Rabu, 23 Juni 2021

MILLAH IBROHIM AS

Apa Itu Millah Ibrahim?

Yang dimaksud dengan “millah ibrahim” dia adalah “al-hanifiah” yaitu agama Allah yang lurus, merupakan ideologi Nabi Ibrahim alaihissalam, dan juga aqidah seluruh Nabi dan Rasul, dan keduanya adalah Islam itu sendiri, ajaran yang dibawa oleh Rasul Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam yang menyerukan pada pengesaan ibadah kepada Allah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kekufuran.


Pengertian Millah Ibrahim dalam Al-quran

Lafadz millah Ibrahim sering kita dapati dalam teks ayat-ayat al-Quran, kadang kita penasaran dengan makna dari lafadz tersebut maksudnya bagaimana, lantas, kira-kira maknanya apa ya? Kita akan sedikit mengulik penjelasan tentang ungkapan “millah ibrahim”, lafadz tersebut ada beberapa kali disebutkan dalam al-Quran, diantaranya dalam beberapa ayat berikut:

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”. (al-Baqarah:135).

Dan mereka berkata, "Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik."

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Suria Al-A'war pernah berkata kepada Rasulullah Saw., "Tiadalah petunjuk itu melainkan agama yang kami peluk. Maka ikutlah kami, hai Muhammad, niscaya kamu mendapat petunjuk." Dan orang-orang Nasrani mengatakan hal yang serupa, maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 135)

***

Firman Allah Swt.:

{بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}

Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus.”
(Al-Baqarah: 135)
Yakni kami tidak mau mengikuti agama Yahudi dan agama Nasrani yang kalian serukan kepada kami agar kami mengikutinya, melainkan kami hanya mengikuti agama Nabi Ibrahim yang lurus. 

Hanifah artinya lurus menurut Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Ais ibnu Jariyah; tetapi menurut Khasif, dari Mujahid, artinya ikhlas.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna hanifan ialah hajjan (yang berhaji). Hal yang sama diriwayatkan pula dari Al-Hasan, Ad-Dahhak, Atiyyah, dan As-Saddi.

Abul Aliyah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang menghadap ke arah Baitullah dalam shalatnya, dan ia berpendapat bahwa melakukan haji ke Baitullah hanyalah diwajibkan bila orang yang bersangkutan sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.

Mujahid dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa hanifan artinya orang yang diikuti tuntunannya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang beriman kepada semua rasul, dari rasul yang pertama hingga rasul yang terakhir.

Qatadah mengatakan, al-hanifiyyah 
ialah suatu kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah; termasuk ke dalam ajaran ini ialah haram menikahi ibu, anak perempuan, bibi dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dan semua hal lainnya yang diharamkan oleh Allah Swt. Termasuk ajaran agama al-hanif ialah berkhitan.

Ali Imran, ayat 93-95

{كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنزلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (93) فَمَنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (94) قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (95) }


Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah, "(Jika kalian mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar." Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah." Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا شَهْر قَالَ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] حَضَرَتْ عِصَابَةٌ مِنَ الْيَهُودِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: حدِّثنا عَنْ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ. قَالَ: "سَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ، وَلَكِنْ اجْعَلُوا لِي ذِمَّةَ اللَّهِ، وَمَا أَخَذَ يَعْقُوبُ عَلَى بَنِيهِ لَئِنْ أَنَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا فَعَرَفْتُمُوهُ لَتُتَابِعُنِّي عَلَى الإسْلامِ". قَالُوا: فَذَلِكَ لَكَ. قَالَ: "فَسَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ " قَالُوا: أَخْبرْنَا عَنْ أَرْبَعِ خِلَالٍ: أَخْبرْنَا أَيُّ الطَّعَامِ حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ؟ وَكَيْفَ مَاءُ الْمَرْأَةِ وَمَاءُ الرَّجُلِ؟ كَيْفَ هَذَا النَّبِيُّ الْأُمِّيُّ فِي النَّوْمِ؟ وَمَنْ وَليّه مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَأَخَذَ عَلَيْهِمُ الْعَهْدَ لَئِنْ أَخْبَرَهُمْ لَيُتَابِعُنَّهُ وَقَالَ:"أَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسْرَائِيلَ مَرِضَ مَرَضًا شَدِيدًا وَطَالَ سُقْمُهُ، فَنَذَرَ لِلَّهِ نَذْرًا لَئِنْ شَفَاهُ اللَّهُ مِنْ سُقْمِهِ لَيُحَرِّمَنَّ أَحَبَّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ وَأَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ، وَكَانَ أَحَبَّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ لُحْمان الإبِلِ، وَأَحَبَّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ أَلْبَانُهَا" فَقَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ". وَقَالَ: أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلا هُوَ، الَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ مَاءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيظٌ، ومَاءَ الْمَرْأَةِ أَصْفَر رَقِيقٌ، فَأَيُّهُمَا عَلا كَانَ لَهُ الْوَلَدُ وَالشَّبَهُ بإذنِ اللَّهِ، إِنْ عَلا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ كَانَ ذَكَرًا بِإِذْنِ اللَّهِ وَإِنْ عَلا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ كَانَ أُنْثَى بِإِذْنِ اللَّهِ ". قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ". وَقَالَ: "أَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي أَنزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى: هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الأمِّيَّ تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلا يَنَامُ قَلْبُهُ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نعمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ ". قَالُوا: وَأَنْتَ الْآنَ فَحَدِّثْنَا منْ وليُّك مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَعِنْدَهَا نُجَامِعُكَ أَوْ نُفَارِقُكَ قَالَ: "إِنَّ وَلِيِّيَ جِبْرِيلُ، وَلَمْ يَبْعَث اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلا وَهُوَ وَلِيُّهُ". قَالُوا: فَعِنْدَهَا نُفَارِقُكَ، وَلَوْ كَانَ وَلِيُّكَ غَيْرَهُ لتابعنَاك، فَعِنْدَ ذَلِكَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ} الْآيَةَ [الْبَقَرَةِ: 97]

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan: Ada segolongan kaum Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Ceritakanlah kepada kami tentang beberapa perkara yang akan kami tanyakan kepadamu, tiada yang mengetahuinya kecuali hanya seorang nabi." Rasulullah Saw. menjawab: Tanyakanlah kepadaku apa yang kalian kehendaki, tetapi berjanjilah kalian kepadaku demi karena Allah dan janji yang telah diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sekiranya aku menceritakan kepada kalian sesuatu hal, lalu kalian mengetahuinya (membenarkannya), maka kalian benar-benar mau mengikutiku masuk Islam. Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti maumu." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang empat perkara; ceritakanlah kepada kami makanan apakah yang diharamkan oleh Israil atas dirinya? Bagaimanakah perihal air mani laki-laki dan air mani wanita, yakni bagaimanakah perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan darinya? Ceritakanlah kepada kami perihal Nabi yang ummi ini dalam hal tidurnya? Siapakah yang menjadi temannya dari kalangan para malaikat?" Lalu Nabi Saw. mengambil janji atas mereka, yaitu jika beliau menceritakan hal tersebut kepada mereka, maka mereka benar-benar mau mengikutinya. Nabi Saw. bersabda: "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil pernah sakit keras dalam waktu yang cukup lama, lalu ia bernazar kepada Allah, jika Allah menyembuhkan penyakit yang selama ini dideritanya, ia benar-benar akan mengharamkan makanan dan minuman yang paling disukainya. Sedangkan makanan yang paling disukainya adalah daging unta, dan minuman yang paling disukainya adalah air susunya?" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Aku tanyakan kepada kalian demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu berwarna putih lagi kental dan air mani wanita itu berwarna kuning lagi encer. Maka yang mana pun di antara keduanya lebih kuat, maka si anak nanti akan mirip dengannya, baik jenis maupun rupanya. Dengan kata lain, jika air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya nanti adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan jika air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya nanti adalah perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar."Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, tahukah kalian bahwa Nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Nabi Saw. bersabda, "Dan sesungguhnya temanku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan dia adalah temannya." Mereka berkata, "Karena jawaban inilah kami berpisah denganmu. Seandainya temanmu adalah selain dia, niscaya aku benar-benar mengikutimu." Pada saat itu juga Allah berfirman: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril...." (Al-Baqarah: 97), hingga akhir ayat.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Husain ibnu Muhammad, dari Abdul Hamid dengan lafaz yang sama.

Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ العِجْليّ، عَنْ بُكَير بْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَقْبَلَتْ يهودُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، نَسْأَلُكَ عَنْ خَمْسَةِ أَشْيَاءَ، فَإِنْ أَنْبَأْتَنَا بِهِنَّ عَرَفْنَا أَنَّكَ نَبِيٌّ وَاتَّبَعْنَاكَ، فَأَخَذَ عَلَيْهِمْ مَا أَخَذَ إِسْرَائِيلُ عَلَى بَنِيهِ إِذْ قَالَ: {اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ} [يُوسُفَ: 66] . قَالَ: "هَاتُوا". قَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ عَلَامَةِ النَّبِيِّ؟ قَالَ: "تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلا يَنَامُ قَلْبُه". قالوا: أخبرنا كيف تُؤنِّثُ المرأةُ وَكَيْفَ تُذْكرُ؟ قَالَ: "يَلْتَقِي الماءَان، فَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ أذْكَرَتْ، وإذَا عَلا مَاءُ الْمَرْأَةِ آنثَتْ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا حَرَّم إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ، قَالَ: "كَانَ يَشْتَكِي عِرْقَ النَّسَا، فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا يُلائِمُهُ إِلَّا ألْبَانَ كَذَا وكَذَا -قَالَ أَحْمَدُ: قَالَ بَعْضُهُمْ: يَعْنِي الْإِبِلَ -فَحَرَّم لُحُومَهَا". قَالُوا: صَدَقْتَ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا هَذَا الرَّعد؟ قَالَ: "مَلَكٌ مِنْ مَلائِكَةِ اللهِ مُوَكلٌ بِالسَّحَابِ بِيدِهِ -أَوْ فِي يَدِه-مِخْرَاقٌ مِنْ نَارٍ يَزْجُر بِهِ السّحابَ، يَسُوقُهُ حَيْثُ أَمَرَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ". قَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِي يُسمع؟ قَالَ: "صَوْتُه". قَالُوا: صدقت، إنما بقيت واحدة، وهي التي نتابعك إِنْ أَخْبَرَتْنَا بِهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا لَهُ مَلَكٌ يَأْتِيهِ بِالْخَبَرِ، فَأَخْبِرْنَا مَنْ صاحبُك؟ قَالَ: "جبْرِيلُ عَلَيْه السَّلامُ". قَالُوا: جِبْرِيلُ ذَاكَ يَنزل بالحَرْب وَالْقِتَالِ وَالْعَذَابِ عَدُوُّنا. لَوْ قلتَ: ميكائيل الذي ينزل بالرحمة والنبات والقَطْر لَكَانَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ}

telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, sesungguhnya kami akan menanyakan kepadamu tentang lima perkara. Jika kamu menceritakannya kepada kami, maka kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi Saw. mengambil janji atas mereka seperti apa yang pernah diambil oleh Israil terhadap anak-anaknya, yaitu ketika Israil mengatakan: Allah menjadi saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini). (Yusuf: 66) Lalu Nabi Saw. bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian!" Mereka berkata, "Ceritakanlah kepada kami alamat seorang nabi!" Nabi Saw. menjawab: Kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur. Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, bagaimana seorang wanita melahirkan anak perempuan dan bagaimana dia melahirkan anak laki-laki?" Nabi Saw. menjawab: Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka ia akan melahirkan laki-laki. Dan apabila air mani wanita dapat mengalahkan (air mani laki-laki), maka ia akan melahirkan perempuan. Mereka bertanya lagi, "Ceritakanlah kepada kami, apa yang diharamkan oleh Israil terhadap dirinya?" Nabi Saw. menjawab: Dia menderita penyakit 'irqun nasa, dan ia tidak menemukan sesuatu yang cocok untuknya selain air susu ternak anu —Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian di antara mereka (para perawi) menafsirkannya air susu unta— maka ia mengharamkan dagingnya. Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, apakah guruh itu?" Nabi Saw. menjawab: ia adalah malaikat Allah Swt. yang ditugaskan mengatur awan dengan tangannya —atau di tangannya— terdapat cemeti dari api untuk menggiring awan ke arah mana yang diperintahkan oleh Allah Swt. Mereka bertanya, "Lalu suara apakah yang terdengar itu?" Nabi Saw. menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka berkata, "Engkau benar, sesungguhnya sekarang tinggal satu pertanyaan lagi yang sangat menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu menceritakannya kepada kami. Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan mempunyai malaikat yang selalu datang kepadanya membawa berita (wahyu). Maka ceritakanlah kepada kami, siapakah teman malaikatmu itu?" Nabi Saw. menjawab: "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril! Dia adalah malaikat yang selalu menurunkan peperangan, pembunuhan, dan azab. Dia adalah musuh kami. Seandainya kamu katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, tumbuh-tumbuhan, dan hujan, maka kami akan mengikutimu." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 97), hingga akhir ayat yang sesudahnya.
Imam Turmuzi meriwayatkannya —juga Imam Nasai— melalui hadis Abdullah ibnul Walid Al-Ajali dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

Ibnu Juraij dan Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Israil a.s. (yakni Nabi Ya'qub) pernah menderita penyakit 'irqun nasa di setiap malam harinya. Penyakit ini membuatnya tidak dapat tidur. Tetapi bila siang hari, penyakit ini pergi (dan datang lagi pada malam harinya). Lalu Nabi Ya'qub bernazar kepada Allah Swt., bahwa jika Allah benar-benar menyembuhkan dirinya dari penyakit itu. dia tidak akan minum susu dan tidak akan memakan daging ternak yang menyusui (maksudnya unta).

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ad-Dahhak dan As-Saddi. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Jarir mengatakan, lalu sikap Ya'qub itu diikuti oleh anak-anaknya dalam mengharamkan hal tersebut, demi mengikuti jejak dan bertaqlid kepada ayahnya.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa firman Allah Swt.: Sebelum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93), Yakni Nabi Ya'qub mengharamkan hal tersebut atas dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan kepadanya.
Menurut kami, pembahasan ini mempunyai kaitan dengan tafsir ayat di atas ditinjau dari dua segi berikut, yaitu:

Pertama, Israil a.s. mengharamkan atas dirinya sesuatu yang paling disukainya demi karena Allah Swt. Hal ini diperbolehkan menurut syariat mereka, dan hal ini mempunyai kaitan jauh sesudah itu dengan firman-Nya: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai..(Ali Imran: 92)

Hal ini disyariatkan di dalam agama kita (Islam), yaitu menginfakkan sebagian dari harta yang dicintai oleh seorang hamba dan sangat digandrunginya demi ketaatannya kepada Allah Swt. Seperti yang disebutkan oleh firman lainnya, yaitu: dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177). Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8)

Kedua, dalam pembahasan terdahulu disebutkan sanggahan terhadap orang-orang Nasrani dan akidah mereka yang batil terhadap Al-Masih, juga disebutkan kepalsuan pendapat mereka. Kemudian dijelaskan perkara yang hak dan hal yang yakin tentang Isa dan ibunya, bagaimana Allah menciptakan Isa melalui kekuasaan dan kehendak-Nya. Lalu Allah mengutusnya kepada Bani Israil, menyeru mereka untuk menyembah Tuhannya Yang Mahasuci lagi Maha-tinggi. Selanjutnya sanggahan Allah ditujukan kepada orang-orang Yahudi, yang isinya menjelaskan bahwa nasakh yang mereka ingkari keberadaannya dan tidak diperbolehkan oleh mereka benar-benar terjadi. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah me-nas-kan di dalam kitab Taurat mereka bahwa Nabi Nuh a.s. ketika keluar dari perahunya, Allah memperbolehkan baginya semua binatang yang ada di bumi, ia boleh makan dagingnya. Sesudah itu Israil mengharamkan atas dirinya daging unta dan air susunya, yang kemudian sikapnya itu diikuti oleh anak-anaknya. Ketika kitab Taurat diturunkan, hal itu tetap diharamkan; diharamkan pula hal-hal lainnya sebagai tambahan dari yang telah ada.


Pada mulanya Allah memperbolehkan Adam menikahkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya, tetapi sesudah itu peraturan tersebut diharamkan.

Dahulu di masa Nabi Ibrahim, mengambil gundik di samping istri diperbolehkan. Nabi Ibrahim melakukan hal ini terhadap Siti Hajar, ketika ia mengambilnya sebagai gundik di samping istrinya sendiri (yaitu Siti Sarah). Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan bagi mereka dalam kitab Taurat.
Di masa Nabi Ya'qub, menggabungkan dua orang saudara perempuan dalam satu perkawinan diperbolehkan. Nabi Ya'qub a.s. sendiri melakukannya. Sesudah itu hal ini diharamkan dalam kitab Taurat.

Semuanya itu di-nash-kan di dalam kitab Taurat yang ada di tangan mereka, dan hal ini merupakan salah satu bentuk dari nasakh itu sendiri. Demikian pula halnya apa yang telah disyariatkan oleh Allah kepada Al-Masih a.s., yaitu menghalalkan sebagian dari apa yang pernah diharamkan oleh kitab Taurat. Mengapa mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mendustakan dan menentangnya?
Demikian pula apa yang telah diutus oleh Allah kepada Nabi Muhammad, berupa agama yang benar dan jalan yang lurus, yaitu agama kakek moyangnya (yakni Nabi Ibrahim). Mengapa mereka tidak mau beriman? Karena itulah dalam ayat ini disebut oleh firman-Nya: Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. (Ali Imran: 93)
Yakni dahulu semua jenis makanan dihalalkan sebelum kitab Taurat diturunkan, kecuali apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) sendiri.
Kemudian Allah Swt. berfirman:

فَأْتُوا بِالتَّوْراةِ فَاتْلُوها إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ

Katakanlah, "Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar" (Ali Imran: 93)
Karena sesungguhnya kitab Taurat pasti dinyatakan sama dengan apa yang Kami katakan.

فَمَنِ افْتَرى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ مِنْ بَعْدِ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 94)
Maksudnya, barang siapa yang berdusta terhadap Allah dan mengakui bahwa Allah mensyariatkan bagi mereka hari Sabtu serta berpegang kepada Taurat selamanya, bahwa Allah tidak mengutus nabi lain yang menyeru kepada Allah Swt. dengan membawa bukti-bukti dan hujah-hujah sesudah apa yang Kami terangkan, yaitu terjadinya nasakh, dan apa yang telah Kami sebutkan itu benar-benar nyata.

فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

maka merekalah orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 94).
Kemudian Allah Swt. berfirman:

قُلْ صَدَقَ اللَّهُ

Katakanlah, "Benarlah Allah." (Ali Imran: 95)
Yaitu katakanlah, Muhammad, bahwa Allah benar dalam apa yang difirmankan-Nya dan dalam semua apa yang disyariatkan-Nya di dalam Al-Qur'an.

فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (Ali Imran: 95)
Maksudnya, ikutilah agama Ibrahim yang telah disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an melalui lisan Nabi Muhammad Saw. Karena sesungguhnya agama Nabi Muhammad itu adalah agama yang hak, yang tidak diragukan lagi dan tidak ada kebimbangan padanya. la merupakan jalan yang belum pernah didatangkan oleh seorang nabi pun dalam bentuk yang lebih sempurna, lebih jelas, lebih gamblang, dan lebih lengkap daripadanya. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

قُلْ إِنَّنِي هَدانِي رَبِّي إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ دِيناً قِيَماً مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (Al-An'am: 161)

ثُمَّ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَما كانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)


An-Nisa, ayat 123-126

لَيْسَ بِأَمانِيِّكُمْ وَلا أَمانِيِّ أَهْلِ الْكِتابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيراً (123) وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيراً (124) وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْراهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْراهِيمَ خَلِيلاً (125) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَكانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطاً (126)


(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik ia laki-laki maupun wanita, sedangkan ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.

Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa kaum muslim dan orang-orang Ahli Kitab saling membanggakan dirinya. Maka berkatalah orang-orang Ahli Kitab, "Nabi kami sebelum nabi kalian, dan kitab kami sebelum kitab kalian, maka kami lebih berhak terhadap Allah daripada kalian." Orang-orang muslim mengatakan, "Kami lebih utama terhadap Allah daripada kalian, nabi kami adalah pemungkas para nabi, dan kitab kami berkuasa memutuskan atas semua kitab yang ada sebelumnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: (Pahala dari sisi Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) sampai dengan firman-Nya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan. (An-Nisa: 125), hingga akhir ayat. Kemudian Allah memenangkan hujah (alasan) kaum muslim atas orang-orang yang menentang mereka dari kalangan agama lain.

Hal yang sama diriwayatkan dari As-Saddi, Masruq, Ad-Dahhak, Abu Saleh, dan yang lain-lainnya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa para pemeluk berbagai agama bersitegang. Maka orang-orang yang berpegang kepada kitab Taurat mengatakan, "Kitab kami adalah sebaik-baik kitab, dan nabi kami adalah sebaik-baik nabi." Pemegang kitab Injil mengatakan hal yang semisal. Maka orang-orang Islam mengatakan, "Tiada agama (yang diterima di sisi Allah) selain Islam, dan kitab kami me-mansukh semua kitab, serta nabi kami adalah nabi penutup. Kami diperintahkan agar iman kepada kitab kalian serta mengamalkan kitab kami sendiri." 

Maka Allah Swt. memutuskan di antara mereka melalui firman-Nya: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123), hingga akhir ayat. Dia memilih di antara semua agama dengan melalui firman-Nya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan. (An-Nisa: 125) sampai dengan firman-Nya: Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kekasih-Nya. (An-Nisa: 125)
Mujahid mengatakan bahwa orang-orang Arab mengatakan, "Kami tidak akan dibangkitkan dan kami tidak akan diazab, sedangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: 'Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani' (Al-Baqarah: 111). Mereka mengatakan pula seperti yang disitir oleh firman-Nya: 'Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali selama beberapa hari saja' (Al-Baqarah: 80)."

Makna yang dimaksud dari ayat surat An-Nisa ini ialah bahwa agama itu bukanlah hanya sebagai hiasan, bukan pula merupakan angan-angan yang kosong, tetapi agama yang sesungguhnya ialah agama yang meresap ke dalam hati dan dibenarkan melalui amal perbuatan. Tidak semua orang yang mengakui atas sesuatu dapat meraihnya hanya dengan sekadar mengakuinya. Tidaklah semua orang yang mengatakan bahwa dirinya berada dalam kebenaran, lalu ucapannya itu didengar hanya dengan pengakuannya saja, sebelum dia mendapat bukti dari Allah yang menyatakan atas kebenarannya. Karena itulah dalam firman-Nya disebutkan:

{لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ}

(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123)
Dengan kata lain keselamatan itu bukanlah milik kalian, bukan pula milik mereka (Ahli Kitab) hanya dengan sekadar pengakuan, melainkan pertimbangan dalam hal ini adalah dengan taat kepada Allah Swt. dan mengikuti syariat-Nya, yang disampaikan melalui lisan para rasul yang mulia. Untuk itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Az-Zalzalah: 7-8)
Telah diriwayatkan bahwa ketika ayat ini diturunkan, hal ini terasa berat di kalangan kebanyakan sahabat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْر، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ قَالَ: أخْبرْتُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ الصَّلَاحُ بَعْدَ هذه الآية: {لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَكُل سُوءٍ عَمِلْنَاهُ جُزِينَا بِهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "غَفَر اللَّهُ لكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، ألستَ تَمْرضُ؟ ألستَ تَنْصَب؟ أَلَسْتَ تَحْزَن؟ أَلَسْتَ تُصيبك اللَّأْوَاءُ ؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "فهو ما تُجْزَوْنَ به".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Abu Bakar ibnu Abu Zuhair yang menceritakan, "Aku mendapat berita bahwa Abu Bakar r.a. pernah bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah keberuntungan itu sesudah ayat ini,' yaitu: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Sedangkan semua perbuatan buruk (jahat) yang kami lakukan, maka kami mendapat balasannya?" Maka Nabi Saw. bersabda: "Hai Abu Bakar, semoga Allah memberikan ampunan kepadamu, bukankah kamu pernah sakit, bukankah kamu pernah mengalami kepayahan, bukankah kamu pernah mengalami kesedihan, bukankah kamu pernah tertimpa musibah?” Abu Bakar menjawab, "Memang benar.” Nabi Saw. bersabda, "Itu termasuk balasan yang ditimpakan kepadamu."
Sa'id ibnu Mansur meriwayatkannya dari Khalaf ibnu Khalifah, dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari Ismail dengan lafaz yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ زِيَادٍ الْجَصَّاصِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ فِي الدُّنْيَا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, dari Ziyad Al-Jassas, dari Ali ibnu Zaid, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Abu Bakar menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu di dunia.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hisyam ibnu Juhaimah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata, telah menceritakan kepada kami Ziyad Al-Jassas, dari Ali ibnu Zaid, dari Mujahid yang menceritakan bahwa Abdullah ibnu Umar pernah berkata, "Lihatlah tempat Abdullah ibnuz Zubair disalib itu, jangan sekali-kali kalian lewat padanya." Lalu Abdullah ibnu Umar memandang kepada Ibnuz Zubair (yang telah disalib itu) dan berkata, "Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu," sebanyak tiga kali. Lalu mengatakan, "Demi Allah, tidak ada yang ku ketahui mengenai dirimu kecuali engkau adalah orang yang banyak puasa, banyak salat, dan gemar bersilaturahmi. Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya aku berharap dalam musibah yang menimpa dirimu sekarang ini, semoga Allah tidak mengazabmu sesudahnya." Mujahid melanjutkan kisahnya, "Lalu Abdullah ibnu Umar berpaling ke arahku dan mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Bakar As-Siddiq menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Barang siapa yang mengerjakan keburukan di dunia, niscaya akan diberi pembalasan dengan keburukan itu'."

Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnad melalui Al-Fadl ibnu Sahl, dari Abdul Wahhab ibnu Ata secara ringkas.

Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan di dalam Musnad Ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aaiqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaim ibnu Hayyan, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku (yaitu Hayyan ibnu Bustam), bahwa Bustam pernah menceritakan bahwa ketika ia sedang bersama Ibnu Umar, maka ia melewati Abdullah ibnuz-Zubair yang sedang dalam keadaan disalib. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, wahai Abu Khubaib. Aku telah mendengar ayahmu —yakni Az-Zubair— menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: 'Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu di dunia dan di akhirat'."

Kemudian ia (Al-Bazzar) mengatakan, "Kami tidak mengetahui dia meriwayatkan dari Az-Zubair kecuali dari segi ini."

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ الْعَوْفِيُّ، حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عبيدة، حدثني مولى بن سِبَاع قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصَّدِّيقِ قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، هَلْ أُقْرِئُكَ آيَةً نَزَلَتْ عَلَيَّ؟ " قَالَ: قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَأَقْرَأَنِيهَا فَلَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنِّي وَجَدْتُ انقصَامًا فِي ظَهْرِي حَتَّى تَمَطَّأْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مالك يَا أَبَا بَكْرٍ؟ " قُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَيُّنَا لَمْ يَعْمَلِ السُّوءَ، وَإِنَّا لمجْزيُّون بِكُلِّ سُوءٍ عَمِلْنَاهُ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَّا أَنْتَ وَأَصْحَابُكَ يَا أَبَا بَكْرٍ الْمُؤْمِنُونَ فَتُجْزَوْنَ بِذَلِكَ في الدُّنْيَا حَتَّى تَلْقَوُا اللَّهَ، وَلَيْسَ لَكُمْ ذُنُوبٌ، وَأَمَّا الْآخَرُونَ فَيُجْمَعُ لَهُمْ ذَلِكَ حَتَّى يُجْزَوْا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Kamil, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Maula ibnus Siba' yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar menceritakan hadis berikut dari Abu Bakar As-Siddiq; ketika ia sedang bersama Nabi Saw., maka turunlah firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelin-dung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (An-Nisa: 123) Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Bakar, maukah aku bacakan kepadamu suatu ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?" Abu Bakar menjawab, "Tentu saja aku mau, wahai Rasulullah." "Rasulullah Saw. membacakan ayat tersebut kepadaku, dan tanpa kusadari punggungku terasa amat pegal, hingga aku menggeliat meluruskannya." Lalu Rasulullah Saw. bertanya, "Mengapa engkau ini, hai Abu Bakar?" Aku (Abu Bakar) menjawab, "Demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah mengerjakan kejahatan (dosa)? Dan sesungguhnya kita benar-benar akan diberi balasan atas tiap-tiap kejahatan yang kita lakukan." Rasulullah Saw. bersabda: Adapun kamu dan teman-temanmu yang beriman, maka sesungguhnya kalian diberi pembalasan dengan hal tersebut di dunia, hingga kalian menghadap kepada Allah kelak sedangkan kalian tidak mempunyai dosa lagi. Adapun orang-orang lain, maka hal tersebut dikumpulkan bagi mereka, hingga mereka menerima pembalasannya di hari kiamat nanti.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Yahya ibnu Musa dan Abdu ibnu Humaid, dari Rauh ibnu Ubadah dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa Musa ibnu Ubaidah orangnya daif, sedangkan maula Ibnus Siba' orangnya tidak dikenal.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْغُلَامُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ قَالَ: لمَّا نَزَلَتْ قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، جَاءَتْ قَاصِمَةُ الظَّهْرِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا هِيَ الْمَصَائِبُ فِي الدُّنْيَا"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Ghulam, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, Abu Bakar terserang penyakit reumatik pada punggungnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya yang dimaksud dengan pembalasan itu hanyalah berupa musibah-musibah di dunia.
Jalur yang lain dari As-Siddiq.

قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَامِرٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مِهْرَانَ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ صُبَيح، عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ: قَالَ أَبُو بَكْرٍ [الصِّدِّيقُ] يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَشَدَّ هَذِهِ الْآيَةَ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} ! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْمَصَائِبُ وَالْأَمْرَاضُ وَالْأَحْزَانُ فِي الدُّنْيَا جَزَاءٌ"

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ishaq Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amir As-Sa'di, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Sulaiman ibnu Mihran, dari Muslim ibnu Sabih, dari Masaiq yang menceritakan bahwa Abu Bakar As-Siddiq pernah mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang beratnya pengamalan ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbagai macam musibah, sakit, dan kesusahan di dunia adalah pembalasan.

Jalur lain.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ وَأَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ الْحَسَنِ الْحَارِثِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ قُنْفُذ عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كُلُّ مَا نَعْمَلُ نُؤَاخَذُ بِهِ؟ فَقَالَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، أَلَيْسَ يُصِيبُكَ كَذَا وَكَذَا؟ فَهُوَ كَفَّارَةٌ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Ziyad dan Ahmad ibnu Mansur; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnul Hasan Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zaid ibnu Munqiz, dari Siti Aisyah, dari Abu Bakar yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123); Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, apakah semua kebaikan yang kita lakukan akan diberi pembalasannya?" Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Bakar, bukankah kamu pernah terkena musibah anu dan anu, maka hal itu merupakan kifarat(nya).

Hadis lain.

قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ بَكْرَ بْنَ سِوَادَةَ حَدَّثَهُ، أَنَّ يَزِيدَ بْنَ أَبِي يَزِيدَ حَدَّثَهُ، عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَجُلًا تَلَا هذه الآية: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَ: إِنَّا لنُجْزَى بِكُلِّ عَمَل ؟ هَلَكْنَا إذًا. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "نَعَمْ، يُجْزَى بِهِ الْمُؤْمِنُ فِي الدُّنْيَا، فِي نَفْسِهِ، فِي جَسَدِهِ، فِيمَا يُؤْذِيهِ"

Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Abu Bakar ibnu Sawwadah pernah menceritakan kepadanya bahwa Yazid ibnu Abu Yazid pernah menceritakan dari Ubaid ibnu Umair; dari Siti Aisyah, bahwa seorang lelaki pernah membaca firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Lalu lelaki itu mengatakan, "Sesungguhnya kita akan diberi pembalasan dengan pembalasan yang serupa dengan tiap-tiap keburukan yang kita kerjakan. Kalau demikian, pasti binasalah kita." Ketika perkataan tersebut sampai kepada Rasululalh Saw., maka beliau bersabda: Memang, orang mukmin diberi pembalasan yang serupa di dunia pada dirinya, juga pada tubuhnya yang menyakitkannya.

Jalur yang lain.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنْ أَبِي عَامِرٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَأَعْلَمُ أَشَدَّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ. فَقَالَ: "مَا هِيَ يَا عَائِشَةُ؟ " قُلْتُ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَ: "هُوَ مَا يُصِيبُ العبد المؤمن حتى النَّكْبَة يَنْكُبها".

Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Abu Amir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui ayat yang paling berat di dalam Al-Qur'an." Rasulullah Saw. bertanya, "Wahai Aisyah, ayat apakah itu?" Siti Aisyah membaca firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Balasan tersebut adalah musibah yang menimpa diri hamba yang mukmin, sehingga kecelakaan yang dialaminya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Hasyim dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abu Amir Saleh ibnu Rustum Al-Kharraz dengan lafaz yang sama.

Jalur lain.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أُمَيَّةَ أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} فَقَالَتْ: مَا سَأَلَنِي عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ أَحَدٌ مُنْذُ سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: "يَا عَائِشَةُ، هَذِهِ مُبَايَعَةُ اللَّهِ لِلْعَبْدِ، مِمَّا يُصِيبُهُ مِنَ الْحُمَّى والنَّكْبَة وَالشَّوْكَةِ، حَتَّى الْبِضَاعَةُ فيضعها فِي كُمِّه فَيَفْزَعُ لَهَا، فَيَجِدُهَا فِي جَيْبِهِ، حَتَّى إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِيَخْرُجُ مِنْ ذُنُوبِهِ كَمَا يَخْرُجُ التِّبْرُ الْأَحْمَرُ مِنَ الكِير"

Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari anak perempuannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. mengenai firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa tidak pernah ada seorang pun yang bertanya kepadanya mengenai ayat ini semenjak ia menanyakannya kepada Rasulullah Saw. Ia pernah menanyakan makna ayat tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. menjawab: Wahai Aisyah, hal ini merupakan janji Allah kepada hamba-(Nya) menyangkut sebagian dari penyakit yang menimpa dirinya, seperti demam dan kesusahan serta duri (yang menancap di kakinya), sehingga barang dagangan yang ia letakkan di dalam kantong bajunya, dan ketika ia merabanya sangat terkejut karena tidak ada, dan ternyata ia menemukannya pada kantong celananya. Sehingga seorang mukmin, benar-benar bersih dari dosa-dosanya, sebagaimana emas yang baru disepuh bebas dari kotorannya.

Jalur yang lain.

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا سُرَيج بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْمُهَاجِرِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} قَالَ: "إِنَّ الْمُؤْمِنَ يُؤْجَرُ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى فِي الفَيْظ عِنْدَ الْمَوْتِ".

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Muhammad ibnu Ismail, dari Muhammad ibnu Yazid ibnul Muhajir, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah di-tanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin itu diberi pahala dalam segala sesuatunya, hingga pada (rasa sakit) kematiannya ketika nyawanya dicabut.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَثُرَتْ ذُنُوبُ الْعَبْدِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَا يُكَفِّرُهَا، ابْتَلَاهُ اللَّهُ بالحَزَن ليُكَفِّرها عَنْهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Zaidah, dari Lais, dari Mujahid, dari Siti Aisyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “apabila dosa seseorang hamba banyak, sedangkan dia tidak mempunyai amalan saleh untuk menutupinya, maka Allah mengujinya dengan kesedihan, untuk menghapuskan dosa-dosanya itu."

Hadis lain.

قَالَ سَعِيدُ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُحَيْصِن، سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَة، يُخْبِرُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} شَقّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَدِّدوا وَقَارِبُوا، فَإِنَّ فِي كُلِّ مَا يُصَابُ بِهِ الْمُسْلِمُ كَفَّارَةٌ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكها، والنَّكْبَة يَنْكُبُهَا"

Sa'id ibnu Mansur meriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Abdur Rahman ibnu Muhaisin yang pernah mendengar Muhammad ibnu Qais ibnu Makhramah menceritakan bahwa menurut Abu Hurairah r.a., tatkala diturunkan firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka hal itu terasa berat oleh kaum muslim. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka: Bersikap teguhlah kalian dan dekatkanlah diri kalian (kepada Allah), karena sesungguhnya dalam setiap musibah yang menimpa diri seorang muslim terkandung kifarat, sehingga duri yang menusuknya dan kesedihan (kesusahan) yang dialaminya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sufyan ibnu Uyaynah juga Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah.

وَرَوَاهُ ابْنُ مَردُويه مِنْ حَدِيثِ رَوْحٍ وَمُعْتَمِرٍ كِلَاهُمَا، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} بَكَيْنَا وَحَزِنَّا وَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَبْقَتْ هَذِهِ الْآيَةُ مِنْ شَيْءٍ. قَالَ: "أَمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَكَمَا نَزَلَتْ، وَلَكِنْ أَبْشِرُوا وَقَارِبُوا وسَدِّدوا؛ فَإِنَّهُ لَا يُصِيبُ أحدًا منكم فِي الدُّنْيَا إِلَّا كفَّر اللَّهُ بِهَا خَطِيئَتَهُ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكها أَحَدُكُمْ فِي قَدَمِهِ"

Ibnu Mardawih meriwayatkannya melalui hadis Rauh dan Ma'mar; keduanya dari Ibrahim ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Ibrahim; ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan kalian yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka kami menangis dan sedih, serta mengatakan, "Wahai Rasulullah, ayat ini tidak menyisakan barang sedikit pun (dari balasan)." Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat ini memang mempunyai arti seperti apa yang diturunkan. Tetapi bergembiralah kalian, dekatkanlah diri kalian (kepada Allah), dan teguhlah kalian (pada ja-lan yang lurus). Karena sesungguhnya tiada suatu musibah pun di dunia ini yang menimpa seseorang di antara kalian, melainkan Allah menghapuskan karenanya sebagian dari dosa-dosanya, sehingga duri yang menancap pada telapak kaki seseorang di antara kalian.

قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصب وَلَا وَصَب وَلَا سَقَم وَلَا حَزَن، حَتَّى الْهَمِّ يُهَمّه، إِلَّا كُفّر بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ"

Ata ibnu Yasar meriwayatkan dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, bahwa keduanya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim tertimpa kelelahan, tidak pula kepayahan, tidak pula penyakit, dan tidak pula kesedihan sehingga kesusahan yang dialaminya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari keburukan-keburukan (dosa-dosa)nya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سَعْدِ بْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَتْنِي زَيْنَبُ بِنْتُ كَعْبِ بنُ عُجْرَة، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرَأَيْتَ هَذِهِ الْأَمْرَاضَ الَّتِي تُصِيبُنَا؟ مَا لَنَا بِهَا؟ قَالَ: "كَفَّارَاتٌ". قَالَ أُبَيٌّ: وَإِنْ قَلَّتْ؟ قَالَ: "وَإِنْ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا" قَالَ: فَدَعَا أُبَيٌّ عَلَى نَفْسِهِ أَنَّهُ لَا يُفَارِقُهُ الْوَعْك حَتَّى يَمُوتَ، فِي أَلَّا يَشْغَلَهُ عَنْ حَجٍّ وَلَا عُمْرَةٍ، وَلَا جِهَادٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَلَا صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فِي جَمَاعَةٍ، فَمَا مَسَّهُ إِنْسَانٌ إِلَّا وَجَدَ حَرَّهُ، حَتَّى مَاتَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Zainab binti Ka'b ibnu Ujrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Bagaimanakah menurut pendapatmu tentang berbagai penyakit yang menimpa diri kami, apakah imbalannya bagi kami?" Nabi Saw. menjawab, "Berbagai macam kifarat (penghapus dosa)." Kemudian ayahku ikut bertanya, "Sekalipun musibah itu ringan?" Nabi Saw. menjawab, "Bahkan duri (yang menusuk kakinya) hingga yang lebih besar lagi." Zainab binti Ka'b melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu ayahnya (Ka'b ibnu Ujrah) mendoa terhadap dirinya sendiri, semoga selama hidupnya ia tidak terpisah dari sakit hingga mati, agar dirinya tidak berpaling dari haji, umrah, jihad, dan salat fardu dengan berjamaah. Maka tidak ada seorang pun yang menyentuh tubuhnya, melainkan ia pasti merasakan tubuhnya yang panas, hingga Ka'b ibnu Ujrah r.a. meninggal dunia.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.

Hadis lain.

رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيقِ حُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنِ الْكَلْبِيِّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: {مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ} ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَمَنْ يَعْمَلْ حَسَنَةً يُجزَ بِهَا عَشْرًا. فَهَلَكَ مَنْ غَلَبَ وَاحِدَتُهُ عَشْرًا"

diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Husain ibnu Waqid, dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai makna firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Memang benar, dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan, niscaya akan diberi balasan dengan sepuluh kali kebaikanMaka binasalah orang yang satunya mengalahkan sepuluhnya (yakni keburukannya mengalahkan amal baiknya).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Humaid, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123) Makna yang dimaksud ialah orang kafir. Kemudian Al-Hasan (Al-Basri) membacakan firman-Nya: Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (Saba': 17)
Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa'id Ibnu Jubair; keduanya mengatakan bahwa tafsir dari kata as-su' dalam ayat ini ialah kekufuran (kemusyrikan).

*******************


Firman Allah Swt.:

وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيراً

dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (An-Nisa: 123)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Kecuali jika ia bertobat, maka tobatnya akan diterima oleh Allah Swt." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa hal tersebut bersifat umum mencakup semua amal perbuatan, karena berdasarkan kepada hadis-hadis yang telah disebutkan di atas. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

*******************


Firman Allah Swt.:

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia orang yang beriman. (An-Nisa: 124), hingga akhir ayat.

Setelah disebutkan balasan perbuatan-perbuatan jahat —yaitu sudah semestinya seseorang hamba mendapat pembalasannya, adakalanya di dunia ini lebih baik baginya, dan adakalanya di akhirat; semoga Allah melindungi kita dari hal ini dan memohon kepada-Nya keselamatan di dunia dan akhirat serta pemaafan, ampunan, dan pembebasan dari-Nya—, kemudian dalam ayat ini diterangkan kebaikan, kemurahan, dan rahmat Allah dalam penerimaan-Nya terhadap amal-amal saleh hamba-hamba-Nya, baik yang laki-laki maupun yang wanita, dengan syarat iman mereka. Bahwa Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga; Allah tidak akan menganiaya pahala kebaikan mereka, tidak pula menguranginya barang sedikit pun.

Yang dimaksud dengan istilah naqir dalam akhir ayat ini ialah titik kecil yang terdapat di dalam biji buah kurma. Yang dimaksud dengan istilah fatil ialah serat yang terdapat di dalam belahan biji buah kurma. Naqir dan fatil ini kedua-duanya berada di dalam biji buah kurma. Sedangkan istilah qitmir yaitu selaput yang membungkus biji buah kurma, berada di luar biji buah kurma. Ketiga istilah ini semuanya ada di dalam Al-Qur'an.

*******************


Kemudian Allah Swt. berfirman:

{وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ}

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah. (An-Nisa: 125)
Yakni ikhlas dalam beramal demi Tuhannya, amal perbuatannya didasari oleh iman, dan mengharapkan pahala serta rida-Nya.

{وَهُوَ مُحْسِنٌ}

sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan. (An-Nisa: 125)
Dalam beramal ia mengikuti jalur yang telah disyariatkan oleh Allah Swt. kepadanya, sesuai dengan tuntunan hidayah dan agama yang hak yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Kedua syarat ini harus dipenuhi oleh seseorang bila ia menginginkan amalnya diterima; suatu amal perbuatan tanpa keduanya tidaklah sah. Dengan kata lain, amal yang ikhlas lagi benar harus dilandasi dengan kedua syarat ini. Amal yang ikhlas ialah amal yang dilakukan karena Allah, dan amal yang benar ialah amal yang mengikuti ketentuan syariat. Secara lahiriah dinilai sah dengan mengikuti peraturan syariat dan secara batiniah dilandasi dengan ikhlas, keduanya ini saling berkaitan erat. Maka, manakala salah satu dari kedua syarat ini tidak dipenuhi oleh suatu amal, amal tersebut tidak sah. Bila tidak dilandasi oleh ikhlas, berarti pelakunya adalah munafik, yaitu orang-orang yang suka pamer (riya). Orang yang dalam amalnya tidak mengikuti tuntunan syariat, berarti dia sesat dan bodoh. Tetapi bila kedua syarat tersebut terpenuhi, maka amal perbuatannya itu termasuk amal perbuatan orang-orang yang mukmin. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئاتِهِمْ

Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka. (Al-Ahqaf: 16), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:

{وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}

dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus. (An-Nisa: 125)
Mereka adalah Nabi Muhammad Saw. dan para pengikutnya sampai hari kiamat nanti. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْراهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهذَا النَّبِيُّ

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad). (Ali Imran: 68), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt. yang lainnya, yaitu:

{ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)
Yang dimaksud dengan istilah al-hanif ialah yang sengaja menyimpang dari kemusyrikan. Dengan kata lain, meninggalkannya karena mengerti dan menghadapkan diri kepada perkara yang hak secara keseluruhan dengan keteguhan hati, tanpa ada yang bisa menghalangi-nya dan tidak ada yang dapat mengusiknya dari perkara yang hak.

*******************


Firman Allah Swt.:

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْراهِيمَ خَلِيلًا

Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa: 125)
Di dalam ayat ini terkandung makna yang menganjurkan mengikuti Ibrahim a.s. karena dia adalah seorang imam yang diikuti, mengingat dia telah mencapai puncak tingkatan taqarrub seorang hamba kepada Allah Swt. Sesungguhnya dia telah sampai kepada tingkatan khullah (kekasih) yang merupakan kedudukan mahabbah yang tertinggi. Hal ini tiada lain berkat ketaatannya yang banyak kepada Tuhannya, seperti yang disebut di dalam firman-Nya:

وَإِبْراهِيمَ الَّذِي وَفَّى

dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37)
Menurut kebanyakan ulama Salaf, makna yang dimaksud dengan lafaz waffa ialah orang yang mengerjakan semua yang diperintahkan kepadanya; tiada suatu pun yang termasuk ke dalam pengertian iba-dah, melainkan dia mengerjakannya. Nabi Ibrahim tidak pernah melupakan hal kecil karena sedang sibuk dengan hal yang besar, tidak pernah pula melupakan perkara remeh karena sedang mengerjakan perkara yang agung dalam masalah ibadah.
Allah Swt. telah berfirman:

وَإِذِ ابْتَلى إِبْراهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِماتٍ فَأَتَمَّهُنَّ

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (secara sempurna). (Al-Baqarah: 124), hingga akhir ayat.

إِنَّ إِبْراهِيمَ كانَ أُمَّةً قانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (An-Nahl: 120)
Hingga ayat sesudahnya.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ha-bib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Amr ibnu Maimun yang menceritakan bahwa sesungguhnya Mu'az ketika tiba di negeri Yaman melaksanakan salat Subuh bersama mereka, lalu Mu'az membacakan firman-Nya: Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa: 125); Maka seorang lelaki dari kalangan mereka ada yang berkata, "Sesungguhnya hati ibu Nabi Ibrahim bahagia."
Ibnu Jarir menuturkan sehubungan dengan tafsir ayat ini dari salah seorang ulama, bahwa sesungguhnya Allah menamakan Nabi Ibrahim dengan sebutan Al-Khalil tiada lain kisahnya bermula ketika penduduk negeri yang berdekatan dengannya mengalami musim paceklik. Salah seorang dari mereka berangkat menuju tempat khalil (kesayangan)nya dari kalangan penduduk Mausul —menurut pendapat sebagian dari mereka dari kalangan penduduk Mesir— dengan tujuan mengambil makanan buat keluarganya dari khalil itu. Tetapi sesampainya di tempat khalil, ia tidak kebagian dan keperluannya tidak terpenuhi, lalu lelaki itu kembali ke kampung halamannya. Ketika sudah dekat ke tempat keluarganya di suatu tempat yang banyak pasirnya, maka ia berkata kepada dirinya sendiri, "Sebaiknya aku penuhi karung-karung ini dengan pasir, agar keluargaku tidak sedih bila aku kembali kepada mereka tanpa makanan, agar mereka menduga bahwa aku datang kepada mereka dengan membawa makanan yang sangat diperlukan mereka." Suatu mukjizat terjadi. Ternyata pasir yang berada di dalam karung itu benar-benar berubah menjadi tepung terigu, tanpa sepengetahuannya. Ketika sampai di tempat keluarganya, ia langsung tidur (istirahat); sedangkan keluarganya terbangun, lalu membuka karung-karung tersebut, dan ternyata mereka menjumpai tepung terigu di dalamnya. Mereka langsung membuat adonan roti dari tepung itu, kemudian dimasak. Ketika terbangun, ia merasa heran, lalu menanyakan kepada keluarganya mengenai tepung terigu itu, dari manakah mereka mendapatkannya hingga dapat membuat roti? Mereka menjawab, "Tepung terigu yang engkau bawa dari khalil-mu itu." Maka ia menjawab, "Ya, tepung terigu itu berasal dari kekasih Allah." Maka sejak saat itu Allah Swt. menamakannya (Nabi Ibrahim) sebagai Khalilullah (kekasih Allah).
Mengenai kesahihan kisah ini dan kenyataannya, masih perlu dipertimbangkan; pada garis besarnya tidak lebih dan tidak kurang merupakan kisah israiliyat yang tidak dapat dipercaya dan tidak dapat pula didustakan.
Sesungguhnya Allah Swt. menyebut Nabi Ibrahim dengan julukan Khalilullah tiada lain karena ia sangat mencintai Tuhannya melalui apa yang ia kerjakan demi-Nya berupa amal-amal ketaatan yang disukai dan diridai-Nya.

Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa ketika Rasulullah Saw. berkhotbah kepada mereka dalam khotbah terakhirnya, mengatakan:

«أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا النَّاسُ فَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ خَلِيلًا، لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ أَبِي قُحَافَةَ خَلِيلًا، وَلَكِنَّ صَاحِبَكُمْ خَلِيلُ اللَّهِ»

Amma Ba'du. Hai manusia. seandainya aku mengambil dari kalangan penduduk bumi ini seorang khalil (kesayangan), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar ibnu Abu Quhafah sebagai seorang kesayangan, tetapi teman kalian ini (yakni Abu Bakar) telah menjadi khalilullah (kesayangan Allah).
Melalui jalur Jundub ibnu Abdullah Al-Bajali, Abdullah ibnu Amr ibnul As, dan Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw., disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا»

Sesungguhnya Allah menjadikan diriku sebagai kesayangan-(Nya), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan(Nya).

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أُسَيْد، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ الجَوْزجاني بِمَكَّةَ، حَدَّثَنَا عُبَيد اللَّهِ الحَنَفي، حَدَّثَنَا زَمْعة بْنِ صَالِحٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ وَهْرَام، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَلَسَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُونَهُ، فَخَرَجَ حَتَّى إِذَا دَنَا مِنْهُمْ سَمِعَهُمْ يَتَذَاكَرُونَ، فَسَمِعَ حَدِيثَهُمْ، وَإِذَا بَعْضُهُمْ يَقُولُ: عَجَبًا إِنِ اللَّهَ اتَّخَذَ مِنْ خَلْقِهِ خَلِيلًا فَإِبْرَاهِيمُ خَلِيلُهُ! وَقَالَ آخَرُ: مَاذَا بِأَعْجَبِ مِنْ أَنَّ اللَّهَ كَلَّمَ مُوسَى تَكْلِيمًا! وَقَالَ آخَرُ: فَعِيسَى رُوحُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ! وَقَالَ آخَرُ: آدَمُ اصْطَفَاهُ اللَّهُ! فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَسَلَّمَ وَقَالَ: "قَدْ سَمِعْتُ كَلَامَكُمْ وَتَعَجُّبَكُمْ أَنَّ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلُ اللَّهِ، وَهُوَ كَذَلِكَ، وَمُوسَى كَلِيمُهُ، وَعِيسَى رُوحُهُ وَكَلِمَتُهُ، وَآدَمَ اصْطَفَاهُ اللَّهُ، وَهُوَ كَذَلِكَ أَلَا وَإِنِّي حَبِيبُ اللَّهِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا حَامِلُ لِوَاءِ الْحَمْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مشَفع وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُحَرِّكُ حِلَق الْجَنَّةِ، فَيَفْتَحُ اللَّهُ فَيُدْخِلُنِيهَا وَمَعِي فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَكْرَمُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ".

Abu Bakar Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ahmad ibnu Usaid, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ya'qub Al-Jurjani di Mekah, telah menceritakan kepada kami Abdullah Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Zam'ah Abu Saleh, dari Salamah ibnu Wahran, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sejumlah orang dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. duduk menunggu kedatangan beliau Saw. Nabi Saw. keluar, dan ketika berada di dekat mereka, beliau mendengar mereka membicarakan sesuatu. Sebagian dari mereka mengatakan, "Sungguh mengherankan, Allah mengambil kesayangan di antara makhluk-Nya, Dia menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan-Nya." Orang yang lainnya mengatakan, "Tiada yang lebih mengherankan daripada Nabi Musa yang diajak berbicara langsung oleh Allah Swt." Orang yang lainnya lagi mengatakan, "Isa adalah roh (ciptaan) Allah dan kalimah (perintah)-Nya." Yang lainnya lagi mengatakan bahwa Adam telah dipilih oleh Allah sebagai pilihan-Nya. Maka Nabi Saw. menemui mereka dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu bersabda, "Sesungguhnya aku telah mendengar pembicaraan kalian, dan kalian merasa heran karena Nabi Ibrahim menjadi kesayangan Allah. Memang demikianlah keadaannya, Nabi Musa menjadi orang yang diajak bicara langsung oleh-Nya, Nabi Isa adalah roh dan kalimah-Nya, dan Adam adalah orang yang dipilih oleh-Nya. Memang demikianlah kenyataannya, begitu pula Muhammad Saw." Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Ingatlah, dan sesungguhnya aku adalah kekasih Allah, tanpa membanggakan diri; dan aku adalah orang yang mula-mula memberi syafaat dan orang yang mula-mula diberi izin untuk memberi syafaat, tanpa membanggakan diri. Dan aku adalah orang yang mula-mula menggerakkan (mengetuk) pintu surga, maka Allah membukakannya dan menyuruh aku masuk ke dalam surga dengan ditemani oleh orang-orang miskin dari kalangan kaum mukmin, tanpa membanggakan diri. Dan aku adalah orang yang paling mulia di antara orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, kelak di hari kiamat, tanpa membanggakan diri.

Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib. Tetapi sebagian di antaranya mempunyai banyak syawahid yang memperkuatnya di dalam kitab-kitab Sahih dan kitab-kitab yang lain.

Qatadah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Apakah kalian merasa heran karena predikat khullah (kesayangan Allah) diberikan kepada Nabi Ibrahim, predikat kalim (diajak berbicara secara langsung oleh Allah) diberikan kepada Nabi Musa, dan predikat ruyah (melihat langsung Allah) diberikan kepada Muhammad, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya."

Demikian menurut riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dan Imam Hakim mengatakan bahwa hal ini dinilai sahih dengan syarat Imam Bukhari, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengetengahkannya.

Hal yang sama diriwayatkan dari Anas ibnu Malik dan bukan hanya seorang dari kalangan para sahabat, para tabiin, dan para imam dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abduka Al-Qazwaini, telah menceritakan kepada kami Muhammad (yakni Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr (yakni ibnu Abu Qais), dari Asim, dari Abu Rasyid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang yang selalu menjamu orang lain. Pada suatu hari ia keluar mencari seseorang yang akan diajaknya makan bersama, tetapi ia tidak menemukan seseorang pun. Maka ia kembali ke rumahnya, dan ternyata di dalam rumahnya ia menjumpai seseorang yang sedang berdiri. Nabi Ibrahim a.s. menanyai orang tersebut, "Hai hamba Allah, apakah yang menyebabkan kamu memasuki rumahku tanpa izinku?" Orang itu menjawab, "Aku memasukinya atas izin Tuhan." Nabi Ibrahim bertanya, "Siapakah Anda ini?" Orang itu menjawab, "Aku adalah malaikat maut, Tuhanku mengutusku kepada seseorang hamba dari kalangan hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan berita gembira kepadanya bahwa Allah Swt. telah menjadikannya sebagai kesayangan-Nya." Nabi Ibrahim bertanya, "Siapakah orang itu? Demi Allah, jika kamu memberitahukannya ada di suatu tempat yang jauh dari negeri ini, niscaya aku benar-benar akan datang kepadanya, lalu aku ingin menjadi tetangganya hingga maut memisahkan di antara kita." Malaikat maut utusan Allah menjawab, "Orang itu adalah kamu sendiri." Nabi Ibrahim berkata keheranan, "Aku sendiri?" Ia menjawab, "Ya." Nabi Ibrahim bertanya, "Mengapa Allah menjadikan diriku sebagai kesayangan-Nya?" ia menjawab, "Karena sesungguhnya kamu suka memberi kepada orang lain, sedangkan kamu sendiri tidak pernah meminta kepada mereka."

Telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari Ishaq ibnu Yasar yang mengatakan, "Ketika Allah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kesayangan-Nya, maka Allah menanamkan ke dalam hatinya rasa takut (kepada Dia), sehingga degupan kalbunya benar-benar terdengar dari kejauhan, sebagaimana suara kepakan sayap burung di angkasa."

Hal yang sama disebutkan di dalam sifat Rasulullah Saw., bahwa dari dalam dada beliau Saw. sering terdengar suara gejolak sebagaimana suara gejolak panci bila air yang ada di dalamnya mendidih, karena menangis.

*******************


Firman Allah Swt:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. (An-Nisa: 126)
Semuanya adalah milik Allah, hamba, dan makhluk-Nya. Dialah yang mengatur, tiada yang menolak terhadap apa yang diputuskan-Nya, dan tiada beban bagi apa yang telah dijatuhkan-Nya; tiada yang meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang diperbuat-Nya karena keagungan, kekuasaan, keadilan, kebijaksanaan, lemah lembut, dan rahmat-Nya.

*******************


Firman Allah Swt.:

{وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا}

dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (An-Nisa: 126)
Artinya, ilmu (pengetahuan) Allah Swt. menembus semuanya itu, tiada sesuatu pun yang ada pada hamba-hamba-Nya tersembunyi dari-Nya, dan tiada sekecil zarrah pun di langit dan di bumi yang ter-halang dari pengetahuan-Nya, tiada pula yang terhalang dari pengetahuannya hal yang lebih kecil atau lebih besar darinya. Tiada sesuatu pun yang dilihat oleh orang-orang yang melihat sangat kecil dan tersembunyi luput dari pengetahuan-Nya.

Ar-Rum, ayat 30-32

{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32) }


Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

Allah Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:

{وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}

dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)" (Al-A'raf: 172)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"إني خلقت عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ عَنْ دِينِهِمْ"

Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya.

Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah Swt. membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi.

*******


Firman Allah Swt.:

{لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}

Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

{وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا}

barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)
Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih.

Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.
Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yakni agama Allah.

Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30) Yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانه أَوْ يُنَصِّرانه أَوْ يُمَجسانه، كَمَا تَنْتِج الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"؟ ثُمَّ يَقُولُ: {فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (Ar-Rum: 30)

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.

Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari' At-Tamimi.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْأُسُودِ بْنِ سَرِيع [التَّمِيمِيِّ] قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَزَوْتُ مَعَهُ، فَأَصَبْتُ ظَهْرًا ، فَقُتِلَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ، حَتَّى قَتَلُوا الْوِلْدَانَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ جَاوَزَهُمُ الْقَتْلُ الْيَوْمَ حَتَّى قَتَلُوا الذُّرِّيَّةَ؟ ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا هُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّمَا خِيَارُكُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ". ثُمَّ قَالَ: "لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً، لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً". وَقَالَ: "كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهَا لِسَانُهَا، فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أو ينصرانها".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berperang bersama-sama beliau; dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.

Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.
Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهُ لِسَانُهُ، فَإِذَا عَبَّرَ عَنْهُ لِسَانُهُ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل عَنِ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ إِذْ خَلَقَهُمْ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ -أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى عليَّ زَمَانٌ وَأَنَا أَقُولُ: أَوْلَادُ الْمُسْلِمِينَ مَعَ أَوْلَادِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ مَعَ الْمُشْرِكِينَ. حَتَّى حَدَّثَنِي فُلَانٌ عَنْ فُلَانٍ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْهُمْ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ".

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.
Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia menemui langsung lelaki yang menceritakan hadis ini, lalu lelaki itu memberitahukan kepadanya hadis ini. Maka sejak saat itu ia tidak lagi memakai pendapatnya.
Di antara mereka adalah Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ مُطَرّف، عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ فِي خُطْبَتِهِ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي فِي يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عِبَادِي حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ، عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ، إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَقَالَ: إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ. ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُحَرِّقَ قُرَيْشًا، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِذًا يَثْلَغُوا رَأْسِي فَيَدْعُوهُ خبُزَةً. قَالَ: اسْتَخْرِجْهُمْ كَمَا اسْتَخْرَجُوكَ، وَاغْزُهُمْ نَغْزُك، وَأَنْفِقْ عَلَيْهِمْ فَسَنُنْفِقُ عَلَيْكَ. وَابْعَثْ جَيْشًا نَبْعَثُ خَمْسَةً مِثْلَهُ، وَقَاتِلْ بِمَنْ أَطَاعَكَ مَنْ عَصَاكَ". قَالَ: "وَأَهْلُ الْجَنَّةِ: ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقسط مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ بِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ عَفِيفٌ فَقِيرٌ مُتَصَدِّقٌ. وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ: الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ، الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا، لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا. وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ. وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ" وَذَكَرَ الْبَخِيلَ، أَوِ الْكَذَّابَ، وَالشَّنْظِيرُ: الْفَحَّاشُ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Mutarrif, dari Iyad ibnu Himar, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah. Isi khotbahnya antara lain: Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memberitahukan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui dari apa yang telah diberitahukan oleh-Nya kepadaku hari ini. (Dia telah berfirman), "Semua yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku halal; dan sesungguhnya Aku telah men­ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada perkara yang hak dan benci kepada perkara yang batil) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan meng­haramkan atas mereka apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka, dan setan memerintahkan kepada mereka untuk mempersekutu­kan Aku (dengan sesuatu) yang Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, bahwa sesungguhnya Allah Swt. memandang kepada penduduk bumi, maka Dia murka terhadap mereka semua —yang Arab maupun non Arab— kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli Kitab. Dan Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengutusmu hanya untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai batu ujian (bagi yang lain), dan Aku turunkan kepadamu sebuah Al-Kitab yang tidak terhapuskan oleh air (karena kandungannya dihafal di dalam dada, bukan berupa tulisan), kamu dapat membacanya sambil tiduran dan sambil bangun." Kemudian sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk membakar orang-orang Quraisy, maka aku berkata, "Wahai Tuhanku, kalau begitu tentu mereka akan menguliti kepalaku dan membiarkannya menjadi seperti roti." Allah Swt. berfirman, "Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu; dan perangilah mereka, Kami akan membantumu; dan berinfaklah, maka Kami akan menggantimu; dan kirimkanlah pasukan, maka Kami akan membantumu dengan pasukan yang jumlahnya lima kali lipat dari pasukanmu, dan berperanglah bersama orang yang taat kepadamu untuk menghadapi orang-orang yang durhaka kepadamu." Ahli surga itu ada tiga macam orang, yaitu: Penguasa yang berlaku adil, pemberi sedekah yang sukses dan seorang lelaki yang penyayang dan berhati lembut terhadap kaum kerabatnya dan setiap orang muslim, dan seorang lelaki yang memelihara kehormatan dirinya lagi tidak mau meminta-minta lagi banyak mempunyai anak. Ahli neraka itu ada lima macam orang, yaitu: Orang lemah yang tidak punya prinsip, yakni mereka yang menjadi pengikut di kalangan kalian; mereka tidak pernah menginginkan punya keluarga dan tidak pula harta; pengkhianat yang tiada suatu keinginan sekecil apa pun melainkan dia pasti berkhianat kepadanya, dan seorang lelaki yang tidak pernah melewati waktu pagi dan tidak pula waktu sore melainkan dia selalu menipumu terhadap keluarga dan harta bendamu. Nabi Saw. menyebutkan pula pendusta, buruk perangai, dan orang yang bermulut kotor.

Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara tunggal, dan dia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qatadah dengan sanad yang sama.

***********


Firman Allah Swt.:

{ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}

(Itulah) agama yang lurus. (Ar-Rum: 30)
Yakni berpegang kepada syariat dan fitrah yang utuh merupakan agama yang tegak dan lurus.

{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum: 30)
Karena itulah maka kebanyakan orang tidak mengetahuinya, dan mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}

Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 103)

{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ} الْآيَةَ

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir ayat.

*******


Adapun firman Allah Swt.:

{مُنِيبِينَ إِلَيْهِ}

dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.

{وَاتَّقُوهُ}

dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)
Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi oleh­Nya.

{وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ}

serta dirikanlah shalat. (Ar-Rum: 31)
Salat merupakan ketaatan yang paling besar.

{وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}

dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mem­persekutukan Allah. (Ar-Rum: 31)
Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu; salat yang merupakan agama; dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka Umar berkata, "Engkau benar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?" Lalu disebutkan hal yang semisal.

***********


Firman Allah Swt.:

{مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}

yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 32)

Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang lainnya.
Sebagian ulama membacanya "فَارَقُوا دِينَهُمْ" yang artinya menjadi seperti berikut, bahwa mereka meninggalkan agamanya di belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Majusi, para penyembah berhala serta para pemeluk agama yang batil lainnya, selain agama Islam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

{إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah. (Al-An'am: 159), hingga akhir ayat.

Agama-agama lain sebelum agama kita berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan prinsip-prinsip yang batil. Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang benar. Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli sunnah wal jama'ah yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta berpegang kepada apa yang biasa diamalkan di abad pertama Islam, yaitu di masa para sahabat, para tabi'in, dan para Imam kaum muslim, sejak zaman dahulu hingga masa sekarang.

Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang golongan yang selamat di antara golongan-golongan itu. Maka beliau bersabda:

«مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي»

Yaitu orang-orang yang berpegang kepada apa yang biasa diamalkan olehku sekarang dan juga (yang biasa diamalkan) oleh para sahabatku.


Al-Baqarah ayat 120-121

{وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (120) الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121) }

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (Al-Baqarah: 120) Orang-orang Yahudi —juga orang-orang Nasrani itu— hai Muhammad, selamanya tidak akan senang kepadamu. Karena itu, tinggalkanlah upaya untuk membuat mereka senang dan suka kepadamu. Sekarang hadapkanlah dirimu untuk memohon rida Allah karena engkau telah mengajak mereka untuk mengikuti perkara hak yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu.

************


Firman Allah Swt.:

{قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى}

Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." (Al-Baqarah: 120)

Yakni, katakanlah hai Muhammad, "Sesungguhnya petunjuk yang diturunkan oleh Allah kepadaku adalah petunjuk yang sebenarnya." Dengan kata lain, petunjuk tersebut merupakan agama yang lurus, benar, sempurna, dan bersifat umum.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)" (Al-Baqarah: 120), bahwa kalimat ini merupakan cara membantah yang diajarkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya untuk mendebat orang-orang yang sesat.
Selanjutnya Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami sebuah hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْتَتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ".

Segolongan orang dari kalangan umatku masih terus-menerus berperang dalam rangka membela perkara yang hak, tiada membuat mereka mudarat orang-orang yang menentang mereka hingga datang perintah Allah (hari kiamat)
Menurut kami (penulis) hadis ini diketengahkan pula di dalam kitab sahih melalui Abdullah ibnu Amr.

************


Firman Allah Swt.:

{وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ}

Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah: 120)

Di dalam ayat ini terkandung makna ancaman dan peringatan yang keras bagi umat Nabi Saw. agar mereka jangan sekali-kali mengikuti jalan-jalan kaum Yahudi dan kaum Nasrani, sesudah mereka mempunyai pengetahuan dari Al-Qur'an dan sunnah, na'uzubillah min zalik. Khitab ayat ini ditujukan kepada Rasul Saw., tetapi perintahnya ditujukan kepada umatnya.

Kebanyakan ulama fiqih menyimpulkan dalil dari firman-Nya: hingga kamu mengikuti agama mereka. (Al-Baqarah: 120) Bahwa kekufuran itu dengan berbagai macam alirannya merupakan satu agama, karena di dalam ayat ini lafaz millah diungkapkan dalam bentuk mufrad (tunggal). Perihalnya sama dengan firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untuk kalian agama kalian, dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6)

Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa antara orang-orang muslim dan orang-orang kafir tidak boleh ada saling mewaris, dan masing-masing dari kalangan orang-orang kafir boleh mewaris saudara sekafirnya, baik seagama ataupun tidak; karena sekalipun mereka terdiri atas berbagai aliran, semuanya dianggap sebagai satu agama, yaitu agama kafir. Demikianlah menurut mazhab Imam Syafii, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang bersumber darinya. Sedangkan dalam riwayat yang lainnya Imam Ahmad mengatakan pendapat yang sama dengan pendapat Imam Malik, yaitu tidak boleh saling mewaris di antara berbagai macam agama, seperti yang telah dijelaskan di dalam hadis.

**************


Firman Allah Swt.:

{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ}

Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya. (Al-Baqarah: 121)

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Pendapat ini merupakan pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sa'id meriwayatkan dari Qatadah, bahwa mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah Saw.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa dan Abdullah ibnu Imran Al-Asbahani yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Usamah ibnu Zaid, dari ayahnya, dari Umar ibnul Khattab, sehubung-an dengan tafsir firman-Nya, "Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya" (Al-Baqarah: 121). Yang dimaksud dengan bacaan yang sebenarnya ialah apabila si pembaca melewati penyebutan tentang surga, maka ia memohon surga kepada Allah. Apabila ia melewati penyebutan tentang neraka, maka ia meminta perlindungan dari neraka.

Abul Aliyah mengatakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud pernah berkata, "Demi Allah Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya bacaan yang sebenarnya ialah hendaknya si pembaca menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah, membacanya persis seperti apa yang diturunkan oleh Allah, dan tidak mengubah kalimat-kalimat dari tem-patnya masing-masing, serta tidak menakwilkan sesuatu pun darinya dengan takwil dari dirinya sendiri."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah dan Mansur ibnul Mu'tarnir, dari Ibnu Mas'ud.

As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas sehu-bungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh-Nya, serta tidak mengubah-ubahnya dari tempat-tempat yang sebenarnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka mengetahui ke-muhkam-an (bacaan)nya dan beriman kepada mutasyabih-nya, serta memasrahkan hal-hal yang sulit bagi mereka kepada yang mengetahuinya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya. (Al-Baqarah: 121) Bahwa mereka mengikuti petunjuknya dengan ikut yang sesungguhnya. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya (sebagai bukti bahwa makna yailunahu adalah mengikutinya):

وَالْقَمَرِ إِذا تَلاها

Dan bulan apabila mengikutinya. (Asy-Syams: 2)
Yang dimaksud dengan talaha ialah ittaba'aha (yakni mengikutinya).

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Ata, Mujahid, Abu Razin, dan Ibrahim An-Nakha'i. Sufyan As-Sauri mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zubaid, dari Murrah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya" (Al-Baqarah: 121), bahwa mereka mengikutinya dengan ikut yang sebenarnya.

Al-Qurtubi mengatakan bahwa Nasr ibnu Isa meriwayatkan dari Malik, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya" (Al-Baqarah: 121), bahwa makna yang dimaksud ialah mereka mengikutinya dengan sebenar-benarnya.

Kemudian Al-Qurtubi mengatakan bahwa di dalam sanadnya terdapat bukan hanya seorang perawi dari kalangan perawi-perawi yang tak dikenal. Demikianlah menurut Al-Khatib, tetapi makna hadis memang sahih (benar).

Abu Musa Al-Asy'ari mengatakan, "Barang siapa yang mengikuti petunjuk Al-Qur'an, niscaya dia akan bertempat tinggal di taman-taman surga bersamanya."
Dari Umar ibnul Khattab, disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang apabila dalam bacaannya melewati ayat rahmat, mereka memohon rahmat kepada Allah; dan apabila melewati ayat azab, mereka memohon perlindungan dari azab itu.

Al-Qurtubi mengatakan, "Sesungguhnya makna seperti ini telah diriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau apabila melewati ayat rahmat (dalam bacaan Al-Qur'an), beliau meminta rahmat; dan apabila melewati ayat azab, beliau meminta perlindungan (kepada Allah dari azab)."

*********


Firman Allah Swt.:

{أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ}

mereka itu beriman kepadanya. (Al-Baqarah: 121)
Bagian ini merupakan khabar dari firman sebelumnya, yaitu:

{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ}

Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya. (Al-Baqarah: 121)

Dengan kata lain, barang siapa dari kalangan ahli kitab yang menegakkan (mengamalkan) kitabnya yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan pengamalan yang sebenarnya, niscaya dia akan beriman kepada risalah yang Kutugaskan kepadamu, hai Muhammad. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقامُوا التَّوْراةَ وَالْإِنْجِيلَ وَما أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ

Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil serta Al-Qur'an yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66), hingga akhir ayat.

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتابِ لَسْتُمْ عَلى شَيْءٍ حَتَّى تُقِيمُوا التَّوْراةَ وَالْإِنْجِيلَ وَما أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ

Katakanlah, "Hai ahli kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian." (Al-Maidah: 68)

Dengan kata lain, apabila kalian menegakkannya dengan sebenar-benarnya dan kalian beriman kepadanya dengan iman yang sebenarnya, serta kalian membenarkan berita yang terkandung di dalamnya mengenai kerasulan Nabi Muhammad Saw., sifat-sifat dan ciri-ciri khasnya, perintah mengikutinya, membantunya dan mendukungnya, niscaya hal itu akan menuntun kalian kepada kebenaran dan menggerakkan kalian untuk mengikuti kebaikan dunia dan akhirat. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَالْإِنْجِيلِ

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. (Al-A'raf: 157), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman:

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذا يُتْلى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقانِ سُجَّداً وَيَقُولُونَ سُبْحانَ رَبِّنا إِنْ كانَ وَعْدُ رَبِّنا لَمَفْعُولًا

Katakanlah, "Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi." (Al-Isra: 107-108)
Artinya, apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada kami mengenai perkara Nabi Muhammad Saw. pasti terjadi.
Allah Swt. telah berfirman:

الَّذِينَ آتَيْناهُمُ الْكِتابَ مِنْ قَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ. وَإِذا يُتْلى عَلَيْهِمْ قالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنا إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ. أُولئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِما صَبَرُوا وَيَدْرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ

Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya)." Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan; dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (Al-Qashash: 52-54)

وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ وَالْأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّما عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبادِ

Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, "Apakah kalian (mau) masuk Islam?' Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 20)
Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:

{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}

Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah: 121) Seperti makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:

وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الْأَحْزابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ

Dan barang siapa di antara mereka yang ingkar kepadanya dari kalangan golongan-golongan yang bersekutu, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)

Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ: يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ لَا يُؤْمِنُ بِي، إِلَّا دَخَلَ النَّارَ"

Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada seorang pun yang mendengar tentangku dari kalangan umat ini, baik orang Yahudi ataupun orang Nasrani, kemudian ia tidak beriman kepadaku, melainkan dia masuk neraka.




0 komentar:

Posting Komentar