhari) [22] (3207)

12.  Pertemuan Nabi saw Dengan Tuhannya

Mengenai pertemuan Nabi saw dengan Allah, bahwasanya dia tidak melihat Tuhannya secara langsung, namun yang dia lihat hanya cahaya bukan wujud Allah sesungguhnya, yang tak seorangpun mengetahui seperti apa wujud Allah tersebut.

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة. حدثنا وكيع عن يزيد بن إبراهيم، عن قتادة، عن عبدالله بن شقيق،عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ قَالَ نُورٌ أَنَّى أراه

Dari Abi Dzar ia berkata: aku bertanya kepada Rasulullah saw apakah engkau melihat Tuhanmu? Beliau menjawab : “ cahaya sesungguhnya yang aku lihat”(H.R.Muslim) [23]

13.  Peristiwa di Surga

Ketika Nabi di Mi’rajkan, beliau berkesempatan berjalan-jalan di surga, dan beliau melihat al-Kautsar yang dipinggirannya terdapat kubah-kubah dari rangkaian mutiara dan tanah juga debunya semerbak harum kesturi

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَمَا أَنَا أَسِيرُ فِي الْجَنَّةِ إِذَا أَنَا بِنَهَرٍ حَافَتَاهُ قِبَابُ الدُّرِّ الْمُجَوَّفِ قُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا الْكَوْثَرُ الَّذِي أَعْطَاكَ رَبُّكَ فَإِذَا طِينُهُ أَوْ طِيبُهُ مِسْكٌ أَذْفَرُ شَكَّ هُدْبَةُ

Dari Anas bin Malik, dari Nabi saw, beliau telah bersabda: Ketika aku jalan-jalan di Surga, aku mendekati sungai yang di kedua bantarannya terdapat kubah-kubah dari rangkaian mutiara. Aku bertanya: "Apa ini wahai Jibril?" Ia menjawab: "Ini adalah al-Kautsar yang diberikan Tuhanmu kepadamu." Maka ingatlah (ketahuilah) oleh kalian bahwa tanahnya atau debunya adalah kesturi yang harum semerbak.(HR.Bukhari) [24].

14.  Peristiwa di Neraka

Saat Nabi saw melewati neraka, beliau melihat orang-orang yang didunia suka menumpuk harta dan berghibah, dan beliau juga melihat siksaan apa yang mereka alami karena perbuatan mereka tersebut.

حدثنا ابن المصفَّى، ثنا بقية وأبو المغيرة قالا: ثنا صفوان قال: حدثني راشد بن سعد، وعبد الرحمن بن جبير، عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
قال أبو داود: وحدثناه يحيى بن عثمان عن بقية ليس فيه أنس.

Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Ketika aku dimi'rajkan [Tuhanku yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi], aku melewati suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakari wajah-wajah dan dada-dada mereka. Aku bertanya: "Siapa mereka wahai Jibril?" Ia menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menumpuk-numpuk harta." (HR.Abu Dawud)[25]. Menurut Muhammad Nashiruddin Al-AlBani hadits ini shahih lighairih[26] dalam ash-Shahihah (II: 533) dan Shahih at-Targhib (III: 2839). Sebelumnya dalam Takhrij al-Misykat (III: 5046) beliau belum menetapkan derajatnya.


D.   Peristiwa Sepulang Isra Mi'raj

1.      Isra Mi'raj merupakan ujian keimanan bagi manusia

Banyak yang meragukan kebenaran cerita Rasulullah tentang Isrâ dan Mi’râj, padahal peristiwa ini benar-benar beliau alami secara nyata dengan jasad dan ruh, sehingga ini menjadi ujian keimanan bagi manusia untuk mempercaiyainya

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَمْرٌو عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ قَالَ هِيَ رُؤْيَا عَيْنٍ أُرِيَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ قَالَ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ قَالَ هِيَ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma tentang firman-Nya Ta'ala: "Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia" (al-Isra', 17: 60). Ia berkata: Itu adalah dengan mata yang telah dilihat Rasulullah SAW pada malam beliau diisra'kan ke Bait al-Maqdis. Ia berkata: "dan pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur'an", ia berkata: Itu adalah Pohon Zaqqum. (HR.Bukhari) [27].


2.      Beliau SAW Menceritakan Isra Mi'raj dan melihat gambaran Baitul Maqdis

Ketika Nabi saw menceritakan apa yang dialaminya, para kaum kuffar menantang beliau untuk menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Dan dengan kebesaran-Nya Allah menampakkan (gambaran Baitul Maqdis) untuknya

حدثنا عبدان: حدثنا عبد الله: أخبرنا يونس (ح). وحدثنا أحمد ابن صالح: حدثنا عنبسة: حدثنا يونس، عن ابن شهاب: قال ابن المسيب: قال أبو هريرة: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَمَّا كَذَّبَتْنِي قُرَيْشٌ قُمْتُ فِي الْحِجْرِ فَجَلَّى اللَّهُ لِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَطَفِقْتُ أُخْبِرُهُمْ عَنْ آيَاتِهِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَيْهِ زَادَ يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَخِي ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَمِّهِ لَمَّا كَذَّبَتْنِي قُرَيْشٌ حِينَ أُسْرِيَ بِي إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ نَحْوَهُ

Berkata Abu Hurairah bahwa ia mendengar Nabi saw berkata: “Ketika Suku Quraisy mendustakanku [ketika aku diisrakan ke Baitul Maqdis, aku berdiri di al-Hijr. Kemudian Allah menampakkan Baitul Maqdis bagiku. Akupun menerangkan kepada mereka tentang ciri-cirinya sementara aku melihat (penampakan) itu”. Ya'qub bin Ibrahim menambahkan; Telah menceritakan kepada kami anak saudaraku yaitu Ibnu Syihab dari pamannya; Tatkala orang-orang Quraisy mendustakanku pada hari aku diisra'kan ke baitul maqdis -dengan Hadits yg serupa (HR.Bukhari) [28] Redaksi di atas juga diriwayatkan oleh Ahmad, al-Baihaqi, at-Tirmidzi, dan an-Nasai dari Jabir.

و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حُجَيْنُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي الْحِجْرِ وَقُرَيْشٌ تَسْأَلُنِي عَنْ مَسْرَايَ فَسَأَلَتْنِي عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ لَمْ أُثْبِتْهَا فَكُرِبْتُ كُرْبَةً مَا كُرِبْتُ مِثْلَهُ قَطُّ قَالَ فَرَفَعَهُ اللَّهُ لِي أَنْظُرُ إِلَيْهِ مَا يَسْأَلُونِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَنْبَأْتُهُمْ بِهِ...........................

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah : "Sungguh aku telah melihat diriku sendiri dalam sebuah mimpi ketika di hijr, dan orang-orang Quraisy menanyaiku tentang perjalanan malamku (isra). Mereka menanyaiku tentang hal-hal dari Baitul Maqdis yang tidak kuperhatikan. Maka akupun gelisah dengan kegelisahan yang belum pernah kurasakan sebelumnya." Beliau bersabda: "Kemudian Allah menampakkan (gambaran Baitul Maqdis) untukku sehingga aku melihat kepadanya. Tidaklah aku ditanya tentang sesuatupun (mengenai Baitul Maqdis) kecuali aku kabarkan hal itu kepada mereka............................ " (H.R.Muslim) [29] lanjutan hadits ini telah di bahas pada pembahasan tentang Rasulullah mengimami para Rasul dan Nabi terdahulu dalam shalat jama’ah.

3.      Abu Bakar memperoleh julukan ash-Shiddiq

Sekembalinya Nabi saw dari perjalanan Isrâ dan Mi’râj, kemudian beliau menceritakannya kepada para sahabat dan penduduk Mekkah, namun kebanyakan kaum kafir ini mendustakannya. Menyikapi pengingkaran kaum kafir ini, Abu Bakar menyatakan bahwa ia membenarkan apa yang diceritakan Rasulullah sehingga akhirnya ia deberi gelar as-Siddiq oleh Rasulullah

أخبرني مكرم بن أحمد القاضي ثنا إبراهيم بن الهيثم البلدي ثنا محمد بن كثير الصنعاني ثنا معمر بن راشد عن الزهري عن عروة عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : " لَمَّا أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى أَصْبَحَ يَتَحَدَّثُ النَّاسُ بِذَلِكَ ، فَارْتَدَّ نَاسٌ فَمَنْ كَانَ آمَنُوا بِهِ وَصَدَّقُوهُ ، وَسَمِعُوا بِذَلِكَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَقَالُوا : هَلْ لَكَ إِلَى صَاحِبِكَ يَزْعُمُ أَنَّهُ أُسْرِيَ بِهِ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، قَالَ : أَوَ قَالَ ذَلِكَ ؟ قَالُوا : نَعَمْ ، قَالَ : لَئِنْ كَانَ قَالَ ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ ، قَالُوا : أَوَ تُصَدِّقُهُ أَنَّهُ ذَهَبَ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ وَجَاءَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، إِنِّي لأَصُدِّقُهُ فِيمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غُدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ ، فَلِذَلِكَ سُمَيَّ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقَ " . هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ

Dari Aisyah radhiyallahu anha : Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar radhiya`llahu anhu. Mereka bertanya: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?" Dia (Abu Bakar) menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: "Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur." Mereka berkata: "Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?" Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore." Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi nama ash-Shiddiq (orang yang membenarkan). (HR al-Hakim) [30] Shahih lighairih menurut Muhammad Nashiruddin Al-AlBani dalam ash-Shahihah (I: 306).

E.   Hikmah Terjadinya Isra`

Apakah hikmah terjadinya Isra`, kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak Mi’raj langsung dari Mekkah padahal hal tersebut memungkinkan? Para ulama menyebutkan ada beberapa hikmah terjadinya peristiwa  Isra`, yaitu:

1.      Perjalanan  Isra’ di bumi dari Mekkah ke Baitul Maqdis lebih memperkuat hujjah bagi orang-orang musyrik. Jika beliau langsung Mi’raj ke langit,  seandainya ditanya oleh orang-orang musyrik maka beliau tidak mempunyai alasan yang memperkuat kisah perjalanan yang beliau alami.  Oleh karena itu ketika orang-orang musyrik datang dan bertanya kepada beliau, beliau menceritakan tentang kafilah yang beliau temui selama perjalanan Isra’. Tatkala kafilah tersebut pulang dan orang-orang musyrik bertanya kepada mereka, orang-orang musyrik baru mengetahui benarlah apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2.      Untuk menampakkan hubungan antara Mekkah dan Baitul Maqdis yang keduanya merupakan kiblat kaum muslimin. Tidaklah pengikut para nabi menghadapkan wajah mereka untuk beribadah keculali ke Baitul Maqdis dan Makkah Al Mukarramah. Sekaligus ini menujukkan keutamaan beliau melihat kedua kiblat dalam satu malam.

3.      Untuk menampakkan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan para nabi yang lainnya. Beliau berjumpa dengan mereka di Baitul Maqdis lalu beliau shalat mengimami mereka. [31]

F.    Faedah Kisah

Kisah yang agung ini sarat akan banyak faedah, di antaranya :

1.      Kisah Isra’ Mi’raj termasuk tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla.

2.      Peristiwa ini juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seluruh nabi dan rasul’alaihimus shalatu wa salaam

3.      Peristiwa yang agung ini menunjukkan keimanan para sahabat radhiyallahu’anhum. Mereka meyakini kebenaran berita tentang kisah ini, tidak sebagaimana perbuatan orang-orang kafir Quraisy.

4.      Isra` dan Mi’raj terjadi dengan jasad dan ruh beliau, dalam keadaan terjaga. Ini adalah pendapat jumhur (kebanyakan) ulama, muhadditsin, dan fuqaha, serta inilah pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama Ahlus sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Penyebutan kata ‘hamba’ digunakan untuk ruh dan jasad secara bersamaan. Inilah yang terdapat dalam hadits-hadits Bukhari dan Muslim dengan riwayat yang beraneka ragam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa salaam melakukan Isra` dan Mi’raj dengan jasad beliau dalam keadaan terjaga.[32]

BAB III

KESIMPULAN

Dengan Isrâ dan Mi’râj Allah memperlihatkan kebesaran-Nya dan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada Muhammad saw dan kepada seluruh umat manusia. Jumhur ulama sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan dengan ruh dan jasad, oleh karena itu ia merupakan mukjizat yang sangat nyata, dengannya Allah muliakan Rasulullah saw. Peristiwa ini juga bisa dikatakan sebagai hadiah dari Allah untuk Rasulullah saw, dimana ketika itu Rasulullah merasa sangat merasa sedih dan tertekan atas perlakuan kaum kafir yang mengingkari risalahnya, dimana ia juga telah ditinggalkan oleh pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah yang selalu menjadi penyokong dan pembela dakwahnya. Pada saat Mi’râj Rasulullah menerima perintah sholat langsung dari Tuhannya, berbeda dari syari’at lainnya yang diterimanya melalui wahyu dan diperantaraoleh Jibril. Ini menegaskan bahwa Sholat adalah pondasi terpenting dalam Islam, sehingga dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Sholat adalah tiang agama. Dengan adanya peristiwa Isrâ dan Mi’râj ini, seyogyanya membuat umat Islam semakin kuat keimanannya dan semakin tak tergoyahkan karena semakin meyakini bahwa Islam dan seluruh ajarannya merupakan agama dan ajaran samawiy. Wallahu a’lam.


DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, (Beirut : Darul Jil)

Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, ( Yogyakarta : Mitra Pustaka,Cet.3, 2005)

Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Fiqhu As-Sirah An-Nabawiyyah, (Cairo : Darus Salam, cet.6, 1999)

Salim Bahreisy, Sejarah Hidup Nabi-Nabi, (Surabaya : Bina Ilmu, 1993)

Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Ar-Rakhiq Al-Makhtum, (Al-Manshurah : Dar Al-Wafa, 2002)

Tariq Ramadan, Muhammad Rasul Zaman Kita, (Jakarta : Serambi, Cet.1, 2007)

http://muslim.or.id

أبو عيسى محمد بن عيسى بن سورة, سنن الترمدي, القاهرة : دار الحديث, 2010

أبو عبد الله الحاكم النيسابوري ,المستدرك على الصحيحين, بيروت : دار الفكر, 1978

الإمام الحافظ المصنف المتقن أبى داود سليمان بن الأشعث السجستانى الأزدي, سنن أبى داود, القاهرة:دار الحديث, 1988

الحافظ أبى عبد الله محمد بن يزيد القزونى, سنن ابن ماجه, القاهرة : دار الحديث

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, صحيح البخاري, القاهرة : دار الحديث, 2008

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, صحيح مسلم, بيروت : دار الكتب , 1994

[1] Tariq Ramadan, Muhammad Rasul Zaman Kita, (Jakarta : Serambi, Cet.1, 2007), h.147-148

[2] Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, ( Yogyakarta : Mitra Pustaka,cet.3, 2005), h.157

[3] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Ar-Rakhiq Al-Makhtum, (Al-Manshurah : Dar Al-Wafa, 2002), h.160

[4] Shahih Muslim, op.cit, No.161, Kitab Iman, Bab Isra Rasulullah ke Langit dan Kewajiban Shalat.

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, صحيح مسلم, كتاب الإيمان, باب الإسراء برسول الله صلى الله عليه و سلم إلى السماوات و فرض الصلوات, بيروت : دار الكتب , 1994, ج : , ص: 498

[5] Muhammad Al-Ghazali, op.cit, h.159

[6] Shahih Bukhari, op.cit, No.3207, kitab permulaan penciptaan, bab penyebutan malaikat                                                                                            

{العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, صحيح البخاري, كتاب بدء الخلق, باب دكر الملائكة, القاهرة : دار الحديث, 2008, ج : 2, ص : 595}

[7] Shahih Muslim, op.cit, No.162, Kitab Iman, Bab Isra Rasulullah ke Langit dan Kewajiban Shalat.

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, كتاب الإيمان, باب الإسراء برسول الله صلى الله عليه و سلم إلى السماوات و فرض الصلوات , ج :1 , ص:  500

[8] Lihat Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, (Beirut : Darul Jil), Juz:1, h.243

[9] Muhammad Al-Ghazali, op.cit, h.161

[10] Lihat Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Fiqhu As-Sirah An-Nabawiyyah, (Cairo : Darus Salam, cet.6, 1999), h.113

[11] Shahih Muslim, op.cit, No.172, Kitab Iman, Bab Penyebutan Al-Masih Putra Maryam dan Al-Masih Ad-Dajjal

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, كتاب الإيمان, باب  دكر المسيح بن مريم و المسيح الدجال, ج : 1, ص: 536

[12] Shahih Bukhari, op.cit, No.4709, Kitab Tafsir al-Qur'an, Bab Firmannya “yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram” (al-Isra', 17: 1)}.

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, كتاب بدء الخلق, باب دكر الملائكة, ج : 3, ص : 414

[13] Sunan Turmudzi, op.cit, No.3130, Kitab Tafsir al-Qur`an dari Rasulullah, Bab Dan Dari Surah Bani Isra`il

آبو عيسى محمد بن عيسى بن سورة, سنن الترمدي, القاهرة : دار الحديث, 2010  كتاب تفسير القرآن, باب و من سورة بني إسرائيل, ج: 5, ص:145 

[14] hadits hasan shahih: Para ulama’ telah menjawab maksud dari pernyataan Tirmidzi dengan jawaban yang bermacam-macam. Yang terbaik adalah pernyataannya al-Hafidh Ibnu Hajar yang disetujui oleh as-Suyuthi, ringkasannya sebagai berikut :
a) Jika haditsnya mempunyai dua buah sanad atau lebih, maka berarti hadits tersebut adalah hasan menurut shahih satu sanad, dan shahih menurut sanad lainnya.
b) Jika haditsnya mempunyai satu sanad, maka berarti hadits tersebut adalah hasan menurut satu kelompok, dan shahih menurut kelompok lainnya.

[15]  Sunan Turmudzi, op.cit, No.3462, Kitab Doa-Doa dari Rasulullah, Bab Dalil tentang Keutamaan Tasbih, Takbir, Tahlil, dan Tahmid

آبو عيسى محمد بن عيسى بن سورة,  كتاب الدعوات, باب ما جاء فى فضل التسبيح و التكبير و التهليل و التحميد, ج:5, ص:332

[16] hadits hasan gharib: hasan (bagus) secara sanad dan gharib (asing) disebabkan karena salah seorang perawinya menyendiri, baik menyendiri secara mutlak maupun secara nisbi.

[17] Shahih Muslim, op.cit, No.2375, Kitab Keutamaan-Keutamaan, Bab Sebagian Keutamaan Musa.

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, كتاب الفضائل, باب من فضل موسى, ج : 8, ص: 138

[18] Shahih Bukhari, op.cit, No.3239, Kitab Permulaaan Penciptaan, Bab Penyebutan Malaikat.

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, كتاب بدء الخلق, باب دكر الملائكة, ج : 2, ص : 607

[19] Sunan Turmudzi, op.cit, No. 2446, Kitab Sifat Kiamat, Bab Sifat Kautsar

آبو عيسى محمد بن عيسى بن سورة, كتاب صفة القيامة و الرقائق و الورع, باب ما جاء فى صفة أوانى الحوض, ج: 4, ص:3509

[20] Sunan Ibnu Majah, op.cit, No.3479, Kitab Pengobatan, Bab Bekam.

الحافظ أبى عبد الله محمد بن يزيد القزونى, سنن ابن ماجه, كتاب الطب, باب الحجامة, القاهرة : دار الحديث, ج:3, ص:2299

[21] Ibid, No.3477

[22] Shahih Bukhari, op.cit, No.3207, kitab permulaan penciptaan, bab penyebutan malaikat                                                                                     

{العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, كتاب بدء الخلق, باب دكر الملائكة, ج : 2, ص : 595}

[23] Shahih Muslim, op.cit, No.178, KitabIman, Bab perkataan Rasulullah cahaya sesungguhnya yang aku lihat

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, كتاب الإيمان, باب فى قوله صلى الله عليه و سلم نور أنى أراه, ج : 1, ص: 546

[24] Shahih Bukhari, op.cit, No.6581, Kitab Kelembutan Hati, Bab Tentang al-Kautsar.

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, كتاب الرقاق, باب فى الحوض, ج : 4, ص : 336

[25] Sunan Abi Daud, op.cit, No.4878, Kitab Adab, Bab Tentang Ghibah

الإمام الحافظ المصنف المتقن أبى داود سليمان بن الأشعث السجستانى الأزدي, سنن أبى داود, القاهرة:دار الحديث, 1988, كتاب الأدب, باب الغيبة, ج: 4, ص:721

[26] shahih lighairih : hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih diatas secara sempurna, atau hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat secara maksimal. Misalnya perawinya yang ‘adil tidak sempurna kedhabitannnya. Kedhabitan seorang rawi yang kurang sempurna, menjadikan hadits shahih lidzatihi turun nilainya menjadi hadits hasan lidzatihi. Akan tetapi jika kekurang sempurnaan rawi tentang kedhabitannya itu dapat ditutup, misalnya hadits hasan lidzatihi tersebut mempunyai sanad lain yang lebih dhabit, naiklah hadits hasan lidzatihi ini, menjadi hadits shahih lighairihi

[27] Shahih Bukhari, op.cit, No.3888, Kitab Manaqib, Bab Mi'raj

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, كتاب مناقب الأنصار, باب المعراج, ج : 3, ص : 95

[28] Shahih Bukhari, op.cit, No.3886, Kitab Tentang Anshar, Bab hadits Isra

العلامة المدقق أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري, صحيح البخاري, كتاب مناقب الأنصار, باب حديث الإسراء, , ج : 3, ص : 93

[29] Shahih Muslim, op.cit, No.172, Kitab Iman, Bab Penyebutan al-Masih bin Maryam dan al-Masih ad-Dajjal

مسلم بن حجاج القشيري النيسابوري, كتاب الإيمان, باب  دكر المسيح بن مريم و المسيح الدجال, ج : 1, ص: 536

[30] Mustadrak Al-Hakim, No.49141,Kitab mengenal sahabat .ra, Bab Abu Bakar As-Shiddiq Ibnu Abi Quhafah.ra

أبو عبد الله الحاكم النيسابوري ,المستدرك على الصحيحين, بيروت : دار الفكر, 1978,كتاب معرفة الصحابة رضي الله عنهم, باب أبو بكر الصديق بن أبى قحافة رضي الله عنهما ,

[31] Lihat Muhammad Al-Ghazali, op.cit, h.163-165

[32] http://muslim.or.id Diakses pada 10 Desember 2012